2. Pertemuan

Lima tahun kemudian. Seorang pria menggendong anak kecil dalam pelukannya memasuki ruangan IGD RS.

"Tolong dia. Dia terjatuh saat bermain" Teriaknya sambil membaringkan tubuhnya di atas brankar.

Dokter datang bersama perawat memeriksa kesehatan dan mengobati lukanya.

"Ini akan dijahit mungkin akan sakit sedikit. Ditahan saja jagoan." Hibur sang dokter. Sang perawat setia di sampingnya membantunya.

"Iya. Jahit saja. Kenapa dokter ikutan parno seperti mama." Sungutnya.

"Kau tak takut boy ?" Tanya si lelaki yang menggendong nya tadi. Bocah itu hanya menggelengkan kepalanya terkekeh kecil.

"Dia bukan putra Anda ?" Tanya si perawat terperangah melihat ketampanan orang itu.

"Papa ku di surga. Bagaimana mungkin dia menjadi Papa aku ?" Jawab bocah itu dengan mencebikkan mulutnya.

Ke empatnya terkejut dengan perkataan anak kecil itu. "Berapa usiamu nak ?" Tanya sang dokter.

"Lima tahun." Jawabnya ketus. " Bulan apa ?" Lanjutnya dokter bertanya, sambil menjahit lukanya.

"Awal tahun. Dan tahun berikutnya ayah pergi meninggalkan kami." Sahut nya lirih.

" Sayang. Arsy ?" Suara nyaring terdengar dari pintu masuk IGD.

"Aku disini mama." Sahut bocah itu dengan memutar bola matanya jengah.

Lelaki yang menggendong nya tadi menahan tawanya melihat ekspresi wajah si kecil.

Lelaki itu baru saja kembali, dari loket administrasi setelah melakukan pembayarannya tindakan medisnya.

"Arsy. Mama takut sekali mendengar kata pak Maman kamu masuk ke IGD karena tertabrak sayang." Kata Shalimar sambil menggenggam tangan putranya.

Sementara sang anak duduk di brankar dengan menggenggam plastik obatnya. Kedua tangannya Shalimar menyapu seluruh muka putranya dan diciumnya puncaknya berulangkali.

"Bukan ditabrak mam. Tapi keserempet dan hanya luka jahit tiga. Ya kan dokter ?" Jawab Arsy santai. Bocah yang bertingkah laku seperti orang dewasa tidak seperti anak seusianya.

"Dia anak hebat ! Dia bahkan tidak menangis saat di obati." Sebuah suara yang dikenalnya, cukup familiar di telinga Shalimar.

Shalimar menolehkan kepalanya ke arah sang dokter. Deg. Azriel ? Pria brengsek itu menjadi dokter rupanya, batinnya. Amarah dan luka itu kembali menyeruak didadanya.

Shalimar menatap tajam dengan senyum sinis dari atas ke bawah. "Spesialis bagian apa anda Dokter ?" Tanyanya lagi dengan nada dingin.

"Bedah umum." Jawabnya gugup. Lelaki itu dapat melihat dan merasakan aura permusuhan yang dikibarkannya.

"Harusnya bagian obygen. Jadi Anda tidak menyia-nyiakan bakat dan kemampuan Anda yang terpendam itu !" Sakarse Shalimar tajam setajam silet.

"Shalimar dengarkan aku." Belum selesai dia berkata sudah dipotong lagi melihat kilatan sorot matanya yang membencinya.

"Jangan panggil aku dengan mulutmu yang bau ! " Jawabnya ketus biar pelan namun pedas.

"Mhm.. Apa kau tak mencium sesuatu Dok? Tanya Shalimar lagi sambil menatap sekelilingnya, lainnya juga mengikuti gerakannya.

Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya bingung. Sedangkan lelaki asing dan Arsy menatap Shalimar kebingungan.

"Bau asap kebohongan dan munafik !" Wanita itu hanya menatap ekspresi Azriel dengan wajah sinisnya.

"Ayo sayang kita ke kasir membayar biaya lukamu." Bergegas dia mengangkat putranya. Nada bicaranya kembali lembut dan ceria.

"Aku sudah membayarnya Nyonya." Lelaki itu mengulurkan tangannya dan kartu namanya. Bryant Cassano dibaca wanita itu sekilas. "Ah. Iya terima kasih." Jawabnya sambil tersenyum tipis.

"Dr. Weizmann. Mohon ke ruangan sebelah kanan." Panggil seorang perawat yang berjaga. Wanita itu memanggilnya berulangkali karena lelaki itu hanya mematung.

Ketiganya menoleh ke arah sumber suara. "Aku bahkan tidak pernah tahu nama panjangnya", Gumam Sharmila lirih pada dirinya.

Mereka berjalan beriringan menuju ke tempat parkir. "Dia anak hebat. Ayahnya pasti bangga memiliki anak seperti dia." Puji Bryant.

"Saya tahu dia mengatakan ayahnya di surga. Saya turut bersimpati. " Ucapnya cepat saat Shalimar hendak mengatakan sesuatu.

Wanita itu hanya mengangguk mengerti. Mereka berpisah di persimpangan parkir. Shalimar menggunakan motornya. Bocah itu berdiri di depan Shalimar yang duduk mengemudikan motornya.

Bryant melihatnya dan mengikutinya perlahan. Hingga akhirnya mereka pun tiba di sebuah perumahan rusun.

Tempat itu kumuh dan berkarat tidak pernah di cat. Jarak antara TKP dan perumahan rusun itu kurang lebih satu blok.

Kenapa anak sekecil itu ada di sana ? Sendiri dengan sepeda ? Batin Bryant bertanya-tanya sambil terus menatap ke arah mereka.

Tak lama kemudian ia kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuannya.

Di tempat lain.

"Dia memiliki anak berusia sekitar lima tahun. Sama saat usianya dengan masa kami berpisah dahulu, namun dia memiliki ayah ? " Batin Daniel Azriel Weizmann.

"Apakah dia memiliki lelaki lain waktu itu ? Apakah dia selingkuh seperti Stella Maris ?" Batinnya bermonolog dalam hati.

Di hotel mewah. Seorang pria baru saja memasuki ruangan di depannya ada dua orang telah menunggunya.

"Tuan hasil pertemuan dengan para investornya berhasil dengan baik. Tuan More sudah mengatasinya ini laporan dan berkas-berkasnya yang harus Anda teliti, semuanya sesuai instruksi Tuan." Davis Shen memberikan setumpuk dokumen penting di meja kerjanya.

Lelaki itu yang barusan saja duduk adalah orang yang sama dengan yang menggendong anak kecil ke ruang IGD RS siang hari ini.

Lelaki bernama Bryant Cassano duduk tanpa memerhatikan pakaiannya yang masih ada noda darahnya.

Orang-orang di sekitarnya menatapnya heran. Biasanya dia langsung mengganti barang-barang yang di dekatnya jika kotor atau sejenisnya.

"Kenapa ?" Bryant mengangkat wajahnya dan menatap ke arahnya. Davis dan Rania menatap wajah sang Bos tertegun.

" Maaf pak,Kemejanya ? Apa tidak sebaiknya di ganti lebih dahulu ?" Kata Rania perlahan. Bryant Cassano melihatnya sekilas dan menekuni berkasnya. "Tak perlu susah-susah. Aku toh tak ada pertemuan kan hari ini ?" Jawabnya datar.

Mereka berdua berpandangan sekilas kemudian mereka kembali ke tempat semula.

Di apartemen. "Sayang. Lain kali hati-hati jika bersepeda. Dan janganlah jauh-jauh mengerti ?" Shalimar menasehatinya dan dijawab oleh Arsy dengan anggukan kepala.

Anak itu asyik membaca buku-buku bekas yang di dapatkan dari Pak Maman si penjual buku bekas dekat komplek perumahan rusun.

Anak itu di titipkan di sana oleh Sharmila karena permintaan lelaki itu, yang sendiri tinggal di ruko tempat lapak dan sekaligus tempat tinggalnya.

Lelaki itu senang akan kehadiran bocah lelaki itu. Karena dia hidupnya sebatang kara, maka dia memohon Sharmila agar menitipkan saja padanya tanpa membayar.

Dia juga sudah menganggap Sharmila seperti putrinya. Mereka sering bertemu karena Sharmila seringkali menitipkan peyek buatan dia di ruko sebelahnya.

Karena iba dan memahami posisi hidup sendirian maka mereka menjadi dekat. Dan lelaki itu sudah menganggap Sharmila seperti putrinya.

Sharmila menetap di rusun itu sudah hampir tiga tahun. Awalnya dia memiliki sepeda sekarang dia dapat membeli motor bekas metic.

Karena usaha dan ikhtiar dia tak pernah berhenti. Semuanya demi sang buah hatinya.

Terpopuler

Comments

Atoen Bumz Bums

Atoen Bumz Bums

aq sedikit bingung

2022-05-30

0

Nurjannah Suryandini

Nurjannah Suryandini

ehm... LG jd cwe ko murah bgt SH . Bru d ksh kata2 rayuan aj dh berani buka paha & ksh keperawanan ny tuk org yg bukan muhrim ny...,jd dgn mudah ny pula d tinggalkan & d buang dh KY sampah yg habis manis sepah d buang,.... GK bs jaga diri & jaga kehormatan keluarga,miris....😢😞

2022-05-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!