Flo mendorong Farel dengan sekuat tenaga. Matanya nyalang seakan ingin menelan pria itu hidup-hidup. Gisel yang masih syok saat melihat Farel mencium Karen, semakin terkejut, saat gadis itu mendorong Farel hingga pria itu terjerembab.
"Kurang ajar!" pekik Flo seraya melayangkan tangannya.
"Karen!"
Belum sempat tangan Flo mendarat di pipi mulus Farel, Astrid datang dan menghentikannya. Flo pun menurunkan tangan perlahan.
"Bun," ucap Flo lirih.
Astrid tersenyum pada putrinya itu. "Jangan lakukan itu, Nak," ucapnya.
Astrid mengalihkan pandangannya pada Farel. Menatap pria itu tajam, hingga membuat Farel tertunduk. Sepertinya, Farel ketakutan.
"Keluar dari tempat ini! Jangan pernah ganggu putri saya!" ucap Astrid tegas.
Flo menatap Astrid bingung. Ia tidak pernah mengetahui, jika ibu dari Karen bisa semarah itu pada Farel. Sepengetahuan Flo, Astrid hanya bertemu dengan Farel kali ini. Namun, mengapa terasa ada yang berbeda?
Perasaanku saja, atau memang ada yang aneh? Sepanjang aku membaca novel ini, ibunda dari Karen tidak pernah terlihat marah pada Farel. Ada apa ini?
Begitu banyak pertanyaan yang berseliweran dalam benak Flo. Gadis itu bahkan tak menyadari, jika Farel dan Gisel sudah meninggalkan tempat itu. Astrid mendekat dan memeluk Karen.
"Jangan kotori tanganmu dengan memukul pria seperti itu. Dia tidak pantas mendapatkan amarahmu." Kata-kata Astrid terdengar sangat ambigu bagi Flo.
Flo pun hanya menganggukkan kepalanya, "Iya, Bun," jawab Flo.
***
Flo sudah berada di kamar Karen. Ia mulai mengerjakan tugas kuliah milik Karen. Namun, pikirannya mulai melayang pada kejadian siang tadi di toko. Flo mulai mengambil selembar kertas dan menulis rentetan kejadian yang ia alami sejak satu bulan belakang ini.
"Aku tidak mengerti, tetapi ini terlihat sangat misterius. Aku seperti sengaja ditarik ke dalam novel ini. Bahkan, cerita ini sudah jauh berbeda dengan yang sebenarnya." Flo bergumam sembari berpikir.
Merasa buntu, Flo mengacak rambutnya. Ia merebahkan diri ke atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar.
"Karen, kenapa saat aku butuh bicara denganmu, kamu justru menghilang? Kau hanya muncul disaat tertentu. Kau pasti senang kan, karena tadi Farel menciummu? Aku merasa jijik." Flo bergidik membayangkan hal tadi.
Gadis itu mulai kembali duduk di meja belajarnya dan memfokuskan diri pada tugas-tugas kuliah Karen. Meski pikirannya bercabang.
Sementara itu, Astrid tengah menikmati teh di ruang tengah. Pikirannya melayang jauh entah kemana. Sesekali, ia akan tersenyum tipis.
***
Keesokkan harinya, Flo kembali ke kampus seperti biasa. Kini, beberapa mahasiswi mulai mendekatinya untuk berteman. Flo pun, mulai menilai beberapa orang yang menurut gadis itu tulus ingin berteman dengan Karen.
Tidak hanya itu, beberapa mahasiswa juga mulai mendekatinya. Hal itu, terjadi sejak Flo merubah gaya Karen yang terlalu mencolok, menjadi lebih natural.
"Hai, Karen," sapa seorang gadis malu-malu.
Flo tersenyum, "Hai, juga," sapanya kembali.
"Boleh aku jadi temanmu?" tanyanya lirih.
Flo mengangkat kedua alisnya. Tak lama, ia tersenyum dan mengangguk. Gadis itu terlihat senang mendapat anggukan dari Flo.
"Siapa namamu?" tanya Flo.
"Aku Ria," jawabnya.
"Hai, Ria." Gadis itu terlihat berbinar saat Flo menyebutkan namanya. Dia terlihat sangat tulus. Semoga kalian akan jadi sahabat dekat nanti. "Mau ke kelas bersama?" tawar Flo.
Kembali gadis itu menganggukkan kepalanya. Mereka kini berjalan berdampingan menuju kelas. Farel yang melihat kedatangan Karen, ingin menghampiri gadis itu. Namun, Gisel menghalanginya.
Gisel menarik Farel ke tempat lain. Mereka berhenti di lorong samping toilet. "Kamu berubah," ucap Gisel saat Farel menatapnya.
"Berubah? Aku tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang, aku tetap sayang sama kamu." Gisel tersenyum miris.
"Kamu mau membodohiku? Kamu mulai jatuh cinta pada Karen 'kan?" tembaknya telak.
Farel terdiam mendengar kata-kata Gisel. Ia sendiri tidak tahu seperti apa perasaannya pada Karen. Yang Farel tahu, ia merasa kehilangan Karen. Entah sejak kapan, bayangan Karen merasuk hingga ke dalam hatinya.
"Aku tidak tahu. Yang aku tahu, aku kehilangan dia. Kehilangan sikap manjanya, ketergantungan Karen padaku, dan aku merindukan hal itu." Ucapan Farel, membuat Gisel sadar bahwa dirinya telah lama tergantikan oleh seorang Karen.
Air mata Gisel luruh tanpa ia minta. Segera Gisel menghapusnya. Ia berjalan mendahului Farel, pria yang sudah mengisi hari-harinya selama dua tahun ini.
Flo yang memang sedang berada di dalam toilet, sampai menunda keinginannya untuk keluar. Apalagi, saat mendengar namanya disebut.
"Karen!" Farel yang masih di sana, tersentak melihat keberadaannya.
Flo tersenyum manis sekali pada Farel, hingga membuat pria itu salah tingkah. Flo bersidekap menatap pria yang dikejar oleh Karen selama hampir tiga tahun.
"Kau kehilangan diriku? Farel, lanjutkan saja hidupmu bersama Gisel. Bukankah kalian akan segera bertunangan?" Farel terlihat terkejut.
"Dari mana kau tahu tentang itu?" Flo berdeham untuk menetralkan rasa gugup yang tiba-tiba melandanya.
"Feeling aja," jawab Flo sekenanya.
Farel hanya menganggukkan kepala. Diam-diam Flo menghela napas lega. Ia melupakan fakta, jika dirinya berasal dari dunia luar dan mengetahui akhir cerita ini.
Flo pun berjalan meninggalkan Farel yang masih berkutat dengan kebimbangan.
***
Beberapa hari kemudian, Flo mendapatkan undangan dari Farel. Jadi, dia tetap memilih untuk melanjutkan pertunangan itu? Baguslah. Setidaknya, aku tidak perlu merasa bersalah karena membuatnya goyah.
Flo menyimpan undangan itu dan beranjak menuju kantin bersama beberapa teman barunya. Flo dan teman-temannya melihat Gisel yang terlihat bersedih. Karen mengangkat sebelah alisnya, saat melihat kesedihan di wajah cantik Gisel.
"Aku ke sana sebentar, ya," pamitnya. Teman-temannya menganggukkan kepala dan tersenyum.
Flo melangkah mendekati Gisel dan duduk di depan gadis itu. Gisel mengangkat pandangannya pada Karen. Flo merasa, ada tatapan penuh kebencian dari Gisel padanya.
Perasaanku saja, atau dia memang membenciku? gumam Flo dalam hati.
"Pergilah! Aku tidak ingin bicara denganmu!" ucapnya sarkas.
"Aku hanya ingin mengucapkan selamat, apa tidak boleh?" tanya Flo.
Kembali Gisel menaikkan pandangannya pada Karen. "Selamat?" Flo menganggukkan kepalanya.
Gisel tertawa dan membanting sendok di tangannya. "Kau selalu menyebalkan seperti biasanya. Kau itu ingin menertawaiku kan?"
Flo menautkan kedua alisnya. Ia merasa tidak sedang menertawai siapa pun. Ah, ini pasti masalah pembicaraan mereka di dekat toilet kemarin.
"Tidak. Aku benar-benar ingin mengucapkan selamat." Flo berbicara dengan penuh keyakinan.
"Aku senang kau menjauhi Farel, tapi sekarang dialah yang menginginkanmu," desisnya di telinga Flo.
"Pergilah! Mood ku sedang buruk." Gisel mengusir Karen.
Flo pun menghela napas kasar. "Bukan salahku dia berbalik. Aku bahkan lelah melihat tingkahnya yang terus saja mengirimiku buket bunga." Flo melipat tangannya di dada.
"Kau ingin, pamer?" desis Gisel, "pergi!" pekik Gisel tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments