Safira Nadhifa Almaira. Gadis berusia 25 tahun. Orang di sekitarnya mengenalnya sebagai gadis yang cantik, pintar, pemalu dan baik hati. SMP dan SMAnya adalah sekolah favorit di kota ini. Ektra kurikuler yang diikutinya adalah Karate dan Kerohanian Islam. Dia juga kuliah di Perguruan Tinggi Negeri favorit di Indonesia yang letaknya berada di Surabaya. Saat kuliah dia hanya mengikuti kegiatan Kerohanian Islam dan Bakti Sosial di kampusnya. Orang yang baru mengenalnya akan menyangka jika dia pendiam, tapi teman-temannya akan tertawa jika Safira disebut gadis pendiam. Sepertinya Safira cukup cerewet tetapi akan berubah pendiam pada orang yang baru dikenalnya dan di depan laki-laki. Saat ini tinggal sendirian di rumahnya, kedua orang tuanya membeli rumah di Yogyakarta saat adeknya kuliah di sana dan lebih sering tinggal di sana bersama adeknya. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan Safira belum pernah punya pacar tetapi sebenarnya banyak laki-laki yang mencoba mendekatinya. Dan saat ini laki-laki yang dengan terang-terangan mendekatinya adalah Bagas Aditama. Namun, Safira seperti menjaga jarak dengan laki-laki. Teman dekatnya di tempat kerja bernama Ira. Dia lebih sering bepergian dengan temannya itu atau terkadang malah pergi sendirian. Terkadang pada hari Jumat sore sepulang kerja, dia ikut badminton bersama rekan-rekan kerjanya, tapi dia hanya berada di sana sampai pukul lima sore saja. Sekian dulu laporannya Bos.
Reffan tersenyum menatap kertas yang berada di tangan kanannya. Sedetik kemudian dia tertawa. Rupanya dia membayangkan seorang Safira memakai baju karate yang menurutnya lucu. Agak aneh menurutnya seorang wanita memilih mengikuti salah satu ilmu beladiri, apa dia tidak takut tangannya lecet dan tubuhnya remuk.
"Safira... Safira... Aku akan jadi orang pertama dan terakhir yang memilikimu, kau tunggu ya sayang."
Reffan sudah duduk daritadi ditemani Bayu di tempat yang agak jauh dengan cahaya yang temaram agar tidak terlalu mencolok. Saat ini dia berada di tempat yang akan digunakan Perusahaan Safira untuk melangsungkan makan malam. Teman-temannya sudah berdatangan dan mengantri mengambil makanan yang mereka inginkan lalu duduk di depan meja bundar yang sudah disiapkan.
"Kemana Safira, kenapa belum juga terlihat. Lama sekali dia, apa yang dilakukannya?" Batin Reffan
Reffan sudah melihat Bagas baru saja datang. Dia sedikit menarik ujung bibirnya membentuk senyuman kecil. Perasaannya lega itu berarti Safira tidak bersama Bagas. Senyuman di wajah Reffan mengembang saat matanya menangkap kehadiran seorang wanita bersama tiga temannya yang lain. Safira, mengapa wajahmu begitu bersinar, bahkan aku yakin bisa menemukanmu di tengah kerumunan manusia karena wajahmu itu. Mata Reffan terus mengikuti Safira, kamu cantik Safira, bahkan dengan baju santai seperti itu kamu sangat cantik. Namun, senyumnya langsung terhenti saat dia mendengar obrolan bapak-bapak paruh baya yang menyapa Safira dan teman-temannya yang baru datang.
"Malam Mbak Safira, Mbak Ira, mbak Lila, mbak Dewi..." Sapa seorang bapak paruh baya
"Malam Pak.." jawab mereka hampir bersamaan
"Mari silakan dinikmati..." laki-laki di sebelahnya mempersilakan para wanita untuk mengambil hidangan makan malam.
"Pak, saya itu pernah bilang ke mbak Safira. Ngapain sih mbak susah-susah kerja, gajinya juga gak banyak-banyak amat. Kalo saya jadi mbak Safira, saya pergi ke Jakarta dan jadi model. Enakkan... Bener gak Pak?"
"Model sabun colek ya Pak?" Safira menimpali.
"Mbak Safira sih gak nyadar kalo cantik, tinggi juga..."
Safira tidak lagi menimpali. Dia masih sibuk mengambil makanan di depannya. Setelah itu aku tidak mendengar lagi suara orang-orang. Karena saat ini aku fokus menatap Safira seorang, mungkin suara yang lain hanya backsound bagiku.
"Kamu cantik Safira, tapi kamu hanya boleh jadi model di depanku saja..."
"Maaf Pak, Pak Reffan mengatakan sesuatu?"
"Tidak Bayu, tidak ada." Reffan sampai tidak menyadari perkataan di hatinya menjadi gumaman lirih yang didengar Bayu.
Reffan masih menatap Safira yang ternyata mengambil tempat duduk tidak jauh di depannya. Safira dan teman-temannya mengambil meja paling belakang untuk menikmati makanan mereka. Ini sangat menguntungkan bagi Reffan karena dia bisa melihat wajah Safira dari arah samping. "Selalu cantik, dari depan atau dari samping tetap cantik. Padahal kamu terlihat tidak memakai riasan Safira, tapi mengapa bisa secantik itu." gumam Reffan dalam hati.
Reffan sudah tidak mempedulikan ada Bayu di sampingnya yang sejak tadi menatap heran pada bosnya yang senyum-senyum sendiri karena selama ini Reffan adalah orang yang jarang tersenyum. Sejenak Reffan berhenti menatap Safira mengalihkan pandangannya ke suara seseorang melalui pengeras suara.
"Selamat Malam Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu. Acara malam ini bebaaas." disambut riuh tepuk tangan orang-orang di depannya.
"Sambil menikmati makan malam, saya persilakan hadirin yang ada di sini untuk menyumbangkan suara emasnya pada malam hari ini. Siapakah yang akan menjadi yang pertama...." Suara sang MC mulai tak terdengar, karena penontonnya meneriakkan nama seseorang.
"Inilah Pak Putra... Manager kita...Tepuk tangan untuk Pak Putra..."
Seorang lelaki paruh baya berusia empat puluh lima tahunan maju menyambut mic yang diberikan kepadanya. Setelahnya musik terdendang mengiringi lagu lawas yang Reffan sendiri tak mengetahui lagu itu.. tapi suasana malam ini menjadi lebih indah karena lagu tersebut.
"Selanjutnya...." suara MC kembali mengambil alih perhatian
"Bagas.... Bagas... Bagas..." Suara hadirin meneriakkan nama laki-laki brengsek itu.
"Populer juga kamu." Batin Reffan.
Reffan kembali menatap Safira. Safira terlihat memejamkan mata kemudian menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Lalu memasukkan makanan ke mulutnya dan mengunyahnya dengan sangat perlahan. Bagas mulai menyanyikan lagu. Entahlah Reffan tak tahu lagu itu, lagu yang ada kata-kata cintanya, dia benar-benar tak tahu lagu itu. "Lagu dan suara sama-sama aneh." Batin Reffan.
Belum juga musik yang mengiringinya selesai, orang-orang sudah berteriak-teriak... "Lagi.. lagi..."
"Hah, apa yang mereka pikirkan. Suaranya bisa merusak gendang telinga dan kaca-kaca di hotelku Benar kan Bayu?"
"Apa Pak, maaf Pak Reffan?" Bayu yang sedang meminum tehnya kaget mendengar namanya disebut Reffan.
"Lupakan!" Reffan mendengus kesal.
Bayu menatap wajah bosnya dan masih terheran-heran dengan sikap bosnya yang tiba-tiba aneh.
"Lagu selanjutnya, saya akan ditemani seseorang... " Bagas melangkah maju dengan mic masih di tangannya dan Reffan memandang tajam ke arah Bagas karena dia tahu ke arah mana Bagas melangkah. Safira.
Tangan Reffan mengepal, tatapannya semakin tajam. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Safira. Reffan bisa melihat Safira terdiam pandangannya menatap meja di depannya.
"Mari Mbak Safira..." Bagas sudah berada di samping Safira. Seketika Safira meletakkan sendok dan garpunya. Dia menyatukan tangannya di depan dada seperti orang yang meminta maaf. Kemudian mengambil sendok dan garpunya lagi dan menggerakkan bergantian agak cepat ke arah mulutnya. Lalu meletakkannya lagi dan mempertemukan kedua tangannya di depan dada lagi. Dia memberikan isyarat bahwa dia sedang makan dan memohon maaf. Safira masih dengan posisi tangannya di depan dada menghadap ke arah Bagas dengan senyum yang dipaksakan. Dia tidak bicara seolah memberi tahu kalo ada makanan di mulutnya. Wajah kecewa menghinggapi Bagas. Reffan tersenyum senang sekali.
"Saya ditolak Pak, sakiiit!" tangan kanan Bagas mengepal di depan dada kirinya seolah mengisyaratkan rasa sakit. Disambut tawaan orang-orang yang mendengarnya.
"Lebay!" gumam Reffan.
Bayu melirik ke arah bosnya tanpa berani berkata apapun. Senyum kemenangan menghiasi wajah Reffan. Dua menit yang lalu saat melihat Bagas melangkah menuju Safira, dia memikirkan apa yang harus dilakukannya apakah dia akan menyuruh orangnya mematikan listrik, atau dia akan menghantam wajah Bagas, atau dia akan menarik Safira pergi dari tempat ini, karena dia tidak mungkin merebut mic di tangan Bagas dan menyanyi bersama Safira. Suaranya pasti aneh saat bernyanyi. Reffan terlihat kembali tersenyum, mengingat apa yang dipikirkannya dua menit yang lalu.
"Safira kau bisa membuatku gila. Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi." Teriak Reffan di dalam hatinya.
"Bayu, bagaimana kabar voucher menginap untuk Safira? Apa yang dikatakan Safira?"
"Awalnya Ibu Safira menolaknya. Tapi kemudian mengatakan InsyaAllah Pak."
Penuturan Bayu membuat Reffan tersenyum. Itu artinya kemungkinan besar Safira akan datang kembali menginap di hotelnya.
"Siapkan semuanya Bayu. Jangan ada kesalahan. Dan pastikan pegawai kita menghubungi Safira lagi untuk mengingatkannya. Pastikan Safira benar-benar datang. Oya, kamu kirim nomor Safira ke saya."
"Baik Pak!" Bayu menjawab dengan cepat. Dia tak mengira urusan hati bosnya akan menjadi tugas juga baginya. Dan dia harus menyiapkan segala kemungkinannya. Karena yang dilihat Bayu saat ini, sikap Reffan benar-benar labil seperti ABG yang baru jatuh cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments