Sinar matahari menerobos masuk melalui celah celah jendela. Membangunkan seorang lelaki tampan yang tertidur tak karuan di atas sofa.
Kepalanya menggantung dipinggir sofa, tangan yang merentang, dan kedua kakinya berada diatas ranjang. Sepertinya si tampan ini melakukan kayang sebelum tidur!
Aldre mengerang, merasakan sakit dikepalanya. Terlalu banyak alkohol.
"Ssshh.. Kenapa aku tidur seperti ini? Haishhh. " Aldre bersusah payah untuk bangkit. Lelaki itu terjengkang, kepalanya menghantam lantai lebih dulu.
"Akkhh. Lantai sialan! " Aldre mengumpat kesal. Memukul lantai dengan keras, menyalahkan benda mati itu yang menciumnya sembarangan.
"Lapar... " ucapnya memelas.
Lelaki itu bangkit menuju kamar mandi. Dia harus membersihkan dirinya, agar kadar ketampanannya tidak merosot.
"Gua gak mungkin masak sambil mabok kan? " Aldre menatap heran sepiring omelette dan sosis di hadapannya.
"Masih anget. Masa iya gua masak pas mabok? " lelaki itu masih asik bergumam, tidak menyadari sama sekali sosok yang sedang menyilangkan tangan didada.
"Kau seperti orang gila jika berbicara sendiri little brother. " Aldre melompat kaget. Matanya melotot horor sang kaka.
"Apa? Kamu pikir kakakmu ini hantu. " gerutu Daniel.
Matanya memicing, "sejak kapan kaka disini? "
"Kepo. "
"Ck "
"Kau mabuk lagi bocah nakal? Berapa kali kaka bilang berhenti mabuk. " Daniel berucap jengkel.
Aldre mengibaskan sebelah tangannya. "Iyaiya. Nanti, kalau gak gabut. " guraunya.
Daniel melempar sepotong sosis, yang ditangkap tepat oleh Aldre.
Daniel menatap lekat sang adik. Ada perasaan lega melihat sang adik masih mau bercanda dengannya.
"Al--" panggil Daniel. "Mm" Aldre menyahut dengan deheman singkat.
"How do you feels? "
Aldre terdiam sesaat, kunyahan di mulutnya melambat. "Why? " tanyanya. Suaranya terdengar berbisik.
"Mulai sekarang, kaka mau kamu katakan apapun yang kamu rasakan pada kaka. Bisakah? " pinta Daniel.
Aldre menatap sang kaka, tersenyum tipis. "Akan aku coba. "
"Baiklah, kaka harus menjemput kaka iparmu sekarang. Jangan mabuk lagi ingat! "
"Mmm. Sampaikan salam ku pada ka Ana. "
Daniel mengangkat tangannya, memberikan tanda ok.
"Kau bukan kaka kandungku, tapi kenapa yang paling perduli? Terimakasih sudah hadir dalam hidupku, ka. Aku tidak tau bagaimana aku tanpamu. " Aldre merasa sangat bersyukur karena memiliki sosok seperti Daniel dalam hidupnya.
Ara termenung di dalam kamarnya. Semua ucapan Daniel tadi malam, masih terngiang jelas diotaknya.
"Ka Daniel benar, aku memang egois. Gak seharusnya aku mengandalkan keluarga karena masalah yang aku buat. " Gadis itu bermonolog.
"Maafkan aku, aku terlalu meremehkanmu. Maaf. " air matanya luruh sekali lagi. Tubuh mungilnya kembali bergetar.
"Bodoh Ara, kenapa kau begitu bodoh. "
Isabella menatap sendu adik bungsunya. Dia tidak bisa berbuat lebih banyak. Adiknya sudah dewasa, dia harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Tubuhnya berbalik keluar, menutup pintu perlahan. Mengusap perutnya yang besar. "Apa kau khawatir pada bibimu sayang? Kau terus menendang perut bunda sejak tadi. "
Wanita hamil itu tersenyum kecil, "jangan marah pada bunda sayang. Mmm, akan bunda adukan pada ayah nanti ya? Kau nakal sekali. "
Bibirnya mengerucut lucu mendapati sang suami yang berdiri tak jauh darinya. Pria yang lebih tua tujuh tahun darinya itu tertawa kecil melihat sang istri yang berbicara dengan perut besarnya.
"Mmm, kaka menertawakan aku! " rajuknya.
"Hahaha, maaf sayang. Tapi lucu melihatmu mengajaknya berbicara seperti itu. " seru Justin.
"Dia terus menendang perutku sejak tadi. " Isabella menunjuk perut besarnya, mengadu pada sang suami.
Justin perlahan mendekat, berjongkok dihadapan perut besar sang istri. "Kau marah pada bundamu, nak? " Justin bertanya sambil mendekatkan telinganya pada perut buncit Isabella.
"Apa? Kamu marah karena ayah tidak mengunjungimu? Ohh anakku, maafkan ayahmu ini ya. Bukannya ayah tidak merindukanmu, tapi apalah daya jika bundamu tidak mengijinkan. Ayah bisa apa nak? " Justin berucap dramatis.
Isabella merengut kesal, menarik telinga sang suami dengan kencang. "Jangan mengada-ngada ya kak! " peringatnya.
Justin meringis, "aku hanya mengatakan apa yang dia mauuu. Siapa yang mengada-ngada. " belanya.
"Aku masih sanggup meremukkan kebanggaanmu dengan ibu jari kakiku jika kaka masih menyebalkan seperti ini. " Justin memasang cengirannya.
Ara tertawa geli melihat sang kaka dan kaka iparnya. Dia yang hendak keluar kamar, mendapatkan hiburan gratis.
"Ka justin ini, sudah tua juga. " ujar Ara. "Tuh dengerin adik iparmu. Kamu itu sudah tua ka. T-U-A" Isabella menyambar cepat.
"Nyenyenye.... Bodo amat bodo amat. " Justin melengos tidak perduli, meninggalkan sang istri dan adik iparnya.
"Kaka iparmu tuh. " Isabella mengeluh. Ara menatap geli sang kaka. "Lohh, itu kan suami kaka. "
"Aku mau tuker tambahhh.. " Isabella memanyunkan bibirnya kesal.
"AKU DENGER YA BEE!! " Isabella melotot horor, sedangkan Ara kembali tertawa kali ini lebih keras.
Suaminya itu, kenapa telinganya seperti gajah. Peka sekali dengan perkataannya. Gagal deh tuker tambah.
Kedua kaka adik itu berjalan beriringan menuju lantai bawah. Setelah keluar dari lift, Isabella berpapasan dengan sang suami yang sedang berbicara dengan kaka keduanya, Javin.
Justin menatap sinis istrinya, sedangkan Isabella hanya melengos acuh. "Tingkah apa lagi yang kau buat hingga suamimu merajuk hah? " sewot Javin.
Isabella menatap abangya tanpa dosa, "skip baperannnn. " ujarnya santai. Tawa Ara meledak, kakaknya ini pandai sekali memancing. Terutama memancing emosi orang.
Javin menggeram, dia tidak mau menjadi pelampiasan sahabatnya itu jika sedang kesal dengan adiknya yang sangat menyebalkan ini. "Isabella!! "
"Apasi ah! Berisik!! "
"Minta maaf pada suamimu! " Javin berseru gemas.
"Ada apa sih? Pagi-pagi udah ribut. " nyonya Sofia datang dari dapur. "Ini loh mah. Isabella, seneng banget mancing emosi Justin. Siapa nantj yang kena imbasnya? " Javin mengadu pada sang mamah.
Nyonya Sofia menatap heran putrinya, "Isabella! Apa lagi kali ini? "
"Ka Bella bilang mau tuker tambah suami mah. " adu Ara. Nyonya Sofia melotot, "Isabella!! "
"Ka Justin udah tua mah, Isabella pengen berondong. " lempeng sekali mulut wanita satu ini.
"Heh!! " Justin berseru kencang. Sekali lagi tawa Ara meledak. Justin benar-benar gemas dengan sang istri. Jika wanita itu sedang tidak hamil sudah dia unyeng-unyeng kepalanya.
"Pahh.. Liat anakmu nih! Ampun dehh." Nyonya Sofia mengadu pada sang suami yang baru saja tiba. "Ini baru anak papah. " ucap tuan Revano bangga.
Javin berdecak, sudah dia duga papahnya ini pasti mendukhng putri kesayangannya. "Kan kan ketauan kan ajar ajaran sape! "
Ara benar-benar tidak bisa menghentikan tawanya. Gadis itu sampai bercucuran air mata. Semua orang tersenyum, Isabella memang selalu bisa mencairkan suasana.
Justin melepaskan sepatunha, menyambit adik iparnya. Lemparan mengenai tepat punggung gadis itu. "Seneng bener lu ya? Hah, pengen tak hihh.. " sewotnya.
"Ka Justin harus liat muka ka Justin tadi. Kaya ditagih utang ama mantan. " ledek Ara.
"Heh!! Yang sopan ye aman orang kaya! "
"Apaan sih boo. Buaya lo lepas onoh ege, tangkep buru, ntar bangkrut lohh.. " Isabella kembali meledek sang suami.
"Kok bangkrut? " tanya tuan Revano bingung.
"Lahh papah lupa? Usaha suami aku kan penangkaran kadal berkedok buaya. " ujar Isabella polos.
Kali ini Javin yang tertawa keras. Lelaki itu bahkan sampai berguling di lantai. Para pelayan yang sejak tadi mendengar tak lagi bisa menahan taws mereka.
Justin menatap geram istrinya. "Gua tinggal pas lahiran kelar hidup lo. " ancamnya.
Isabella langsung merengut. "Ahhh, aku bercandaaa... " rengeknya.
"Bodo amat...bodo amat..."
"Kaka ihhh... "
"Kakaaaa... "
"Aku bilangin Jeven nihhh... "
"Ora urussss... Ora urusss... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments