Didepan pintu balkon, Aldre termenung memikirkan percakapannya dengan Daniel. Bertahun-tahun pertanyaan ini masih bersarang diotaknya. 'Benarkah lelaki itu hanya kaka angkatnya? Apa orang tuanya yakin dia dan Galih tidak tertukar? "
Aldre hanya tidak mengerti, kenapa kaka bungsunya itu begitu perduli padanya. Hanya dia yang begitu mengerti dirinya, bahkan jika dibandingkan dengan kedua kaka kandungnya.
"Apa yang salah dengan mereka? Kenapa mereka seperti tertukar? "
"Sebenarnya mereka ini menganggap aku apa hah?? "
Lelaki itu membawa kepalanya bersandar pada pada pembatas balkon. Menghembuskan nafas kasar berkali-kali. "Kenapa hanya aku yang merasa seperti tersisihkan? "
"Tidak bisakah mereka lebih perduli sedikit saja? "
"Apa keluarga Courtland lebih berarti dari pada putra mereka sendiri? "
Bukankah sangat egois jika hanya karena hubungan persahabatan yang sudah terjalin lama, mereka mengorbankan perasaan anak sendiri? Harusnya para orang tua itu sadar siapa yang salah disini.
"Apa segitu berartinya ka Bella untukmu ka? "
"Sampai kau lebih memikirkan perasaannya dibanding adikmu sendiri? "
"Apakah aku bukan adikmu ka? "
"Kenapa kau lebih perduli tentang sahabatmu daripada adikmu? "
"Jika aku mati karena mereka apa kau akan tetap seperti ini? "
"Arghhhhh!! "
"Kenapa hidupku harus sepert ini? "
.
Dibalik pintu Apartment, Galih membungkam mulutnya sendiri. Air matanya bercucuran, hatinya hancur mendengar adiknya berbicara seperti itu.
Niatnya untuk meminta maaf pada sang adik sirna sudah. Daniel benar, dia memang egois tidak seharusnya dia seperti ini.
Kevin menatap sang istri khawatir, dia mengerti bagaiman perasaan istrinya. "Tenanglah love. " ucapnya lembut.
"Hiks,,,, aku jahat hubby, Daniel benar kita terlalu egois! Aku dan ayah hanya memikirkan bagaimana perasaan Isabella dan paman. Kami tidak perduli perasaannya. " Galih menangis sesunggukkan, air matanya terus berderai.
"Kita masih bisa memperbaiki ini love. Kita masih bisa merubah kesalahan ini. "
"Apa Aldre akan memaafkanku dan ayah, hubby? " tanya Galih sedih. Kevin mengangguk mantap, "tentu saja love, dia pasti akan memaafkan kita. "
"Mau pulang atau tetap ingin menemuinya? "
"Kita pulang saja hubby, aku tidak mau menemuinya dalam keadaan seperti ini. "
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk kembali ke mansion keluarga Skholvies.
Sesampainya di mansion, Galih langsung berlari menuju kamar. Keano yang melihat hal itu menatap khawatir sang papah. 'Kenapa papah menangis? ' batinnya khawatir.
"Daddy, ada apa dengan papah? " tanyanya begitu melihat sang Daddy masuk. Kevin tersenyum simpul, "tidak apa son, papah mu hanya lelah. "
"Dimana adikmu? " Keano menunjuk kearah taman belakang, "di taman belakang sama Harena. "
"Yasudah, Daddy kekamar dulu ya. " pamit Kevin. Keano mengangguk, menatap sang Daddy yang melangkah menaiki tangga. Memilih kembali menghampiri kedua adiknya.
Diruang kerja, tuan Rayyan termenung. Perkataan putra angkatnya tadi malam masih terngiang di otaknya. Mata tuanya menyiratkan rasa lelah dan bersalah dalam satu waktu.
"Ayah banyak melakukan kesalahan padamu, nak. Maukah kau memberikan kesempatan pada ayah? " mulutnya bergumam sedih. Matanya terus memandang foto keempat putranya.
"Ayah akan melakukan apapun agar kau mau memaafkan ayah. " tangan yang mulai keriput itu mengelus sayang salah satu foto. Didalam foto adalah Aldre saat masih kecil, saat dia baru bisa berjalan.
"Ayah merindukanmu nak, sangat merindukan putra kecil ayah. Kamu tumbuh terlalu cepat Aldre. " air matanya ikut menetes perlahan, membentuk sungai kecil diwajah yang mulai menua itu.
"Masih ada kesempatan untuk memperbaikinya, kita lakukan sama-sama ya! " tuan Rayyan menatap sang istri Yang baru saja masuk. "Bisakah? "
"Tentu saja bisa, ka. Aldre pasti akan mengerti alasanmu. Sekarang hapus air matamu, kamu tidak mau cucumu melihatmu menangis kan? " goda nyonya Riyani. Tuan Rayyan terkekeh geli, "mereka akan mengejekku seminggu penuh. "
"Kakekk,,, " teriakan Erick terdengar keras dari luar. Dengan terburu-buru tuan Rayyan menghapus sisa air matanya.
Cekrekk
Pintu terbuka lebar, menampilkan sosok Erick, putra sulung Daniel. "Aku mencari kakek dan nenek sejak tadi. " adunya.
"Ada apa hm? " tanya nyonya Riyani. "Ayo kita jalan - jalan. Aku sudah lama tidak pergi dengan kalian. "
"Mau kemana memangnya? "
"Disneyland!!! " seru Harena dan Kiransa dari belakang. Erick berdecak, "apansi! "
"Ayo ke Disneyland kakek, nenek. " Kiran merayu dengan cepat, mengindahkan kaka sepupunya yang menatapnya sewot.
"Gak, gak. Gak ada ke Disneyland, pantai lebih asik. " Erick berseru sewot.
"Dis-ney-land!! " sahut Kiran. Baru akan menyahut kembali, Erick kembali terdiam begitu mendapatkan pelototan dari sang adik tercinta, Harena. "Iya-iya Disneyland. " ucapnya mengalah.
Keano terkekeh geli disebelahnya, tangannya menepuk pundak adiknya itu. "Sabar ya, cewe selalu menang hehehe. "
"Jika kalian bisa membujuk paman Aldre, maka kita akan berangkat. " ucap tuan Revano. "Serahkan sama Harena kakek. "
.
Sore hari ini di kediaman keluarga Courtland, suasana ricuh terlihat akibat perdebatan kecil dua bungsu kembar keluarga itu. Dua orang yang sama sama sudah berkeluarga itu tidak henti hentinya mempeributkan hal yang tidak penting.
"GREYSON!! "suara teriakan itu kembali menggema untuk kesekian kalinya.
"Apaansih! Berisik!! " sahut si empunya nama dengan kesal. Hyansen merengut kesal menatap lelaki dengan wajah yang sama dengannya itu. "Kamu kan sudah dapat dari abang, jangan maruk dong"
"Bodo amat! Ora urus" sahutnya santai.
"IHH GREYSON!!!" Hyansen kembali berteriak. "Berisik hyansen, lo pikir ini hutan" kesal lelaki itu.
"Aku akan berhenti teriak kalau kamu kasih Villa itu ke aku!! " Greyson tersenyum tengil. "mau? " tanyanya. Hyansen menganggukkan kepalanya dengan semangat, "mau" wajahnya berubah sumringah.
"OK" ucapnya. Senyuman dibibir wanita itu semakin lebar, matanya berbinar. "Buat aku?" Greyson tersenyum miring. "GAK! BYE!! " lelaki itu langsung berlari meninggalkan saudara kembarnya yang ternganga.
"GREYSONNNNN!!!! "
.
Di taman belakang, Micheal menjewer telinga adik lelaki bungsunya itu. "Kamu tuh ya, sekali kali ngalah sama adikmu. Kenapa sih seneng banget bikin dia marah marah" serunya kesal. Greyson hanya meringis menahan sakit akibat telinganya yang ditarik kencang oleh sang kaka. "Sudah tua juga masih aja usil"
"Aduh ka, ampun ka! Sakit loh ini telinga Greyson" Greyson meringis begitu sang kaka melepaskan jewerannya. "Kejam" Micheal melotot.
"Kenapa sih? Tadi ribut sama adiknya sekarang sama kakaknya? " Tanya nyonya Sofia pada putranya. "Ka Micheal mah, tiba tiba main tarik aja. Kan sakit" adu Greyson.
Nyonya Sofia menatap putrinya meminta penjelasan. "Greyson duluan mah, gak ada cape capenya ngejailin Hyansen. Aku pusing denger teriakannya" jawabnya kesal. "Greyson! " yang ditegur hanya memasang cengiran menyebalkannya. "Hehehe"
"Apalagi si yang kalian ributin?"
"Villa"
Nyonya Sofia menghentikan kegiatannya yang sedang merangkain bunga, dahi wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu mengerut tipis. "Villa? " tanyanya. "Villa apa? Kok mamah gak tau"
"Itu loh mah, yang dikasih ka Justin. Yang di Maldives itu" ujar Micheal. Nyonya Sofia mengangguk paham. "Oh, Villa cantik itu. Kenapa memangnya ? "
"Villa itukan dikasih ke Greyson sama Isabella. Sedangkan Hyansen sudah ngincar lama Villa itu" jelas micheal lagi.
"Loh, tapi Justin sudah memberikan Surat tanahnya ke mamah bahkan Villa dan pulau pribadinya sudah dibalikkan atas nama mamah" ungkap nyonya Sofia. Micheal dan Greyson terkejut mendengar penuturan ibu mereka. "H--hah? T--tapi ka Bella? "
"HAHAHAHAHAHA" suara tawa keras membuat mereka menoleh. Hyansen teetawa bahagia mendengar hal itu, wanita itu bahkan bertepuk tangan dengan kencang. "Rasain!! Emang enak HAHAHAHA" ledeknya.
"****!! " Greyson mengumpat kencang, nyonya Sofia melotot mendengar umpatan putranya itu. "Greyson!! " tegurnya. Lelaki itu cemberut.
Waktu makan malam tiba. Greyson masih memasang wajah cemberutnya dan Hyansen masih asik meledek kaka kembarnya itu. Wanita itu tidak berhenti tertawa.
Isabella dan suaminya tiba di ruang makan. Greyson langsung melotot tajam ke arah mereka. "Kenapa kamu menatap kaka seperti itu? " Tanya Isabella. Wanita itu menaikkan sebelah alisnya. "Kaka bohongin aku" serunya seperti anak kecil.
Isabella memiringkan kepalanya bingung. "Maksudnya? " tanyanya lagi. "Kaka bilang Villa yang di Maldives buat aku. Kenapa sekarang jadi punya mamah" lelaki itu merajuk lucu dengan bibir mengerucut.
"Oh, kaka lupa" jawabnya santai. "KAKA!! " tawa Hyansen kembali pecah mendengar rengekan saudara kembarnya itu. "KAKA MAH!!! " rengeknya lagi. Justin hanya menatap mereka sambil menggelengkan kepalanya. Istrinya ini senang sekali menggoda adiknya.
"Lagian ka Justin kenapa si seneng banget bikin orang iri" seru Michael. Justin menoleh, menaikkan sebelah alisnya. "Ada masalah? " tanyanya santai.
"Tentu aja masalah. Bisa gak ka Justin tuh berhenti manjain Isabella? " serunya lagi.
"Isabella istriku Micheal, apa yang salah?"
"GAK SALAH!! TAPI JANGAN DEPAN KITA JUGA DONG!!!! " kesepuluh saudara beserta pasangan mereka itu kompak menyahut. Membuat sang kaka tertua, ibu juga ayah mereka tertawa keras.
Justin tersentak, begitupun Isabella yang terkejut mendengar teriakan ke sepuluh saudaranya itu. "Iri ? bilang bos..." cicitnya pelan.
"BERISIK!!!!"
"Sudah sudah lebih baik kita mulai makan malam ini. Dan Greyson berhenti menatap kaka mu seperti itu" tuan Revano melerai mereka, mengembalikan suasana seperti semula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Arin
sy kok msih bingung dngn nama"nya,sprtny bnyk bngt pemain'ny🤔
2023-08-09
0