Beberapa saat kemudian, Riza kembali ke kamar Dilla dengan membawa bungkusan plastik berisi buah-buahan. Saat ia memasuki kamar, Dilla tengah tertidur.
Riza melihat nampan berisi makan siang milik Dilla belum tersentuh. Riza melihat ke arah Dilla yang terlelap. Tak lama Dilla pun membuka matanya.
Dilla duduk di tempat tidur. Karena perutnya terasa lapar, Dilla menarik nampan kemudian mulai memakan makan siangnya.
Melihat Riza yang sedari tadi diam saja, membuat Dilla bingung.
“Mas, mas kenapa?. Dari tadi saya perhatikan diam saja. Mas tidak makan?” ucap Dilla sambil memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya.
“Aku sudah makan,” jawab Riza singkat.
Riza berjalan menuju sofa yang berada di sudut ruangan. Mencari remote lalu menyalakan televisi. Riza terlihat sibuk menggonta-ganti siaran.
Dilla terkekeh pelan menutup mulutnya saat menyadari kalau sedari tadi Riza menggonta-ganti siaran hanya untuk mencari acara kartun.
Sangking asiknya menonton acara itu, Riza tidak menyadari saat dokter dan perawat masuk ke ruangan untuk memeriksa keadaan Dilla.
“Selamat siang, ibu Syafadilla Aini. Bagaimana keadaan anda sekarang?, ada keluhan?, apa kepala anda masih sering terasa sakit?” Dokter mengajukan pertanyaan dan dijawab dengan gelengan kepala oleh Dilla.
“Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu. Semoga cepat sembuh ibu.”
“Terima kasih, Dok,”sahut Dilla.
“Serius sekali mas Riza menonton acara kartun itu, sampai tidak sadar kalau ada dokter disini, hi..hi..hi,” Dilla membatin.
“Mas Riza!” Dilla memanggil Riza yang sedari tadi asik sekali menonton acara kartun di televisi.
Riza yang mendengar namanya di panggil langsung menoleh ke arah Dilla,
“Ada apa?. Kamu butuh sesuatu?” ucapnya datar.
“Hmm… anu, mas .. hmm, itu. Hmm.. Saya kebelet mas, mau ke kamar mandi. Mas, bisa tolongin saya?. Soalnya saya takut jatuh mas.”
Tampak Riza terdiam sejenak. Ia terlihat ingin menolak permintaan Dilla. Namun, ia tidak tega melihat kondisi Dilla yang masih lemah.
Dengan malas dan terpaksa Riza akhirnya berdiri dari sofa dan menghampiri Dilla. Memajukan tangannya memegang lingkar pinggang Dilla lalu memapahnya ke kamar mandi.
Riza tampak sedikit gugup ketika Dilla melingkarkan tangannya di pinggang Riza.
Riza yang seorang introvert, memang tidak pernah sedekat ini dengan seseorang, karena ia adalah salah satu tipe orang yang sangat merasa risih apabila bersentuhan intens dengan orang lain.
Ia hanya mau bersentuhan sebatas berjabat tangan saja.
Sampai didepan pintu kamar mandi, Dilla masuk kedalam. Dengan sabar Riza menunggu Dilla keluar dari kamar mandi lalu kembali memapah Dilla menuju ranjang.
“Makasih mas,” Dilla membaringkan tubuhnya.
“Hmm..,” jawab Riza singkat.
“Mas, kira-kira saya boleh pulang kapan ya? Soalnya dua hari lagi, saya harus daftar ulang di UNJ. Kalau tidak nanti nama saya bisa dicoret pihak kampus.” Dilla menatap Riza.
“Nanti aku tanya dokter,” jawab Riza tanpa menatap wajah Dilla.
“Terima kasih lho mas sebelumnya, sudah mau menolong saya. Ngomong-ngomong, mas ini tinggal dimana?, trus kerja apa mas?”
Riza menjadi salah tingkah saat Dilla bertanya, terlihat Riza merasa tidak nyaman.
Dilla yang mengerti dengan gerak-gerik Riza pun kemudian berkata, ”Hmm, ya sudah mas, kalau begitu saya tidur dulu.” Dilla menarik selimut kemudian memejamkan mata.
Riza pun hanya terdiam di sofa yang ia duduki, kemudian kembali menonton acara
kartun kesukaannya.
drrrt…drrrt…drrrt
Ponsel Riza bergetar, lalu menggeser tanda berwarna hijau di sana.
“Halo!,” sapanya.
“Halo. Riza loe dimana?, dua hari ini kagak kelihatan, loe kemana?,” terdengar suara pria dari balik ponsel.
“Ada apa?,” jawab Riza.
“Loe dicariin si Irfan noh, kangen katanya. Ha..ha..ha,” terdengar kekehan dari teman Riza tersebut.
“Bilang saja sama dia, aku sedang mencari inspirasi.”
“Tumben banget cari inspirasi. Loe cari inspirasi apaan sih, Bambang?. Udah deh lebih bagus loe dateng ke kantor sekarang. Sebelum si Irfan semprul itu ngamuk. Udah dulu yee. Bye.” Niko menutup panggilan teleponnya.
Riza hanya terdiam kemudian memasukkan ponselnya kembali kedalam saku celananya. Ia mendesah pelan dan melangkahkan kaki ke luar kamar.
Riza pergi menemui dokter untuk menanyakan apakah Dilla sudah bisa dibawa pulang, dokter pun mengatakan bahwa kondisi Dilla sudah sedikit membaik sehingga bisa dibawa pulang, namun Dilla masih harus menjalani rawat jalan untuk memastikan bahwa geger otak ringan dikepalanya sudah sembuh total.
Riza pun tersenyum lega mendengar perkataan dokter saat itu.
--------------------
Desa
Terlihat ibu Dilla sangat merasa khawatir, perasaannya gelisah tidak menentu. Sedari tadi ia memikirkan Dilla, “Kok perasaan ku tidak enak yoo, aku kepikiran Dilla terus. Ya Allah lindungilah anak hamba dimana pun ia berada..,” Ibu Dilla membatin.
Adik Dilla-Syifa menghampiri ibunya yang sedari tadi termenung dan melamun di teras depan rumahnya.
“Bu, ibu kenapa?" suara Syifa membuyarkan lamunan ibunya.
“Ibu kepikiran sama kakak mu, nak. Sejak dua hari yang lalu, perasaan ibu tidak enak. Ibu takut kakak kamu kenapa-kenapa di Jakarta”, terdengar kegelisahan dari suara ibunya.
Syifa pun kemudian mengusap pelan pundak ibunya, “Sudah lha bu, jangan terlalu dipikirkan. Kak Dilla pasti baik-baik saja di Jakarta, kak Dilla kan gadis hebat bu. Mungkin kak Dilla kangen sama ibu makanya ibu kepikiran terus disini. Ibu berdoa saja, Insya Allah kak Dilla baik-baik saja, bu,” ucap Syifa menenangkan ibunya.
“Iya, ibu juga berharap seperti itu.” Ibu mencoba menenangkan pikirannya namun terlihat tatapan yang sangat khawatir terpancar dari sorot matanya.
-----------------------
Jakarta
Ternyata di rumah sakit Dilla pun tidak tenang dan gelisah. Didalam tidurnya, ia bermimpi melihat ibunya sedang menangis dan memanggil namanya.
Dilla mendekati ibunya, ibu pun memeluk Dilla erat dan membelai rambut Dilla lembut.
Tangis Dilla pecah didalam pelukan ibunya. Seketika Dilla membuka mata dan menyadari bahwa ia sedang bermimpi.
Ia kemudian menghapus jejak air mata yang membasahi pipinya.
Dilla melihat Riza masuk ke dalam kamar. Tanpa basa basi, Riza pun mengatakan kepada Dilla bahwa Dilla sudah bisa pulang besok.
Mendengar itu, Dilla pun segera mengucap syukur dan tersenyum gembira. Akhirnya ia bisa keluar dari rumah sakit dan mendaftarkan namanya di kampus impiannya.
“Besok kita akan keluar dari rumah sakit jam satu siang.” suara lembut Riza memecah lamunan Dilla.
“Baik mas. Terima kasih.”
“Mmm…” Riza mengangguk mengiyakan.
“Aku mau istirahat. Kalau ada perlu panggil saja.” Riza melangkahkan kakinya menuju ke arah sofa yang ada di sudut ruangan.
Dilla kemudian mengangguk pelan sembari tersenyum.
Tiga puluh menit kemudian, Dilla merasa kandung kemihnya telah penuh.
Namun, ia tidak mau membangunkan Riza yang saat itu tertidur sangat pulas dan terlihat lelah sekali.
Dilla pun memaksakan diri turun dari ranjang kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi.
Bruuukkkk……..
Baru selangkah berjalan, lutut Dilla yang terbalut perban tepat menabrak pinggiran meja yang ada di depannya.
Seketika Dilla terjatuh, ia merintih dan mengaduh kesakitan memegangi lututnya.
Riza yang mendengar suara dentuman keras seketika membuka matanya. Ia berdiri dan berjalan mendatangi sumber suara. Tampak Dilla tergeletak di lantai memegangi lututnya.
Riza pun membantu Dilla berdiri dengan satu tangan merangkul pinggang Dilla sementara tangan yang satunya lagi menggenggam jari-jemari Dilla melingkari belakang kepalanya.
Saat Riza menggenggam jemari Dilla, ia kembali melihat benda-benda aneh mengelilingi kepalanya dan seketika visual-visual berisi ide pun bermunculan. Otaknya bekerja.
Riza langsung melepaskan genggaman tangannya dari jemari Dilla, lalu meletakkan tangan Dilla melingkar di pinggangnya.
Seketika visual-visual aneh itu pun menghilang.
Riza menggeleng pelan untuk menghilangkan pikiran aneh di kepalanya.
"Apa aku sudah tidak waras?" batin Riza.
“Kamu mau kemana?” Riza bertanya kepada Dilla.
“Saya mau ke kamar mandi, Mas,” jawab Dilla meringis kesakitan.
Riza pun memapah Dilla menuju kamar mandi.
Riza mematung melihat kearah telapak tangannya sambil memikirkan kejadian-kejadian aneh yang terjadi padanya sejak kemarin.
“Ada apa sebenarnya denganku?” Riza menggumam pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
seizy Kurniawan
hai kakak. aku mampir nih
salam dari my enemy is my love
2020-07-12
0
Neni Ruhaeni
lanjut
2020-05-19
0
rikaA
lanjutkan
2020-05-12
0