Kabar Buruk

Bian sedang asik menyesap rokoknya ketika ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari seorang pengawal harus mengacaukan ketenangannya.

“ Gimana ? " Tanya Bian dengan nada malas.

“ Operasi sudah selesai bos. Tapi dokter minta bicara langsung ke bos. " Jelasnya.

“ Ok gue kesana ! " Bian segera bangkit dari smoking area di taman samping rumah sakit.

Bian berjalan cepat, sesuatu pasti telah terjadi pikir Bian karena jika yang datang kabar baik dan operasi nya berhasil tentu saja Bian tidak akan sampai diminta bertemu dengan dokter. Sesampainya disana dokter sudah menunggu dengan raut menggelap.

“ Ada kabar buruk apa ? " Tanya Bian dengan nada sarkasnya.

“ Bagaiaman anda tau Pak ? Itu .. "

“ Ck .. Dari wajahmu saja saya bisa lihat kegagalan. Katakan ! " Titah Bian setelah memotong kata kata dokter bedah.

“ Pendarahannya sudah terkendali begitupun organ yang rusak sudah kami perbaiki semaksimal mungkin, tapi keadaannya kritis kehilangan banyak darah dan terjadi kegagalan di beberapa organ. Saya rasa pasien tidak akan bisa bertahan lebih lama. ” Jelas dokter panjang lebar.

“ Bawa dia ke ruang perawatan dan perhatikan. Pastikan dia sadar sebelum menemui ajalnya ! Jika tidak maka karir mu akan mati bersamaan kematiannya "

“ Baik Pak kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat pasien stabil " Jawab Dokter itu segera karena merasa ngeri akan ancaman Bian.

Bian menarik nafas panjang, lalu berjalan perlahan menuju ruang Ibunya beristirahat. Seperti janjinya, Bian akan datang mengabari Diana secara langsung meski sekarang masih pagi buta.

“ Mi .. apa sedang tidur ? " Tanya Bian yang melihat Diana meringkuk di atas ranjang perawatan.

“ Enggak Bi. Kemari " Jawab Diana seraya membalikkan tubuhnya memperhatikan putranya yang terlihat berekspresi datar itu.

“ Maaf Mi, Bian kesini tidak untuk mengabarkan kabar baik .. " Bian menunduk.

“ Lantas ? " Diana bangkit untuk memperhatikan apa yang akan putranya bicarakan.

“ Orang itu tidak akan bertahan lebih lama lagi " Sesal Bian.

“ Apa dia memiliki keluarga Bi ? Mami ingin bertemu dengan siapapun keluarganya. " Pinta Diana dengan suara serak.

“ Ada seorang adik perempuan, tapi lebih baik mami tidak menemuinya. Dia gadis yang kurang ajar ! " Sungut Bian.

“ Bian jaga bicara mu. Dia tentu bersedih kita harus memaklumi jika dia berkata yang kurang menyenangkan "

“ Bagaimana mami aja .. " Bian membantu Diana turun dari ranjang lalu memapah nya berjalan menuju ruangan Renata di rawat setelah pingsan.

Kaki Diana terasa lemas, kepalanya pun sedikit pusing mungkin karena lelah berlari semalam dan juga kehujanan di tengah malam. Diana kini duduk di sofa samping ranjang Renata, menunggu gadis muda itu sadar dari pingsan nya. Di samping Diana juga di temani Bian yang sedang terlelap karena lelah berjaga semalaman.

“ Emh kakak .. " Panggil Renata masih dengan mata terpejam.

“ Bangun nak, ada saya disini " Seru Renata yang merasa iba pada gadis itu.

“ Siapa anda ? " Tanya Renata begitu sadar sepenuhnya.

“ Saya Diana, yang kakak mu tolong semalam. "

“ Oh jadi Ibu yang sudah membuat kakak ku celaka ? " Cerca Renata.

“ Maaf sayang, saya juga tidak mau seperti ini. Maafkan saya " Diana terisak memohon ampun pada Renata.

“ Apa hati mu sedingin itu ? Kamu tidak lihat mami ku pun sangat menderita ? Mami ku tidak meminta kakak mu menolongnya. Tapi kakak mu dengan sadar menolongnya sendiri. Jadi berhenti bersikap seolah kami yang mencelakai kakak mu ! " Bentak Bian yang terbangun mendengar keributan di depan matanya.

Seketika Renata pun terdiam, Renata akhirna ikut terisak menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dalam dadanya. Tanpa sadar Renata pun memeluk Diana, pelukan yang terasa begitu nyaman. Pelukan seorang ibu yang telah lama tak Renata rasakan.

“ Bisakah saya menemui Kak Tama ? " Tanya Renata begitu merasa tenang.

“ Sebentar .. " Jawab Bian yang segera mengambil ponsel untuk mencari tau kabar Tama.

“ Ayo ! Biar aku antar .. " Ajak Bian yang hendak membantu Renata turun.

“ Tidak perlu ! Saya bisa sendiri. "

“ Baiklah terserahmu saja ! "

Renata berjalan menyusuri lorong rumah sakit di temani Bian di sampingnya. Bian pun bukan ingin mengantar gadis keras kepala ini, hanya saja itu permintaan Diana dan Bian tak kuasa menolaknya. Mereka berjalan dalam kesunyian, baik Renata maupun Bian memilih bungkam.

“ Pakai dulu ini .. " Bian memberikan pakaian khusus yang harus di kenakan ketika akan memasuki ruang intensif.

Tanpa suara Renata pun mengambilnya lalu segera mengenakannya. Begitu masuk, Renata melihat Tama yang dipasangi seluruh alat penunjang hidup di sekujur tubuhnya. Tangis Renata kembali pecah, di genggamnya tangan Tama lalu menangis di atasnya.

“ Kak bangun .. Rere gak bisa kalo gak ada kakak. Rere hidup sama siapa kak ? " Isak gadis itu.

Bian hanya bisa mendengar dan memperhatikan Renata dari belakang, Bian meraih ponsel di saku nya lalu memerintahkan Alvin asistennya untuk mencari tau latar belakang Tama dan Renata. Bian ingin memastikan apa kah benar mereka hanya hidup berdua dan tidak mencoba untuk menipu keluarganya agar menjadi iba.

Waktu berlalu, jam di dinding pun menunjukkan pukul satu siang. Alvin baru saja datang dari Jakarta. Ya sebelumnya Diana dan Bian ke kota ini hanya untuk kunjungan kerja. Mahesa Hospital memiliki lima cabang di seluruh Jawa-Bali dan salah satunya yang berdiri di kota kelahiran Renata.

“ Kok bisa gini sih Mi ? " Tanya Alvin khawatir, Diana sudah Alvin anggap seperti ibu nya begitu pun sebaliknya.

“ Polisi masih mengusut motif nya, Mami juga belum tau Vin. "

“ Alvin udah bilang biar Alvin aja yang kesini tapi mami bersikeras kesini. Lantas korban penusukan itu udah baikan Bi ? " Tanya Alvin pada Bian.

“ Masih kritis, gimana Lu udah dapet kabar identitas Tama sama adiknya ? "

“ Menurut orang kepercayaan gue disini mereka udah cari tau dan kabar itu valid. Sejak 8 Tahun yang lalu orangtua mereka sudah meninggal karena kecelakaan dan Tama satu satunya tulang punggung sekaligus keluarga yang Renata punya. " Jelas Alvin pada Bian.

“ Om ? Tante ? Kakek ? Nenek ? Yakin mereka cuman berdua ? " Tanya Bian semakin heran.

“ Gak ada Bi, orangtua mereka anak tunggal. Kakek nenek mereka juga udah lama meninggal. " Tambah Alvin

“ Malang sekali nasibnya Bi .. Kalo kakak nya gak selamat dia akan sangat menderita. "

Bian menjatuhkan tubuhnya di sofa lalu menarik nafas panjang, Bian berpikir Diana pasti akan meminta untuk membawa gadis itu pulang setelah tau bagaimana keadaannya jika nanti Tam benar benar tidak dapat diselamatkan.

“ Bagaimana pun caranya selamatkan lelaki itu ! Berapapun perawatan nya dan kalo perlu bawa dia keluar negeri gak masalah saya yang akan menanggung semua perawatannya. " Titah Bian pada dokter yang menangani Tama.

“ Kondisi pasien tidak stabil untuk di bawa ke luar negeri Pak, terlebih keadaannya pun semakin menurun. "

“ Saya tidak peduli. Saya menggaji mu mahal untuk memastikan kerja mu bagus dok ! " Intimidasi Bian.

“ Tapi seberapa mahal pun Bapak menggaji kami, kita tidak bisa melawan kehendak Tuhan ! "

Bukan karena iba atau tanda terimakasih Bian melakukan semua ini, tapi Bian tidak mau terikat lebih jauh dan akhirnya di manfaatkan oleh orang orang yang bahkan baru saja di kenalnya dalam semalam.

Terpopuler

Comments

Lanjar Lestari

Lanjar Lestari

Wah di sini ada Tama Alvin,Bian,Renata,Diana semoga Tama selamat.

2024-05-04

0

Siti Karomah

Siti Karomah

semoga Tama bisa diselamatkan 🤲🤲🤲

2023-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!