...Wahai hati, engkau bukan milikku tapi milik-Nya. Bukan kuasaku menjadikan rasa ini ada. Tak pernah aku pinta, tak sekali pun aku berharap. Duhai pemilik hati, cabutlah rasa ini. Biarkan ia hampa, hingga Engkau temukan ia dengan dermaganya....
...*****...
Pagi ini seperti pagi sebelumnya. Mentari bersinar cerah dengan arakan mega, bagai kapas putih di antara bentangan cakrawala. Panorama indah dari lukisan Tuhan Yang Maha Sempurna. Matahari, awan dan langit adalah satu kesatuan yang Allah hadirkan, sebagai perwujudan bahwa Dia ada dan berkuasa atas alam semesta.
Seorang gadis dengan senyuman mengembang, berdiri di antara bunga-bunga bermekaran. Senyumnya mampu menggetarkan dan memporak porandakan hati lelaki mana pun. Tidak terkecuali, pemuda yang menjadi pengagum rahasianya selama ini.
"Pagi cantik," sapa seorang laki-laki berjaket hitam. Ia melempar senyuman, gadis di depannya tertunduk malu.
"Mau mencari bunga apa, Mas?" tanya Nirmala memberanikan diri.
Pemuda itu berdecak sebal. "Jangan panggil aku Mas. Aku ini masih muda...."
"Lalu?" sahut Nirmala menarik alis ke atas.
"Panggil saja aku Bara..."balas laki-laki tersebut cingak-cinguk seakan mencari sesuatu.
Nirmala menepuk jidat. "Aku sampai lupa, mau membeli bunga apa, Mas? Ups, maksudku ... Bara. Apa bunga untuk seseorang?"
"Yups, aku ingin membeli bunga buat seseorang. Tapi aku bingung bunga apa yang cocok. Bisa kamu pilihkan?" tanya Bara kepada Nirmala.
Gadis berjilbab ungu nampak berpikir sesaat. "Kalau boleh tahu, apa dia pacar kamu? Terus gimana karakternya? Pendiam, sweet atau—"
"Dia pendiam, manis dan lemah lembut. Tapi dia bukan pacarku," sahut Bara melihat-lihat bunga segar di sekitarnya.
Nirmala manggut-manggut, lalu masuk ke dalam toko untuk beberapa saat. Kini dia kembali bersama sekuntum bunga di genggaman. "Bagaimana kalau mawar putih?"
Bara mengerutkan dahi kemudian menatap dalam manik mata cokelat muda. "Mawar putih, apa kamu suka?"
Sekarang giliran Nirmala yang mengernyitkan dahi. "Kalau aku yang ditanya, ya... suka. Mawar putih emang bunga kesukaanku."
"Baiklah, aku ambil mawar putih. Berapa harganya?" Bara mengeluarkan dompet lalu menunggu jawaban Nirmala.
"Mawar itu lima belas ribu aja," jawab Nirmala.
Bara mengeluarkan satu lembar uang sepuluh ribu dengan lima ribu lalu menyerahkan kepada Nirmala. "Ini uangnya... ambil aja kembaliannya."
Nirmala membolak-balikkan dua lembar uang yang diberikan oleh Bara. "Ini kan, uang pas. Mana ada kembaliannya?"
Bara tergelak yang menampilkan lesung pipi. Dia merasa senang karena telah membuat gadis di depannya melongo dengan raut polos. "Ini buat kamu. Ambilah...."
Nirmala menatap ke arah Bara lalu ke arah bunga yang disodorkan kepadanya. "Maksud ambilah?"
Bara menarik tangan Nirmala lanjut memberikan bunga tersebut. "Ini untuk kamu, untuk pertemuan pertama kita. Mungkin nanti akan ada pertemuan kedua, ketiga, keempat dan selanjutnya."
Setelah memberikan mawar putih kepada sang gadis pujaan, Bara pergi begitu saja tanpa sepatah atau duapatah kata pun. Meninggalkan gadis yang belum pernah merasakan jatuh cinta dengan perasaan campur aduk dan detak jantung tak beraturan.
"Ya Ampun...!" Nirmala menekan dada, merasai debaran yang baru pertama kali dia alami. "Ada-ada aja ya cowok zaman sekarang." Nirmala tersenyum sendiri lantas menghirup aroma khas bunga mawar.
"Ehm... awas 'ntar kesambet loh senyam-senyum sendiri." Uni Ara tiba-tiba muncul dari balik punggung mengejutkan Nirmala. Membuat gadis itu jadi salah tingkah.
"Eh Uni... ngagetin aja," sahut Nirmala kikuk. "Mala ke belakang dulu ya Uni ... mau ngerapihin pupuk ke dalam rak." Secepat kilat gadis itu menghilang dari hadapan Ara. Ingin segera menyembunyikan wajah yang kian memerah.
"Hati-hati jangan sambil ngekhayal, 'ntar setan lewat ... kesurupan dah tuh, mana masih muda!" teriak Ara menggoda Nirmala. Dia cekikikan sembari menggeleng-gelengkan kepala. Namun, pikirannya diliputi penasaran kepada pemuda yang memberikan pegawainya mawar putih. Karena dia hampir setiap hari melihat laki-laki itu berdiam diri di seberang toko.
Nirmala pura-pura tidak mendengar teriakan Ara, dia terus berjalan lurus tanpa menyahut celotehan Ara. Dipikirannya saat ini ingin sesegera mungkin menyembunyikan muka sembari meredakan degup jantung yang bertalu-talu.
...***...
Hingar bingar malam, di antara dentuman musik yang memekikkan telinga dan suara teriakan yang mengisyaratkan sebuah kebebasan. Raga-raga yang tidak tahu akan arah tujuan hidup, tengah menikmati dunia fana dengan cara yang berbeda. Bersenang-senang dalam tegukan alkohol yang amat memabukkan.
"Girl, ada om-om ngeliatin loe tuh!" teriak Mona sahabat Nala.
Gadis dengan panjang rambut sebahu menggulirkan kepala melihat ke titik yang ditunjukkan oleh Mona. Nampak olehnya kini seorang pria paruh baya melambaikan tangan sembari mengerdipkan mata ke arahnya.
"Wuih... ini sih bukan sembarangan om-om, Mon!" imbuh Nala. "Gile... udah tua tapi muka sama body-nya ... yahut bener...!" lontar Nala menatap nakal pria tersebut seraya membentuk bibir sesensual mungkin.
Mona mendorong punggung sahabatnya. "Ayo Nal, sikat!! Porotin duitnya!"
Nala menoleh ke arah Mona. "Tenang aja, bukan Nala Susanto namanya kalau 'nggak bisa morotin duit om itu. Apa sih yang 'nggak bisa aku lakuin?"
Nala dengan penuh percaya diri berjalan mendekati pria yang hampir seumuran dengan ayahnya dan tanpa rasa malu sedikit pun dia duduk begitu saja di atas pangkuan. "Hai Om... kenalin nama aku Nala...."
Pria tersebut menarik bibir ke salah satu sudut. "Cantik-cantik, nakal!"
Gadis bersurai hitam terkekeh lantas melingkarkan lengan ke atas leher. "Kalau cewek baik-baik mana mungkin nongkrong di diskotik, Om. Adanya di mesjid, ngaji!"
Pria yang mengenakan setelan jas hitam mencolek dagu Nala. "Kamu bisa aja cantik. Om jadi gemas nih. Ngamar yuk!"
Nala turun dari atas pangkuan lalu duduk di samping laki-laki tersebut. "Maaf Om, Nala masih segel. Bukan cewek bookingan juga. Khusus buat nemenin minum atau sekedar jalan-jalan."
"Cih! Dasar jual mahal!" cibir pria tersebut sembari meremass dada Nala. "Ntar juga kamu pasti ketagihan kalau udah ngerasain sekali," ucapnya kesal.
Nala merebahkan kepala di atas bahu sembari gelayutan manja. "Jangan marah dong Om... Nala masih polos. Selama ini om-om lain bayar aku cuman buat ditemenin minum sama main golf!"
Lelaki buaya darat itu menghela napas. "Baiklah... kalau gitu temani aku minum sampai pagi. Aku bayar kamu satu juta, deal?"
"Deal, Om!" Nala menyambut riang jabatan tangan pria itu. "Eh iya, Om kan belum ngasih tau aku nama Om siapa," cicit Nala yang mengelus-elus dada lelaki tersebut.
Pria beristri itu merogoh saku celana dan mengeluarkan sekeping kartu nama. "Ini kartu nama Om. Simpan baik-baik, siapa tau suatu saat berubah pikiran."
Nala mengeja nama yang tercantum di atas kartu nama tersebut. "Sak-ti Hen-dra-wan. Direktur PT Semesta Batubara."
"Wow... Om pasti konglomerat!" pekik Nala senang. Matanya bersinar karena di dalam otaknya saat ini hanya uang dan uang.
Sakti tersenyum miring. "Simpan ya... kalau butuh apa-apa hubungi aja nomor Om yang tertera di situ."
Nala mengangguk. "Pasti Om, aku pasti akan menyimpan kartu ini dengan baik. Om mau minum lagi?"
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
tata 💕
kaya'a nala sm bp nya bara y thor???
2022-06-26
0
Watik Yd
tanda" bara jatuh cinta 😘
2022-05-23
0
Anezaki Igarashi Ricky ⍣⃝కꫝ 🎸
intip nirmala bentar🙈🙈
2022-05-03
2