"Apa maksud mu?" tanya Lendra yang langsung berdiri di depan Safania dan menatap Vania dengan tatapan penuh dendam.
"Aku berurusan dengan mu bukan dia!" jelas Vania dengan tegas dan menunjuk kearah Safania yang masih meringis kesakitan.
"Dia Istriku, Dia berhak ikut campur urusanku!" bantah Lendra pula.
"Lalu bagaimana dengan Tania? Dia bukan Istri mu? Di saat pernikahannya dia pergi meninggalkan acaranya hanya karena kelakuan suaminya biad*b seperti mu!" ucap Vania tampa rasa takut sedikit pun di hatinya dan jari telunjuknya mengarah tepat di wajah Lendra dan hampir mengenai hidung lelaki itu.
Mendengar ucapan wanita yang ada di hadapanya, Lendra menyapukan seluruh pandangan keisi ruangan, benar saja sosok istri pertamanya itu tidak di temukan olehnya.
"Apakah kamu ada mencari keberadaanya?"
"Belum apa apa saja kamu sudah tidak bisa bersikap adil, belagu mau poligami!" ujar Vania dengan senyum miring meremehkan di bibirnya menatap pria itu.
"Kamu bicara yang sopan ya!" ucap Safania yang kini berdiri di sebelah Lendra.
"Kenapa? Posisi kamu terancam? Dasar pelakor!" ujar Vania lagi yang kini menatap Safania dengan kedua bola mata melotot dan di akhiri dengan sedikit mendorong dada Safania mengunakan jari telunjuknya.
"Apa kamu juga sudah menganggap diri mu sopan, sudah mengambil suami orang?" lanjutnya lagi dengan sinis.
"Untuk pertama kalinya aku bisa maafin kamu memperlakukan Safania seperti itu tapi tidak untuk yang kedua kalinya!" bela Lendra menatap Vania seakan siap memakan wanita yang ada di hadapanya itu dan jari telunjuknya tepat sejajar dengan bola mata kiri Vania.
"Berani kamu sama wanita?" bela Rafa pula yang tak terima kekasihnya mendapatkan perlakuan seperti itu. Rafa menarik ujung tangan Lendra dan memutarkan seluruh tubuh lelaki baj*ngan itu.
"Kalian mau membuat acara saya rusak Ha?" teriak Lendra setelah Rafa melepas cengkramnya. Kini keempatnya menjadi pusat perhatian para tamu undangan yang hadir.
"Acara ini sudah rusak sejak tadi tapi kamu baru menyadarinya sekarang!" ucap Rafa dengan nada pelan namun ia menekan setiap kata yang keluar dari mùulutnya.
"Tutup mulutmu!" pinta Lendra dengan menunjuk wajah Rafa.
"Vania, Rafa, tinggalkan tempat ini!"
Tifani yang sejak tadi sudah menyaksikan kejadian itu kini menghampiri keempatnya.
"Ma, Vania ngk rela kalau Tania mendapat perlakuan seperti ini dan Vania juga ngk ikhlas kalau Tania harus hidup dengan lelaki brengs*k seperti dia!" ucap Vania yang menghampiri ibunya yang berada di belakangnya di ikuti oleh Rafa.
"Tapi sebaiknya sekarang kita cari Tania dulu!" ujar Tifani.
"Tante Fani bener, lebih baik kita cari Tania dulu!" ucap Rafa pula.
"Widya, gue kangen banget sama loh!" seru seorang lelaki yang semakin mendekatkan dirinya dengan Tania yang juga ikut mendekat denganya.
"Evannn!" teriak Tania.
Brugghhhhh
Tubuh mungil milik Tania terjatuh kedalam dekapan lelaki itu. Lelaki yang bernama Evandi itu segera menangkap tubuh Tania, wanita itu kerap ia sapa dengan sebutan Widya dan tampa pikir panjang ia segera membopong tubuh Tania dan memasukanya kedalam mobil pribadi miliknya dan kebetulan saat ini ia mengendarai mobilnya sendiri tampa membawa supir yang biasa mengantarkanya.
"Lendra aku capek dan aku ingin istirahat!" ujar Safania dengan manja di tubuh lelaki kekar itu.
"Yasudah mari aku antar kekamar!" jawab Lendra dengan senyum tulusnya.
"Aku ingin di temani oleh mu!" ujarnya lagi dengan menyandarkan kepalanya di bahu Lendra sembari mengelus dada Lendra.
"Ma, Tania kemana?" ucap Vania panik. Kini ketiganya sudah berada di dalam mobil putih milik Rafa siap untuk menelusuri seluruh jalanan kota mencari keberadaan sepupunya yang baru saja menghilang itu.
"Mama juga tidak tahu Sayang!" ujar Tifani berusaha tenang walau sebenarnya pikiranya lebih kacau daripada anaknya itu. Ia meletakan kepala Vania di atas bahunya dan menyandarkan kepalanya di atas kepala Tania sedangkan Rafa ia duduk di sebelah kursi sebelah supir yang mengendarai mobilnya.
"Kita tenang dulu semua karena kalau pikiran kita kacau, Tania ngk bakal ketemu!" saran Rafa menolehkan kepalanya kearah kursi belakang mobilnya.
"Vania coba kamu ingat siapa teman Tania selain kamu, bisa jadikan Tania di situ?" usul Rafa pula.
Vania segera merogoh sakunya dan mengambil handphone miliknya dan menghubungi salah satu kontak yang ada di ponselnya.
"Halo, Nad!"
"Vania lagi sama kamu ngk?"
"Oh, Makasih ya Nad!"
"Gimana?" tanya Tifani setelah Vania selesai bicara dengan orang yang di hubunginya itu.
"Tania ngk ada Ma!"
"Ya Allah kemana anak itu?" ujar Tifani yang kini wajahnya kembali di lumuri oleh air mata.
"Maafkan aku Kak Nisha, Aku tidak bisa menjaga amanah mu, aku telah lalai menjaga Tania dan membiarkanya menikah dengan lelaki seperti Lendra, Maafkan aku Kak Nisha!" ucap Tifani tersendu sendu.
"Ma yang sabar Ma, Kita pasti bakal jumpa kok sama Tania, Mama yang tenang dulu ya!" ucap Vania berusaha untuk menenangkan ibunya itu dengan kembali menegakan tubuh Tifani dan menyandarkan kepala Tifani di bahunya dan mengelus elus lengan kanan Tifani dengan lembut.
"Tante yang tenang, Tania pasti bakal kembali kok!" ujar Rafa pula yang tidak tega melihat Tifani yang semakin menjadi jadi dengan tangisanya itu.
"Fani, Kakak minta tolong jagain Tania sampai dia dewasa dan sampai ia bisa untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri ya!" pesan Nisha dengan suara terputus putus dan banyak sekali tarikan nafas yang keluar setiap ia mengeluarkan beberapa kata dari mulutnya.
Tubuh wanita itu terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan infus yang berada di tanganya dan beberapa selang lain di tubuhnya. Wajahnya terlihat sangat pucat dan bibirnya yang mulai memutih.
"Kakak jangan ngomong gitu, kakak yang harus jagain Tania sendiri, Kakak harus sembuh, Kakak harus janji sama aku!" ujar Tifani dengan wajah yang sudah banjir oleh air mata dan tanganya yang mengengam erat tangan Nisha.
"Kakak sudah ngk sanggup!" jawabnya lembut dan tersenyum.
"Mas Fadli sudah pergi Kak dan sekarang Kakak mau nyusul Mas Fadli?, Siapa yang akan merawat Tania, Kak?, Tania butuh kasih sayang Kakak!"
"Kak yang di bilang Fani bener, Tania masih butuh Kakak, Kakak yang kuat ya!" ujar Bashan pula yang merupakan suami Tifani yang sejak tadi memegangi punggung istrinya yang membungkuk itu karena menyamakan posisinya dengan Nisha.
"Kakak sudah ngk sanggup Han!"
"Kakak pasti kuat!" Tifani.
"Han, Kakak titip adik Kakak ya jagain dia, bimbing juga anak kalian, Kakak juga titip Tania sama kalian!" ucap Nisha tersenyum.
"Fani ngk ikhlas kalau Kakak juga pergi sama seperti Mas Fadli!"
"Ini sudah takdir Kakak, Kakak titip Tania ya!"
"***... ha .. du .. Allah.. Illah ... Ha .. llla.
Allah...Wa.. as.. ha ... du... Anna ... Muhamad.. Dur ... Rasuallah!"
"Kak Nisha!" teriak Tifani yang langsung memeluk tubuh wanita itu dengan isak tangis yang semakin kuat sedangkan Bashan yang juga tidak kuat melihat istrinya itu, ikut menumpahkan air matanya dan menjatuhkan kepalanya di bagian perut kakak iparnya itu.
"Kak Nisha kenapa pergi?" tangis Tifani.
"Mama, aku sudah bawain buburnya buat Ma ..." ucapan gadis kecil itu terhenti saat melihat tantenya yang menangis di atas tubuh ibunya. Ia baru saja tiba di ruangan Nisha di rawat dan kini masih berada di depan pintu ruangan itu dengan membawa kantong plastik putih bersama Vania yang berada di sebelahnya.
"Tante, Mama kenapa?" tanya Tania yang kala itu masih berusia lima tahun dan kini sudah berada di sebelah Bashan.
Mendengar suara mungil itu, Bashan menegakan tubuhnya dan mengendong Tania kedalam dekapanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Pia Palinrungi
tania kamu harus kuat jalanin aja, kamu menikah bukan krn cinta tp krn bituh uang...kamu bs jalanin dgn seiring nanti suaminya yg akan menyesal
2023-02-28
0
ratu adil
jdilah wnita yg kuat tania.toh kmu membutuhkn uangx buat berobat adekmu tdk mncintaix jdi buat aoa kmu skit ati dgn skpx
2022-08-20
0