HAPPY READING!
Setelah dari kantor suaminya, Chika memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe. Niatnya dia mau ke toko buku, namun dia urungkan karna kepikiran dengan pembicaraan Vano sama paman James.
Chika menatap kearah luar jendela di mana sedang gerimis. Gadis itu menghela napas panjang, tidak jauh dari mejanya ada beberapa bodyguard Vano yang akan selalu menemani istri dari majikan mereka.
"Apa aku salah nggak memberikan hak aku ke Vano dari awal? Gimana ya, aku bingung. Apa aku harus melakukan itu sama dia? Sedangkan yang aku tau kalo orang melakukan hubungan suami-istri karna cinta, tapi aku dan Vano?" gumam Chika.
Bingung, pembicaraan mereka benar-benar membuat dirinya jadi kepikiran.
Brukk
"Hikss Mommy..." Suara anak kecil yang terjatuh yang membuat Chika mengalihkan pandangannya tertuju kepada satu keluarga kecil.
Dan sepertinya, orang tua anak itu seumuran dengan dia sekarang. Karna mereka terlihat muda dan anak itu sepertinya masih 3tahun.
Chika terus memperhatikan mereka, di mana seorang wanita yang menenangkan anak mereka dengan cara meniup luka yang ada di lutut anak itu. Lalu, wanita itu berkata yang membuat hati Chika tersentuh.
"Anak Mommy nggak boleh nangis, katanya mau jadi superhero biar bisa lindungi Mommy, kok cuman jatuh malah nangis?"
Kira-kira seperti itulah. Chika mengulumkan senyumannya, dia teringat dengan adek laki-lakinya. "Apa sebahagia itu menjadi orang tua? Dan apa menyenangkan ketika kita menghabiskan waktu bersama keluarga kecil?" tanya Chika sendiri.
"Chika, gue bakal buka hati buat lo. Pernikahan buat sebuah permainan, gue mau kita terus bersama sampe maut yang memisahkan kita." Perkataan Vano semalam terngiang-ngiang dia kepalanya, apa benar dia akan membuka hati? Bagimana kalo tidak?
Gadis menggeleng pelan. "Seharusnya gue percaya sama Vano. Karena laki-laki sejati itu yang bisa membuktikan ucapannya, bukan hanya omong kosong aja," kata Chika.
"Yeah, gue harus percaya sama Vano. Dan gue harus bisa jadi istri yang baik buat dia."
Chika bangkit dari duduknya yang membuat para bodyguardnya juga berdiri. Mereka menghampiri Chika. "Nyonya mau pulang?"
Para bodyguard Vano yang bertugas menjaga Chika berasal dari Indonesia. Jadi, mereka tidak perlu berkomunikasi dengan bahasa asing. Cuman terkadang Chika menggunakan bahasa asing, mungkin karna dia berada di negara kelahiran dan dia di besarkan.
Chika menggeleng. "No, antar saya ke Mall." Mereka mengangguk patuh lalu mengawal Chika dari belakang.
Mereka keluar dari dalam cafe, Chika masuk ke dalam mobil Alphard hitam yang di belikan Vano untuk mengantarkan istrinya kemanapun dan kapanpun Chika yang mau.
Sedangkan di tempat lain, Vano baru saja mendapatkan laporan baru jika istrinya ingin pergi ke mall. Dia memang sudah menugaskan salah satu orang kepercayaan dia untuk melaporkan kemanapun istrinya pergi dan juga memperketat keamanan Chika agar lebih aman.
"Terus kawal Chika dan perketat keamanan. Jangan sampai musuh melukai gadisku, walaupun seujung kuku doang! Mengerti kalian?" kata Vano lewat earphone yang di sambungkan ke semua bodyguard Chika.
"Mengerti Tuan!"
Vano memutuskan sambungan tersebut, dia menatap sang paman yang masing berada di kantornya. "Secepatnya kita harus menemukan keberadaan keluarga Chika," celetuk Vano.
"Kamu serahkan saja semuanya kepada kami. Tugas kamu sekarang membuatkan Pamanmu ini cucu, paham?" kata James.
Lagi dan lagi membahas itu. Vano memutarkan bola matanya malas, apa tidak ada pembahasan lain, selain anak? Dia sangat bosan. Apalagi sang Paman benar-benar sudah ingin dia dan Chika punya keturunan.
Vano menatap datar pamannya. "Apa tidak ada yang lain? Buat anak tidak segampang yang kalian pikirkan," balas Vano.
"Justru itu, buatnya saja tidak gampang. Lantas kenapa kamu dan Chika belum ada usaha? kalian ini tinggal buat aja apa susahnya. Jangan sampe paman turun tangan juga nih supaya kalian memberikan paman cucu." James menaik turunkan alisnya yang membuat Vano menyeritkan kening dia.
"Turun tangan?"
James mengangguk pelan. "Memberikan obat perangsang kepada kalian berdua," ujar James santai.
Bola mata Vano melotot. "Gila!" cetus Vano.
James terkekeh pelan, dia sudah bisa menebak jawaban dari keponakannya ini. Pasti akan kaget dan mengatakan dirinya gila, James sudah hafal dengan ponakanya.
Pria itu tersenyum tipis. "Ingat, jangan lupa membuat Pamanmu ini cucu yang banyak! Biar keturunan Narendra tidak punah!" tekan James serius.
"Di pikir hewan kali punah," gumam Vano.
Vano bangkit dari duduknya dan menatap Pamannya. "Vano masih ada rapat, apa masih mau menunggu di sini?" tanya Vano kepada pria itu.
James menggeleng. "Tidak, Paman masih ada urusan yang jauh lebih penting daripada menunggumu." Vano mengangguk paham.
Keduanya keluar dari dalam ruangan Vano, mereka berpisah ketika Vano menuju ke ruang rapat, sedangkan James pergi kearah lift yang tidak jauh dari ruangan ponakannya.
Sebelum masuk ke dalam lift James melirik kearah keponakannya sekilas, dia tersenyum tipis karna bisa ketemu dengan Vano lagi. Setelah berpisah 7 tahun lebih, karna dulu Vano harus ikut dengan kembarannya ke Indonesia untuk menghindar dari musuh mereka, siapa lagi kalo bukan keluarga Arthur yang menginginkan keluarga Narendra mati.
James memasuki lift dan tak lama pintu lift tertutup.
Di tempat lain Chika berada di sebuah mall terbesar di kota London. Gadis itu menyuruh para bodyguardnya menunggu di sebuah cafe, karna Chika harus pergi ke salah satu brand pakaian dalam. Dia malu jika harus diikutin oleh para pengawalnya.
Chika menatap beberapa lingerie dress yang ada dihadapan dia. "Sexy banget." Chika menerjabkan matanya, apa ia harus memakai baju dengan kain yang tipis dan transparan?
"Huftt, gapapa. Ini kewajiban aku sebagai istri untuk melayanin Vano, iya gapapa," gumam Chika.
Satu pegawai menghampiri Chika dengan tersenyum ramah. "Excuse me mrs, how can I help you?" celetuknya.
Chika membaca nametag pegawai itu. "I want this lingerie." Chika tersenyum manis yang membuat sang pegawai ikut tersenyum.
Pegawai itu mengangguk pelan lalu mengarahkan Chika ke sebuah sofa dan mengambilkan barang yang dimaksud oleh Chika barusan. Sebenarnya, Chika baru kali ini membeli barang seperti baju dinas seorang istri untuk melayani suaminya.
Gugup, tapi dia menepis semua itu.
Chika berpikir apa yang akan dia lakukan setelah membeli lingerie? Tidak mungkin dia berpenampilan biasa untuk melakukan aksinya nanti malam. "Gue harus perawatan."
Ia tertekad akan perawatan setelah dari toko ini. Chika tidak mau nantinya Vano berpaling darinya karna dia yang tidak pintar merawat diri sendiri. Lagian juga Chika tipe perempuan yang sangat rajin memanjankan dirinya. Jika sedang libur atau tidak sibuk, maka dia akan perawatan ke salah satu klinik kecantikan.
>>>>>>>>>>>>>>
Setelah menyelesaikan rapat untuk kedua kalinya Vano kembali ke ruangan. Dua jam dia membicarakan tentang perusahaan yang akan bekerja sama dengan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang fashion.
Vano duduk dikursi kebesarannya. Dia melirik kearah ponselnya yang sudah dia tinggalkan selama rapat. Vano memang tidak pernah membawa ponselnya ketika sedang rapat dengan para karyawan ataupun clientnya.
Ia membuka ponselnya dan mendapatkan pesan dari orang kepercayaannya. Bola mata Vano terbelalak melihat sisi laporan tentang istrinya hari ini. "Chika ngapain beli lingerie? bukannya aku sudah siapkan semua keperluan dia, termasuk pakaian dalamnya?" gumam Vano heran.
Pria itu zoom foto istrinya yang sedang perawatan. Vano tersenyum tipis ketika tau istrinya pintar merawat diri, tapi disatu sisi dia masih penasaran, kenapa Chika membeli lingerie? apa yang akan dilakukan gadis itu.
"Kalo dia pake di depan gue nggak bisa jamin bisa nahan hasrat, gimanapun gue cowo normal. Apalagi dia punya body yang bagus banget dan membuat gue nggak bisa berpikir jernih," kata Vano.
Pria itu mengusap wajahnya. "Apa sih yang gue pikirin?" gumam Vano yang menggelengkan kepalanya, dia tidak mau berpikir yang tidak-tidak sekarang.
Mencoba untuk fokus pada kerjaannya, tapi dia benar-benar dibuat penasaran. Apa yang dilakukan istrinya di sana? Sulit untuk tidak memikirkan laporan dari orang kepercayaan dia tentang Chika.
Vano menghela napas panjang.
Setelah melakukan perawatan 4 jam lamanya, Chika memilih pulang ke apartemennya dengan Vano. Gadis itu memasuki apartemen mewah milik suaminya, baru masuk sudah di sambut dengan dua maid yang akan mengatasi semua urusan pekerjaan di apart.
Chika sudah bilang kalo dia tidak mau pakai maid, namun Vano tetap Vano yang tidak mau ribet orangnya. Dia ingin istrinya bersantai aja, dan menikmati masa muda dia.
Gadis itu memasuki kamarnya dan menaruh semua barang belanjaan dia diatas sofa. Chika menghela napas panjang setelah hampir seharian ke mall, perawatan supaya suaminya senang. Kalo dibilang dia adalah orang yang hemat dalam mengatur keuangan, maka kalian salah.
Chika sangat boros. Dia dari dulu selalu di biasakan hidup tidak hemat oleh keluarganya.
"Kira-kira kalo gue belanja sebanyak ini Vano marah nggak, ya?" kata Chika yang takut suaminya marah nantinya.
Soalnya dia hampir menghabiskan uang 100jt dalam sehari. "Pasti semua uang yang gue pake hari ini masuk ke dalam email Vano, kan gue pake black card dia," sambung Chika.
"Ah, bodo. Dia suami gue, lagian suami gue tajir tujuh turunan. Masa kayak gini jadi masalah besar buat dia." Chika tidak mau memusingkan hal sepele seperti itu.
Chika merebahkan tubuhnya diatas kasur. "Ternyata gini rasanya jadi istri orang kaya? Kerjaannya cuman habisin uang suami doang, nggak boleh beresin rumah, semuanya diatur sama maid. Ya, ada untungnya juga gue nikah sama seorang Alvano," celetuk Chika.
Tok tok tok
Pintu kamar terketuk yang membuat Chika beranjak dari kasurnya. Gadis itu melangkah kearah pintu lalu membuka pintu yang dimana ada maid. "Ada apa?"
"Maaf nyonya, malam ini nyonya mau dimasakin apa ya?" Chika berpikir sejenak, dia bingung mau makan apa malam ini.
Tapi kalo masak juga percuma, suaminya aja pulang larut malam. Chika menatap kearah maid. "Apa saja yang penting ada sayuran. Dan tolong ya, buatin saya salad buah, bisa?" maid itu mengangguk patuh dan berpamitan kepada Chika untuk kembali ke dapur.
Setelah maidnya pergi Chika kembali masuk ke dalam kamar. Dia berniat untuk menelpon Vano dan meminta pria itu agar pulang ke rumah lebih cepat.
Sedangkan ditempat lain Vano yang masih berkutat dengan laptopnya. Ia menyenderkan tubuhnya di kursi kebesarannya, dia sangat capek banget. Vano memijat keningnya yang terasa sangat pusing, banyak berkas dan data yang belum dia chek serta tanda tangan.
Tangan kanan Vano memasuki ruangan pria itu. Dia menghampiri atasannya. "Van, lebih baik kamu pulang saja. Dan seharusnya kamu ambil cuti dulu," kata Rico yang sebenarnya teman Vano.
Vano menatap temannya. "Cuti? buat apa?"
Rico menggelengkan kepalanya. "Memangnya kamu dan Chika tidak honeymoon? Kalian berdua baru nikah," ujar Rico.
Sedangkan Vano terdiam. Apa dia harus honeymoon? Lalu, apa yang harus dia lakukan setelah honeymoon berdua dengan istrinya?
Pria itu menatap Rico. "Menurutmu, apa aku harus melakukan hal itu dengan Chika?" tanya Vano kepada temannya.
Dari sekian banyak teman hanya Rico orang yang di percaya oleh Vano. Pria itu paham dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Vano barusan. "Kalo menurutku penting."
"Emang kamu tidak mau punya anak? Bukannya ini yang kamu mau? Punya keluarga kecil dan keluarga yang bahagia?" sambung Rico.
Vano bangkit dari duduknya lalu menatap kearah jendela. Dia bingung, di satu sisi dia ingin sekali menyentuh istrinya, tapi di sisi lain, Vano merasa ini belum waktunya ia dan Chika punya anak. Bahaya masih mengincar keluarganya dan itu tidak aman.
Dia berdeham pelan. "Apa aku bisa punya keluarga yang aku impikan sejak dulu? Kamu tau sendiri, dari dulu aku tidak pernah tau rasanya di berikan kasih sayang oleh kedua orang tua. Aku takut ketika nanti punya anak malah nggak bisa jadi orang tua yang baik."
Rico sangat paham posisi sahabatnya sekarang. Dia tersenyum tipis. "Aku yakin kamu dan Chika bisa menjadi orang tua yang baik buat anak kalian nanti. Ingat, tidak selamanya kamu mengurus semua ini sendiri, kamu butuh keturunan yang bisa mengambil alih tugas kamu sebagai CEO dan leader gangster," ucap Rico. Dia berharap banget supaya temannya bisa hidup bahagia.
Mendengar kabar Vano menikah benar-benar membuat dirinya senang. Apalagi dia tau, kalo ini pertama kali Vano dekat dengan seorang gadis. Dan dia langsung menikahi gadis itu tanpa adanya ikatan pacaran atau tunangan.
Drettt drettt drettt
Ponsel milik Vano bergetar diatas meja. Pria itu menatap ponselnya yang ternyata telpon dari Chika. Kening Vano mengerut, ada apa istrinya menelponnya? Ini pertama kalinya Chika menghubungi dirinya setelah mereka tukar nomor telpon.
Tanpa menunggu lama Vano mengangkatnya.
"Kenapa?" tanya Vano.
"Anu...Kamu bisa pulang cepet? Uhmm aku tau kamu sibuk. Tapi aku pengen makan malam berdua sama kamu di apart, bisa kamu luangin waktu?"
Vano terdiam mendengar permintaan Chika. Dia melirik kearah Rico sebentar. "Makan malam ya?" ucap Vano.
"Iya, bisa, kan?"
"Bisa, gue pulang sekarang." Tanpa mendengar jawaban dari istrinya, Vano langsung memutuskan sambungan telpon secara sepihak.
Vano merapihkan meja kerja dia lalu menghampiri temannya. "Aku pulang dulu, kamu jangan lembur! Cari gadis sana, kasian aku melihatmu yang masih jadi single diumur 21 tahun hahaha," goda Vano.
"Sialan, aku masih ingin menikmati masa muda dulu. Sana pulang, kalo bisa cuti. Biar aku yang ambil alih tugasmu sementara waktu." Vano hanya mengangguk pelan lalu keluar dari ruangannya yang diikutin oleh Rico.
>>>>>>>>>>>>>
Malam pun tiba. Chika yang sedang bersiap menyambut suaminya pulang, dia belum lama selesai mandi lalu memakai skincare. Gadis itu sudah memakai lingerie yang sangat pas untuknya, tidak terlalu sexy juga untuk dia.
Chika menatap pantulan dirinya dari cermin. Lingerie dress pink soft, dia suka. Warna kesukaannya, ditambah Chika juga suka model dress sexynya. Sesuai dengan kriteria dirinya.
Gadis itu melirik kearah jam. Sudah hampir jam makan malam, sepertinya Vano terjebak macat. "Sebentar lagi pasti pulang."
Ceklek
Chika tersentak kaget saat pintu kamar terbuka. Vano masuk ke dalam kamarnya dan melihat kearah istrinya yang terdiam di dekat meja rias gadis itu. "Ada apa?" tanya Vano.
"Gapapa." Chika menghampiri Vano lalu membantu pria itu membuka jas kerjanya.
Vano menatap penampilan Chika. Dia menelan ludahnya. "Chika, kenapa pake baju kayak gini? Ini kependekan loh! Nanti ada orang lain yang liat," kata Vano.
Chika tersenyum manis. Dia memeluk suaminya dari belakang dengan sangat erat. "Kenapa? cuman kamu yang liat," ucap Chika.
Detak jantung Vano berdetak kencang. Posisi seperti ini membuat dia tidak bisa berkutik, rasanya sangat aneh. Vano merasakan ada seusatu yang kenyal menempel di punggung dia. Posisinya sangat tidak nyaman.
Tangan Chika membuka satu persatu kancing kemeja suaminya. "Vano, play with me?" bisik Chika menggunakan nada manja.
Deg
Tubuh Vano mematung mendengar bisikan istrinya. Jelas dia tau maksud Chika, sangat tau banget malah. Vano melepaskan pelukan dan menatap sang istri dengan aneh.
"Lo kenapa sih? Aneh banget hari ini."
Cup
Chika mengecup singkat bibir Vano. "Gaya bicara kamu ke aku harus diubah, ngerti? Aku ini istrimu, bukan temanmu sayang," bisiknya.
Vano memejamkan matanya, jika terus seperti dia tidak akan bisa menahan hasratnya lagi. Chika terus menggonda imannya, dan siapapun tidak akan bisa menolak jika terus di perlakukan seperti ini.
Pria itu memojokkan tubuh Chika dan mengunci semua pergerakan gadis itu di pojok ruangan. "Jawab pertanyaan gue, kenapa lo pake pakaian kayak gini? Dan kenapa sikap lo aneh?" bisik Vano pelan tepat ditelinga Chika.
"Aku-kamu!!!" tekan Chika yang tidak suka bahasa suaminya kepada dirinya.
Vano berdeham pelan. "Jawab pertanyaan aku sekarang!" kata Vano kembali.
Chika menatap manik mata suaminya dengan tersenyum. "Emang kenapa? Aku cuman mau menyambut suami aku dan melayani dia, ada yang salah emangnya?" ujar Chika heran.
Sedangkan Vano terdiam. Pria itu menjauh dari istrinya dan mengalihkan pandanganya. "Kamu denger pembicaraan aku sama paman?" tebak Vano.
Dia yakin, jika jstrinya berubah seperti ini setelah mendengar pembicaraan dirinya dengan sang paman tadi siang. Bukan tidak suka dengan penampilan Chika sekarang, tapi dia juga tidak akan kuat menahan hasratnya.
Gadis itu tersenyum manis. "Iya. Tapi dari pembicaraan kalian membuat aku sadar, kalo aku dan kamu harusnya bisa melakukan hubungan suami-istri. Vano, kalo kamu mau sentuh aku silakan. Aku akan melayanimu," tutur Chika.
Tatapan mereka saling bertemu. Bullshit jika Vano tidak ingin menyentuh istrinya, apalagi gadis itu memakai baju sexy di hadapannya.
Vano melanggang pergi ke dalam kamar mandi tanpa memberikan respon apapun kepada sang istri. Chika menatap suaminya heran, apa ada yang salah dengan dia? Vano terlihat sangat acuh banget.
Gadis itu duduk di sofa dan termenung. Apa yang dia lakukan salah? Chika hanya mencoba untuk menjadi istri yang baik. Dia ingin Vano mengambil haknya, tapi kenapa pria itu seakan-akan menolak dirinya? Apa dia jelek, makanya Vano tidak mau menyentuhnya? Pikir Chika.
Di dalam kamar mandi Vano terdiam di bawah rintikan shower. Jujur, dia kaget. Chika menyuruhnya untuk menyentuh dia sekarang? Hanya karna gadis itu mendengar pembicaraan dia bersama sang paman dikantor tadi siang. Menolak? entahlah. Dia sendiri aja masih bingung.
Vano mengusap wajahnya kasar.
Dua puluh menit kemudian Vano selesai mandi, dia keluar dari dalam kamar mandi dan melihat Chika yang tertidur diatas sofa.
Vano menghampiri Chika yang tertidur pulas. Ia memandangi wajah cantik Chika, sepertinya gadis itu memang mempersiapkan diri banget. Perawatan yang di lalukan Chika siang tadi sangat tidak mengkhianati hasil.
"Chika bangun. Jangan tidur disofa." Tidak ada sahutan apapun, dia masih tidur dengan pulas banget.
Tanpa pikir panjang Vano mengangkat tubuh Chika dan membawanya ke ranjang mereka.
"Enghhh, Vano maaf. Tadi aku belanja sama perawatan pake uang kamu," celetuk Chika yang sepertinya dia mengigau.
Kening Vano mengerut lalu menurunkan tubuh istrinya diatas kasur. "Gapapa, lo habisin harta gue juga gapapa kok. Bagus lo pake, jadi duit gue bisa berkurang deh," sahut Vano dengan mengelus rambut Chika halus.
Chika membuka matanya perlahan. Dia tadi memang tertidur, namun dia kembali bangun karna mendengar suara suaminya. Vano tersenyum tipis, wajah Chika ketika bangun tertidur sangat terlihat lucu banget di mata Vano. Dan apalagi pipi gadis itu chubby. Rasanya ingin dia makan.
Kruk kruk kruk
Perut Vano berbunyi yang menandakan dia lapar sekarang. Chika tersenyum manis. "Kamu laparkan? Makan yuk," ajaknya yang turun dari kasurnya. Vano heran, kenapa istrinya tiba-tiba tidak mengantuk lagi? Aneh banget bukan.
Vano menahan tangan Chika yang membuat gadis itu tidak bisa menyeimbangkan tubuh. Ia terjatuh diatas dada Vano, keduanya saling melemparkan tatapan dengan jarak yang dekat banget sekarang.
Bibir merah cherry itu sangat menggoda Vano sekarang. Vano memegang bibir Chika.
Cup
Vano menyatukan bibir mereka. Chika hanya diam dan memejamkan matanya saja, dia membalas ciuman Vano ketika pria itu mulai **********. Tangan Chika diatas dada bidang Vano sekarang, keduanya hanyut dalam ciuman yang semakin panas.
Di sela-sela ciuman, Vano menekan tubuh istrinya agar semakin menyatu dengan tubuh dia. Vano melepaskan ciumannya, dia tersenyum. "Persiapkan dirimu, setelah makan akan aku buat kamu tidak bisa jalan seharian besok," bisik Vano lalu bangkit dari kasurnya.
Tubuh Chika mematung mendengar bisikan suaminya barusan. Dia menerjabkan mata, pipi Chika merah merona. "Gue mau di unboxing? SERIUS? AAAA MOMMY ANAKMU MALU!!!" pekik Chika dalam hati.
Gadis itu bangkit dari kasurnya lalu menatap penampilan dia yang sedikit berantakan, namun Chika langsung merapihkan rambut dan dressnya. Tak lupa dia kembali memakai lipstik yang akan membuat Vano candu, Chika tersenyum tipis. Siap tidak siap ini sudah dia pikirkan matang-matang. Apapun resikonya akan dia terima.
...****************...
......................
...****************...
Hai, have a nice daya. Don't forget vote and comment guys!!! And ya, follow my instagram @amlanrl @wattpadadmla_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Fardha1008
ga dilanjut?
2022-09-08
1
fikaacntqq
Next
2022-06-16
0