BAB 02

...HAPPY READING!!!...

Author POV

Kini Vano dan Chika berada di bandara, keduanya sedang menunggu paman Jack yang katanya akan ke bandara dan sedang berada di perjalanan. Chika duduk di kursi yang kosong. Vano? dia duduk di sebelah Chika dan hanya fokus pada ponselnya itu. Sesekali pria itu melirik kearah Chika yang sedang membaca buku, entah buku apa yang gadis itu baca.

Tidak berselang lama paman Jack dan 20 bodyguard datang. Vano bangkit dari duduknya. "Bagaimana, apa Arthur sudah bisa di temukan?" tanya Vano.

"Maaf, Vano. Paman dan yang lain tidak berhasil menemukan Arthur. Sepertinya dia bersembunyi dan tidak mau menunjukan dirinya," jawab paman Jack.

Vano mengangguk paham. "Tak apa, Paman."

Paman Jack melirik kearah Chika. "Dia, gadis yang kau maksud?" Vano mengangguk.

"6 bulan lagi aku akan kembali, dan aku harap Paman dan yang lain bisa menjaga diri kalian," ujar Vano.

Jack tersenyum tipis. "Kamu tidak usah memikirkan Paman. Yang terpenting itu keselamatan kamu. Lebih baik kamu pergi sekarang, situasi belum aman untuk kalian." Vano mengangguk.

Vano menepuk pundak Chika pelan. Chika menoleh kearah pria yang ada di hadapannya, dia menatap Vano bertanya-tanya. "Kita ke pesawat sekarang."

Chika menutup bukunya lalu bangkit. Dia memakai jaket kulitnya, gadis itu memasuki kembali bukunya ke dalam tas ransel kecilnya. "Ayo."

"Kami pamit, Paman." Vano pun pergi dari hadapan paman nya lalu menarik pergelangan tangan Chika.

Paman Jack menatap kepergian Vano. Sedih, karna harus jauh dari ponakannya. Ini kali pertama buat Jack jauh dari Vano, dia juga tidak mau egois. Vano harus pergi, banyak orang yang menginginkan dia mati.

Senyuman terbit di sudut bibir Jack. "Semoga kalian aman," gumam Jack.

Jack melirik kearah anak buahnya. "Katakan pada Letnan, jika Vano akan ke London selama 6 bulan. Perketat keamanan dia dan juga keluarga Chika! Jangan sampe terjadi sesuatu kepada mereka," ujar Jack dingin.

"Baik, Tuan Jack."

Di dalam pesawat Chika dan Vano duduk saling berhadapan. Chika masih bingung, sebenarnya dia mau di bawa kemana oleh pria yang ada di hadapannya? Kenapa setiap di tanya hanya diam.

Chika berdeham pelan yang membuat Vano melirik kearah gadis itu. "Van, kita mau kemana?" tanya Chika.

Ck, Vano berdecak kesal. "Lo nggak bosen apa daritadi nanya kek gitu? Gue yang denger aja sampe bosen," ucap Vano.

"YA, MAKANYA JAWAB DONG. PUNYA MULUT BUKANNYA JAWAB MALAH DIEM AJA!" pekik Chika kesal.

Vano melotot, baru kali ini ada gadis yang berani teriak kepada dirinya. Dan itu hanya Chika Arumitha yang berani. "Lo jadi cewe berisik banget," ketus Vano.

Sedangkan Chika hanya diam, dia sudah malas berbicara dengan orang seperti Vano. Sangat menguras emosi, dia nanya malah di katain cewe berisik oleh pria itu.

"Chika," panggil Vano.

Chika hanya membalas dengan dehaman singkat.

"Lo marah?" Chika tidak membalas ucapan Vano, biar saja pria itu berpikir sendiri.

Vano menghela nafasnya. "Sorry, gue mau bawa lo ke London." Sponta Chika langsung melirik kearah Vano.

Gadis itu kaget, untuk apa mereka ke London? Apalagi disana ada keluarganya. "Ha? Kita mau ngapain?" kaget Chika.

"Ketemu keluarga lo, gue mau minta restu." Chika semakin terkejut, kali ini benar-benar terkejut.

"Are you kidding?" Vano menggeleng. "I'm not kidding, Chika." Vano serius. Pria itu memang berniat mau mendatangkan kediaman Chika yang ada di London.

Chika meremas ujung jaketnya. Entah kenapa dia merasa gelisah, gugup. Itu artinya, Vano beneran akan menikahi dirinya? Apa ini akan menjadi takdir hidupnya yang baru? Menikah di usia muda 20 tahun?

"Tatap mata gue!" tegas Vano.

Saat Chika menatapnya, Vano menaikan sebelah alisnya. "Lo nggak yakin sama gue?" Chika langsung menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu, aku cuman kaget aja. Apa harus nikah sekarang? I mean, nggak bisa pas udah lulus?" ucap Chika.

"Kalo bukan karna mau lindungin lo gue juga nggak mau nikah." Chika bungkam. Apa maksud perkataan Vano barusan? Dia tidak mau menikah?

Vano bangkit dari duduknya, dia pergi ke dalam toilet yang ada di pesawat.

Chika menerjabkan matanya. "Pasrah deh, nikah nikah dah gue." Gadis itu pasrah, mau dia seperti apa juga tidak akan ada gunanya sekarang. Kedua orang tuanya juga pasti setuju, apalagi sang Mommy sudah menyuruh dirinya menikah terus.

Di dalam toilet Vano membasuh wajahnya. Apa tindakannya benar? Menikahi gadis yang baru dia kenal berapa jam lalu hanya untuk melindungi gadis itu dari musuhnya?

Bisa saja Vano melindungi Chika tanpa harus menikah. Namun, pastinya Arthur akan melakukan hal licik ketika ia sedang lengah. "Apapun resikonya gue terima," gumam Vano.

Vano keluar dari dalam toilet dan kembali ke tempat duduknya. Saat Vano kembali dia melihat Chika yang sekarang sudah tertidur, perasaan tidak sampe 10 menit Vano pergi ke toilet deh, kok sudah tertidur saja?

Pria itu duduk di sebelah Chika dan menyenderkan kepala gadis itu di pundaknya. Vano memejamkan matanya, dia merasa mengantuk juga sekarang.

Dua jam kemudian Chika terbangun dari tidurnya. Dia merasakan ada yang memeluk ia, gadis itu terkejut saat tau ternyata Vano memeluknya. Chika merubah posisinya, dia gugup dekat dengan cowo sampai sedekat ini.

Gadis itu menatap kearah jendela sekilas. Mereka berada diatas ketinggian yang entah berapa jauh jika dari atas. Chika melirik kearah Vano, sebenarnya dia lapar. Namun, tidak tega jika harus membangunkan pria itu.

"Bangunin jangan? Gue laper..." lirih Chika.

Jika, Chika sudah kelaparan maka dia akan menangis. Aneh, namun itu faktanya tentang Chika Arumitha jika kelaparan.

Chika menghembuskan nafasnya panjang. "Vano bangun." Gadis itu menepuk pipi Vano lembut, dia tidak punya pilihan lain. Mau tidak mau harus membangunkan pria itu sekarang.

"Ihhh Vano bangun. Bangun, Vano!!!!" kesal Chika karna Vano tidak bangun-bangun.

Perlahan Vano membuka matanya, dia menatap kearah Chika sayup. "Apaan sih? Ganggu gue tidur lo," ketus Vano yang tidak suka tidurnya diganggu oleh orang.

Chika menerjabkan matanya. Dia meremas ujung roknya, entah kenapa saat Vano bangun tidur terlihat sangat ganteng. Apa matanya mulai tidak beres? Apalagi saat pria itu mengucek-ucek mata dia. "A--anu, gue laper." Chika gugup, tatapan Vano sangat datar yang membuat dia jadi gudup.

Tanpa sepatah kata Vano bangkit dari duduknya dan meninggalkan gadis itu yang sekarang terdiam dikursi. Chika menatap Vano dengan tidak percaya, pria itu emang sangat cuek dan dingin ya? Sikapnya sangat tidak bisa ditebak.

Hikss, Chika mengeluarkan isakan. Perutnya sakit banget, magh dia kambuh lagi pasti. "Mommy, Chika laper..." lirih Chika.

Saat Vano kembali keningnya mengerut melihat gadis itu menangis. "Kenapa?" tanya Vano datar.

"Laper, perut gue sakit hikss," isak Chika.

Vano duduk disebelah Chika. Dia memberikan makanan yang sudah diambilkan dari pramugari. "Nih, makan." Bola mata Chika tersenyum senang, gadis itu langsung menghapus airmatanya. Dia menerima makanan yang diberikan oleh Vano, rasa lapar dia sudah tidak bisa ditahan lagi.

>>>>>>>>>>>>>>

Kini Chika dan Alvano sudah sampai di depan kediaman rumah Chika. Mereka baru saja tiba, rumah yang terlihat sangat besar dari luar halaman, namun terlihat sepi juga. Chika mengerutkan keningnya, apa keluarga dia pergi semua? Sangat sepi banget rumahnya.

Vano melirik kearah samping. "Lo yakin mereka ada dirumah?" celetuk Vano yang sejak tadi diam.

"Kayaknya, apa mungkin mereka keluar?"

Chika melangkah masuk ke dalam rumah. Tepat di depan pintu, gadis itu menatap sekitar rumahnya lagi untuk memastikan apa keluarga dia ada di rumah atau tidak.

Tok tok tok

Gadis itu mengetuk pintu rumahnya yang besar. Dia mencoba mengetuk sekali lagi, namun tetap sama aja. Tidak ada orang dirumah ini. Percuma juga ia mengetuk pintu berkali-kali dengan kencang, tidak ada sautan apapun dari keluarganya.

Vano menatap sekitar rumah Chika. Dia melihat ada sebuah tulisan yang terpasang di dinding dekat garasi. "Chik, keluarga lo pindah. Itu ada tulisan di dekat pintu garasi." Mendengar hal itu Chika langsung melihat tulisan yang dimaksud oleh Vano barusan.

"Mereka pindah?" gumam Chika yang terlihat sendu karna keluarganya pindah tanpa sepengetahuan dia.

Chika menghembuskan nafasnya panjang. "Vano, kita cari apartemen ya? Gue mau istirahat," ucap Chika tersenyum.

Vano tertegun dengan senyuman Chika. Apa gadis itu masih bisa biasa aja ketika keluarga dia pindah tanpa bilang? Vano mengangguk. "Kita ke apartemen gue." Pria itu menarik pergelangan tangan Chika dengan lembut dan membawanya keluar dari perkarangan rumah gadis itu.

Sebelum benar-benar pergi, Chika kembali melirik kearah rumahnya yang memiliki banyak kenangan di dalamnya. "Mom, Dad kalian di mana? Chika pulang..." lirih Chika

Mereka kembali masuk ke dalam mobil yang dibawakan oleh bodyguard Vano. Tujuan mereka kali ini adalah apartemen milik Vano. Apartemen yang terletak di pusat kota London langsung, dia sengaja memilih tinggal di sana agar lebih gampang untuk memantau keberadaan musuhnya.

Vano sudah yakin, jika musuhnya akan menyusul dia sampai ke sini. Karna Arthur tidak akan membiarkan Vano hidup dengan tenang sampai dia mati.

Dan selama di perjalanan menuju apartemen Chika hanya melamun. Gadis itu jadi kepikiran dengan keadaan keluarganya, apa mereka semua baik-baik saja? Kenapa pindah tidak memberikan kabar kepadanya? Chika jadi tidak tenang. Ia takut terjadi sesuatu kepada keluarganya itu.

Diam-diam Vano memperhatikan Chika. Dia tau gadis itu pasti sedang memikirkan tentang keluarganya.

30 menit kemudian mereka sampai di apartemen. Vano membuka pintu apartemen miliknya itu lalu masuk ke dalam yang diikuti oleh Chika di belakang. Saat pertama kali masuk ke dalam, Chika terperangah dengan apartemen Vano yang sangat mewah dan luas banget. Bahkan 5 kali lipat luasnya daripada apartemennya yang ada di Indonesia.

Vano melirik kearah Chika. "Lo tidur dikamar yang kosong, di sini ada tiga kamar. Terserah lo mau pilih yang mana, nanti kalo udah nikah baru kita satu kamar," celetuk Vano.

Chika terdiam sejenak. "Kalo aku nikah sama kamu, apa aku boleh minta sesuatu?" ucap Chika pelan.

Namun, Vano dapat mendengarnya. "Tell me!"

"Cari keberadaan orang tua aku. Aku pengen ketemu mereka, aku takut terjadi sesuatu sama semua keluarga aku. Mereka pindah tanpa bilang apa-apa dan pasti terjadi sesuatu sama mereka," lirih Chika.

"Tanpa lo minta gue akan cari mereka. Jangan banyak pikiran, biar urusan ini gue yang ambil alih. Tugas lo cuman santai aja, percayain semuanya ke gue," jawab Vano.

Chika mendongakan kepalanya. Dia tidak percaya jika Vano mau mengabulin permintaan dirinya, ia sempat berpikir jika Vano tidak akan mau menerima permintaan dia yang satu ini.

Vano meninggalkan Chika yang masih berdiri di dekat pintu. Langkahnya terhenti karna tiba-tiba Chika memeluk dia dari belakang. "Vano, makasih," bisik Chika.

Pria itu berdeham pelan. Ia melepaskan pelukan Chika dan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Tanpa Vano sadari jika Chika tersenyum lembut kepadanya.

Merasa capek juga setelah perjalanan jauh Chika berjalan menuju kamar yang kosong. Dia lelah, sangat lelah. Apalagi harus terjebak dalam situasi seperti ini. Ia akan menikah?

Menikah dengan seorang Alvano Narendra? Pria yang mendapatkan julukan psikopat. Leader gangster yang sangat di seganin oleh banyak orang, bahkan dunia. Bukan hanya itu, Vano juga dikenal banyak orang karna dia CEO termuda. Pria itu sudah mengambil alih tugas sang Papa dulu. Sedikit demi sedikit Vano paham tentang dunia bisnis.

Di dalam kamar Vano merebahkan tubuhnya diatas ranjang. "Sehari tanpa ada gangguan bisa nggak? Capek banget kalo setiap hari kayak gini terus," gumam Vano.

Vano merubah posisinya menjadi duduk. Ia teringat sesuatu, kalo sebentar lagi akan menikahi teman sekampusnya. Lucu, yang awalnya Vano tidak mau menikah, sekarang? Harus menikah karna situasi yang seperti ini.

"Chika Arumitha." Nama itu adalah yang terus terngiang-ngiang di dalam benak Vano hingga sekarang ini.

Tiba-tiba saja Vano tersenyum sendiri mengingat tadi Chika memeluknya. Ini adalah pertama kali ada yang berani memeluk dirinya dari belakang. "Ternyata gitu rasanya dipeluk sama perempuan? Nyaman..." ucap Vano tanpa sadar.

Vano tersadar langsung menggelengkan kepalaya. "Lo kenapa sih? Masa dipeluk sama Chika aja bisa sampe senyum gini." Vano mengusap wajahnya dengan kasar.

Tak mau memikirkan apa-apa lagi Vano memilih untuk mandi saja. Badannya cukup lengket setelah perjalanan jauh dari Indonesia sampai ke London. Cukup memakan waktu yang lama banget buat dirinya.

Dan di kamar yang berbeda Chika yang baru saja selesai mandi. Dia ingin melakukan rutinitasnya, yaitu memakai skincare agar wajahnya tetap terawat dengan baik dan sehat juga pastinya.

Chika menatap dirinya dari pantulan cermin. "Kalo gue beneran nikah sama Vano gimana, ya? Mommy sama Daddy izinin nggak? Terus kalo mereka tau pekerjaan Vano yang sebenarnya gimana?" ucap Chika sendiri.

"Tapi kalo di liat-liat, Vano punya sisi baik juga. Bahkan dia termasuk orang yang peka, cuman nggak semua orang tau dia lebih dalam lagi. Dan gue jadi penasaran sama Vano yang sebenarnya, dia pasti asik banget." Chika sudah membayangkan melihat sikap Vano yang berubah menjadi lembut seperti hello kitty. Gadis itu terkekeh pelan saja.

>>>>>>>>>>>

Malam ini di kota London sangat dingin. Chika yang sedang memasak di dapur untuk makan malam dirinya serta Vano, walaupun sangat dingin banget dan membuat dia hampir tidak tahan dengan dinginya kota London sekarang. Padahal dulu biasa aja, mungkin karna sudah berbeda iklim dengan Indonesia dan London.

Gadis itu membuat sup kali ini. Tak lama Vano datang kearah dapur karna mencium bau masakan yang sangat enak di penciuman dirinya.

"Lo masak apa?" tanya Vano tiba-tiba.

Chika terkejut. "Astaga Vano! Kamu bikin kaget aja deh, tiba-tiba nongol di belakang aku lagi," kesal Chika.

Vano menatap Chika. "Maaf. Gue nggak bermaksud buat lo kaget, gue penasaran sama apa yang lo masak sekarang," kata Vano.

"Aku bikin sup. Karna di sini dingin banget, jadi aku bikin yang anget-anget deh," ucap Chika tersenyum.

"Oh. Yaudah, kalo udah jadi bilang. Gue ke ruang tv dulu." Vano melangkah'kan kakinya menuju ruang tv untuk menunggu Chika selesai masak.

Chika tersenyum tipis. Dia melanjutkan masaknya yang sempat tertunda karna Vano tadi. Sup buatannya hampir jadi, hanya tinggal menunggu berapa menit lagi.

Skip

Setelah makan malam bersama keduanya duduk diruang tv. Antara Vano dan Chika hanya saling diam satu sama lain. Hening, sangat hening. Hanya suara televisi yang meramaikan ruangan ini. Chika canggung, begitu'pun dengan Vano yang tidak pernah dekat perempuan.

Vano berdeham pelan. "Chika."

Chika melirik kearah Vano, entah kenapa dia jadi gugup. Gadis itu meremas ujung piyama miliknya, tatapan Vano membuat ia menjadi tambah gugup banget.

"Kenapa?" tanya Chika.

"Gue udah atur tanggal pernikahan kita. Kalo minggu depan lo mau?" ucap Vano.

Pria itu menatap manik mata Chika yang sangat indah. Chika menundukan kepalanya. "M--minggu depan?" gugup Chika.

"Lo keberatan?" Vano mengerutkan keningnya, dia merasa aneh dengan tingkah laku Chika sekarang.

Chika menggeleng. "Nggak kok. Cuman...Aku gugup doang," cicit Chika dengan pipi yang sudah bersembu merah.

Entahlah, Chika sangat malu dan selalu bertingkah aneh jika di depan Vano.

Hening. Mereka berdua kembali menjadi diam. Vano yang masih setia menatap Chika yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan atau bahkan berkedip. Vano akuin jika Chika cantik, sangat cantik banget malah. Bukan hanya cantik, tapi dia juga pintar yang Vano tau dari omongan anak kampus.

Vano tersenyum tipis, sangat tipis. "Lo lucu."

Degh

Tubuh Chika mematung. Gadis itu semakin gugup ketika Vano benar-benar ada di hadapannya. Jarak diantara mereka sangat dekat, bahkan hanya berjarak berapa centi saja antara Vano dan Chika.

Chika menelan ludahnya kasar. "K--kamu mau ngapain?" gugup Chika.

Vano membisikan sesuatu ditelinga Chika. Gadis itu melotot mendengar bisikan Vano barusan. "Apa sih!!! Kamu tuh ngeselin juga!" kesal Chika.

"Kenapa hm? Lo nggak mau?" ucap Vano seraya menaik-turunkan alisnya.

Pipi Chika merah merona. Gadis menutupi wajahnya dengan bantal sofa. "AAAA VANO JANGAN GITU DONG!!!" pekik Chika.

Vano terkekeh pelan karna berhasil membuat Chika salting sekaligus malu. Chika terkejut melihat pertama kalinya Vano tertawa kecil di depannya. Dia tersenyum.

"Gapapa deh aku dibuat salting sama kesel, yang penting Vano bisa ketawa kayak gini terus. Beban dia kayak terlepas gitu aja." -Batin Chika.

Gadis itu tidak berhenti memperhatikan Vano. "Vano, makasih ya. Aku tau kamu orang baik sebenarnya, cuman sikap kamu di tutup sama pekerjaan kamu sebagai leader gangster," ujar Chika lembut.

Vano menoleh kearah Chika. Pria itu berdeham pelan. "Kalo gue jahat sama lo udah daritadi gue bunuh lo," kata Vano yang membuat Chika terdiam membisu.

Ia bangkit dari duduknya. Vano melirik kearah Chika sebentar. "Gue masuk ke dalam kamar dulu. Lo istirahat mendingan, jangan tidur malem-malem!" tekan Vano yang berlalu dari hadapan Chika.

"Good Night." Langkah Vano berhenti mendengar ucapan itu. "Too." Dia hanya balas ucapan Chika dengan satu kata saja.

Vano masih mau adaptasi dengan Chika. Dia belum terbiasa dekat dengan perempuan sedekat ini. Apalagi notabene Chika calon istrinya, siap tidak siap Vano harus bisa jadi suami yang baik buat gadis itu. Vano tidak mau rumah tangganya kandas ditengah jalan.

Setelah Vano masuk ke dalam kamar, Chika masih berada di ruang tv. Gadis itu membuka ponselnya dan membuka aplikasi Google.

"Cara menjadi istri yang baik."

Ini konyol. Tapi Chika ingin tau apa tugas seorang istri setelah menikah. Menerima pernikahana ini? Mungkin. Chika berpikir jika semua ini adalah takdir hidupnya yang sudah di rencanakan oleh Tuhan untuk dia.

Chika scroll semua yang diberitahu oleh Google. "Ternyata gini, lumayan." Gadis itu terus membaca setiap artikel yang ditemukan, tidak mau ketinggalan sedikit pun.

Di dalam kamar Vano yang sedang berkutik dengan laptopnya. Pria itu mengecek semua perusahaannya dari kejauhan. Data yang di kirim semua oleh tangan kanannya pun akan dia cek satu persatu. Seharusnya Vano tidak perlu capek mengurus semua, namun dia tidak mau mengandalkan orang lain.

Walaupun ada banyak anggotanya bahkan paman Jack sekalipun yang siap membantu dirinya itu.

Vano melirik kearah ponselnya yang bergetar.

"Kebetulan paman Jack nelpon." Tanpa menunggu lama Vano langsung mengangkat telpon tersebut.

Dari sebrang sana paman Jack bersuara menanyakan kabar Vano.

"Hallo, Vano. Bagaimana keadaanmu? Sudah sampai tujuan?"

Vano tersenyum tipis. "Sudah Paman."

"Syukurlah. Kamu harus jaga diri baik-baik, dari kejauhan Paman akan menjaga kamu. Dan beritahu Paman jika kamu dan Chika sudah menikah ya? Paman ingin melihat foto kalian."

"Tentu. Aku akan kirim nanti ke Paman. Oh, ya aku mau minta tolong. Paman lacak keberadaan keluarganya Chika bisa? Mereka pindah tanpa memberitahu gadis itu," kata Vano yang sedikit kasian dengan calon istrinya.

Dari jauh Jack terdiam. "Apa mungkin mereka sudah memulaikan rencana?" gumamnya.

Vano mengerutkan keningnya. Kenapa tidak ada jawaban lagi? Apa sambungan telponnya terputus? Namun tidak deh.

"Paman akan lacak mereka. Kamu dan Chika jangan terlalu memikirkan ini semua. Biar kami yang urus semuanya."

Vano mengangguk. "Terimakasih Paman." Sambungan telpon pun terputus. Vano senang, karna selama ini Paman Jack sudah menggantikan posisi Papanya. Dia selalu ada buat Vano. Dari kematian orang tuanya, Jack tidak pernah meninggalkan Vano sendirian.

Bahkan ketika menjalankan misi pun dia membawa Vano. Walaupun beresiko, namun meninggalkan anak itu dirumah tanpa adanya dia jauh lebih beresiko.

Dan Vano sudah menganggap Jack adalah Ayahnya. Ia sangat sayang kepada pria paruh bayah itu sampe sekarang. Vano berkata, kalo Jack mati dengan cara terbunuh. Maka dia akan membalas semua kematian tersebut dengan kejam.

......>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>......

Terpopuler

Comments

Na Jaemin Gff

Na Jaemin Gff

yey kak Aya Up

2022-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!