Membantu Bunda

"Aku pesan makan dulu, ya," ucap Flo.

"Loh, biasanya kamu selalu sama dengan menu yang Farel makan 'kan? Itu, Farel sudah pesan." Gisel menunjuk ke arah Farel.

Flo tersenyum kecut. "Aku bosan. Mau makan yang lain." Ia segera berlalu dari depan Gisel.

Gisel melongo mendengar jawaban Karen tadi. Memperhatikan gadis itu hingga sampai di stan yang Karen maksud. Ia sampai tak sadar jika Farel sudah duduk di sampingnya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Farel.

Gisel terkejut. "Gak apa kok," jawabnya. "Aku cuma heran aja. Kenapa Karen bisa beda, ya?" tanya Gisel heran.

"Beda gimana?" tanya Farel seraya menikmati soto dengan nasi di piringnya.

"Kamu makan dong." Farel mendorong piring berisi pasta yang tadi Gisel minta.

Tak lama, Flo kembali dan duduk di depan pasangan itu. Farel melongo menatap piring milik Flo.

"Mau?" tanyanya saat melihat Gisel dan Farel menatap piringnya.

Farel dan Gisel menggeleng bersamaan. Mereka heran melihat Karen yang tak pernah menyentuh makan bersaus kacang itu.

Mata Flo beralih pada arah lain. "Itu untukku?" tanya Flo saat melihat mangkuk berisi soto di depannya.

Farel mengangguk. Flo menarik mangkuk itu ke dekatnya. Segera gadis itu menghabiskan siomay yang dibeli tadi. Setelah itu, melanjutkan makan dengan menghabiskan soto.

Farel dan Gisel semakin melongo melihat napsu makan Karen yang jauh berbeda. Biasanya, soto satu mangkok pun, Karen tidak akan mampu menghabiskan sendiri.

"Kamu, kesambet apa?" Pertanyaan itu akhirnya lolos dari mulut Farel.

Flo menoleh pada pria di depannya. "Kesambet?" Flo mengulang ucapan Farel.

Farel menganggukkan kepala. Flo ingin tertawa mendengar ucapan pria itu. Namun, ia menahannya.

"Gak ada. Aku baik-baik aja kok. Aku tuh laper, abis belajar tadi," terang Flo seraya menghabiskan soto di mangkok nya.

Flo menenggak air putih dari botol hingga tandas. Setelah itu, ia membereskan barang bawaannya.

"Oh, iya. Ini uang sotonya. Terima kasih ya," ucapnya seraya berdiri.

Flo meninggalkan kantin dan masuk ke kelas berikutnya. Farel dan Gisel tak bisa menyembunyikan keterkejutannya lagi. Tidak hanya mereka berdua. Seisi kampus pun mulai tertarik dengan perubahan Karen.

Cara berpakaian Karen yang berbeda, sikap gadis itu, dan bahkan tutur katanya yang tak lagi kasar. Sampai kelas berakhir, Farel dan Gisel terus memperhatikan Karen. Sementara Karen sendiri, tak memperdulikan pandangan orang lain.

Karen baru akan kembali ke rumah, saat ponselnya berdering. Ia segera mengambil ponsel dan menjawab panggilan itu. Rupanya, sang ibu yang menghubunginya. Wanita paruh baya itu meminta Karen datang ke toko sebentar.

"Oke, sebentar lagi Karen sampai." Flo pun memutuskan panggilan tersebut.

Seorang pria tersenyum menatapnya. Flo mengernyitkan dahi melihatnya. Mencoba mengingat tokoh itu. Sesaat kemudian, ia ingat, jika pria itu bernama Aris. Pria yang membantu sekaligus mengkhianati Karen.

"Lo, sekarang beda, ya," ucap Aris padanya.

Sebelah alis Flo terangkat tinggi. Gadis itu tak ingin menanggapi ucapan Aris, hingga ia berlalu begitu saja. Aris mengikuti langkahnya. Flo merasa risih dan berbalik. Gadis itu menatap Aris sengit.

"Apa mau, lo?" tanya Flo.

"Bantu gue dapetin Gisel," jawabnya.

Flo menatap Aris. Ia tahu, pria di depannya ini menyukai Gisel. Namun, Gisel lebih memilih Farel dibandingkan dirinya. Flo pun menghela napas kasar.

"Sorry, gue gak bisa bantu, lo," jawab Flo terus terang. Gadis itu mulai berbalik dan hendak meninggalkan Aris di sana. Namun, Aris kembali menginterupsinya.

"Kenapa? Bukannya lo suka sama Farel?" Flo kembali berhenti.

"Tapi, gue gak berniat merebut Farel dari Gisel. Permisi!" Flo segera melangkahkan kakinya cepat.

Satu lagi hal yang berubah dari diri Karen. Tak lagi mengejar Farel seperti dulu. Gadis itu, kini memilih fokus pada pendidikannya.

***

Flo tiba di toko kue milik Astrid, ibunda Karen. Ia ingat, sepanjang ia membaca novel ini, Karen tidak pernah menginjakkan kakinya ke toko.

Gadis itu mendorong pintu masuk dan menatap sekeliling. Seorang pelayan menghampiri dan bertanya, "Ada yang bisa saya bantu?" Flo tersenyum padanya.

"Saya putrinya ibu Astrid. Bunda saya ada?" tanyanya sopan.

"Ah, Mbak Karen, ya. Silahkan duduk, saya panggil ibu dulu," ucap pelayan itu.

Karen tersenyum dan mengangguk. Ia mendudukkan bokongnya di sofa. Matanya terus melihat ruangan yang tidak terlalu besar itu. Tak lama, bundanya muncul dari arah dapur.

Flo berdiri dan memeluk wanita itu. Kemudian, ia mengecup pipi wanita yang notabene adalah ibu dari Karen. Astrid tertegun. Entah kapan terakhir kali ia merasakan pelukan serta ciuman hangat dari putrinya ini.

"Loh, Bunda, kok nangis?" tanyanya bingung.

Astrid segera menghapus bulir bening yang jatuh tanpa aba-aba itu. "Bunda gak apa kok, Sayang. Bunda kaget aja, udah lama putri bunda gak meluk atau cium bunda."

Flo tersenyum. Sebenarnya, itu karena aku kangen mama dan papa. "Setelah ini, Karen akan selalu peluk dan cium pipi bunda." Flo kembali memeluk Astrid.

Beberapa saat, suasana berubah haru. Kemudian, Astrid teringat akan tujuannya meminta sang putri datang. Astrid segera mengambil kotak yang sudah ada di etalase dan memberikannya pada Karen.

"Ini, tolong bunda bagikan brosur, ya," ucap Astrid.

Flo menatap brosur yang Astrid berikan. Ia mengernyitkan dahi melihatnya. Bukan karena tidak ingin membantu, melainkan brosur itu terlihat sangat buruk.

"Bunda, buat sendiri?" tanya Flo.

"Tidak, bunda pesan pada orang," jawab Astrid.

Flo menghela napas pelan. "Biar Karen ubah. Lain kali, bunda minta tolong Karen saja, ya." Flo mengeluarkan laptop yang dibawanya. Ia duduk di sofa dan mulai menyalakan laptop itu.

"Kamu 'kan selalu menolak kalau bunda minta tolong," ucap Astrid.

Ah, iya, itu benar. Dasar gadis bodoh. "Sekarang akan Karen bantu." Flo tersenyum pada Astrid.

Ia pun mulai mendesain sebuah brosur yang cukup menarik. Apalagi, bakat Karen yang memang ada, membuat Flo dengan leluasa menggunakannya. Tidak butuh waktu lama, Flo sudah menyelesaikannya.

"Gimana, Bun?" tanya Flo saat Astrid mengantarkan minuman.

Astrid terkejut melihat hasil desain dari putrinya itu. Ia tersenyum lebar dan mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Oh, iya, Bun. Setelah toko tutup nanti, kita ubah semua posisi etalase ini ya," ajak Flo.

"Memang ada yang salah dengan posisi ini?" Flo tersenyum.

"Biar terasa lebih luas saja," jawabnya.

"Bunda setuju." Keduanya tersenyum bahagia.

Astrid sangat senang dengan perubahan putrinya. Ia tak menyangka, Karen tak lagi bersikap kasar dan manja. Dalam hati ia berdoa, semoga Karen terus bersikap seperti sekarang.

Saat toko tutup, mereka mulai membenahinya. Hampir dua jam, waktu yang mereka butuhkan untuk mengubah dan mendekorasi toko ini. Saat selesai, tidak hanya Astrid yang tercengang, para karyawan pun terkejut melihat hasilnya.

"Wah, toko kita jadi terlihat lebih luas dan elegan." Ini adalah ucapan salah satu karyawan toko.

"Terima kasih, ya, Nak." Astrid memeluk Karen.

"Sama-sama, Bun."

Keesokkan harinya, Flo pergi ke percetakan. Ia berniat untuk mencetak brosur yang sudah ia desain. Saat itulah ia melihat Farel. Flo berusaha untuk mengacuhkan pria itu.

"Karen," sapa Farel.

Flo hanya tersenyum pada pria itu. Gadis itu segera mendekati seorang karyawan percetakan. Ia meminta mereka mencetak brosur serta banner yang telah didesainnya.

Saat itulah Farel melihat desain yang Karen bawa. "Ini, siapa yang buat?" tanya Farel.

"Aku, kenapa?" Flo balik bertanya.

Farel hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka, jika Karen memiliki bakat dalam mendesain. Selama ini, Karen terlihat hanya mengikuti dan terfokus pada dirinya.

Jujur saja, farel merasa ada yang hilang, saat Karen tak lagi mengganggunya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!