SIKAP ACUH AINI

' Maaf.." ucap Arif menutupi kegugupannya.

' Iya gak apa apa. Santai aja.." Aini tersenyum ramah.

Pandangan Aini kembali mengintari suasana sekitar tenda yang memang di gelar untuk jualan tersebut.

Suasana cukup ramai disana. Meski tempatnya sederhana dan berada di pinggir jalan, namun tempat itu cukup bersih dan rapih. Sehingga para pengunjung pun merasa nyaman.

Melihat Aini tengah memperhatikan tempatnya jualan, Arif tak sedikitpun merasa gengsi dengan apa yang dia jalani saat ini. 

Namun tetap saja ia merasa Aini tak pantas berada di tempat itu mengingat Aini adalah seorang putri konglomerat di kotanya.

“ Oh iya maaf.. Apa nona gak apa-apa berada di tempat seperti ini..? ini hanya tempat orang-orang kecil berjualan..” Ucap Arif mengikuti setiap arah pandangan Aini.

Aini menolah menatap ke arah Arif.

“ Mmm, nama saya Aini.. Panggil nama aja jangan nona.." Sanggah Aini sedikit tidak suka.

Arif tersenyum simpul tanpa menjawab. Ingin bertanya lagi, tapi di urungkannya kembali.

" Saya nggak masalah dengan tempat ini. Santai aja, dimanapun juga sama aja, tujuannya ya makan juga kan. Lagian disini asik, rame, gak bikin suntuk..” Ujarnya lengkap dengan senyum manisnya.

Senyum yang kian membuatnya memukau.

" Iya bukan gitu.. Cuman kan disini tempatnya gak kayak di cafe atau restoran bagi orang orang seperti.." Arif menggantung ucapannya dan melanjutkannya dengan isyarat ibu jari menunjuk ke arah Aini.

Aini paham maksud Arif tersebut. Ada sedikit tidak suka dengan ucapan yang di lontarkan oleh Arif. Bukan kah tadi dia sudah mengatakan bahwa makan di tempat mana pun tujuannya tetaplah sama. Hanya mengisi perut yang kosong.

Belum sempat menjawab, Aini di kagetkan dengan suara dering ponselnya. Ibunya yang mengkhawatirkan kondisinya segera memintanya untuk pulang.

" Mmm baksonya di bungkus aja ya..? Aku harus pulang sekarang soalnya.." Ucap Aini sambil melirik arloji mahal yang menempel di pergelangan tangannya.

" Oh ya udah, sebentar biar saya bungkuskan dulu.." Jawab Arif bergegas menyiapkan bakso pesanan Aini.

Setelah selesai, dengan senyum Aini pun pamit menuju mobilnya untuk pulang.

***

Sejak dari pertemuan mereka malam itu, Aini belum pernah lagi bertemu dengan Arif.

Di kampus pun, Arif tidak pernah melihat sosok Aini. Dia ingin tahu kabar Aini, namun dia tidak punya keberanian untuk bertanya pada teman-teman kampus Aini.

Dia tidak ingin Aini tahu jika dia mencari dirinya hanya karena besar hati telah sudih mampir di tempatnya berjualan bahkan ngobrol berdua disana.

Karena perbedaan status sosial yang samgat jauh, dan tahu betul bahwa Aini adalah wanita yang banyak pengagumnya di kampus tempat mereka menempuh pendidikan, sejujurnya Arif cukup ge er seperti istilah anak muda sekarang.

***

Pagi menjelang, di hari ke empat dimana sejak pertemuan Aini dan Arif pada malam itu, Arif tiba tiba dilanda kerinduan.

Dengan hati yang tidak bersemangat, Arif menaiki motor maticnya menuju kampus.

Dengan langkah gontai Arif berjalan menuju ruang kelas yang berada di lantai 3. Saat menaiki anak tangga, tidak sengaja matanya melihat sosok yang dia rindukan sedang bercengkrama dengan mahasiswi di ujung anak tangga.

Arif mempercepat langkahnya ingin menghampiri Aini. Namun saat sudah di ujung anak tangga, tiba tiba dia tersadar dari kecerobohannya itu.

Arif menggerutu dalam hati, kenapa juga harus menuruti perasaannya yang seharusnya sadar diri siapa dirinya.

" Haduu bodoh bodoh bodoh. Kenapa harus nyamperin sih? Belum tentu dia masih ingat kamu Rif, Rif.." Gerutu Arif dalam batin yang sudah kepalang tanggung tengah berada di depan Aini dan teman temannya berada.

“ Hay, Assalamualaikum..” Sapa Arif dengan senyum gugupnya.

Aini membalas salamnya dan langsung memalingkan wajahnya dengan acuh. Membuat Arif menjadi malu dan langsung pergi meninggalkan sekelompok mahasiswa itu.

“ Wah si abang kasep tadi menyapa aku kan ya..?” Tanya Mila teman Aini yang memang mengagumi Arif kakak tingkat mereka itu dengan narsis.

“ GR , dia menyapa kita semua tau. Kamu gak dengar tadi dia gak sebut nama..?”. Jawab Rani menimpali.

Mila menggerutu karena kesal.

“Sudah sudah.. Ributin apa sih..? Ayo ah ke kantin.. Aku laper ni belum sarapan tadi pagi..” Ujar Inayah menengahi.

Sedangkan Aini sejak tadi hanya diam saja. Dia merasa kasihan juga sudah cuek pada Arif yang membuat Arif terlihat malu di depan teman temannya.

Hingga tanpa sadar ketiga sahabatnya menarik lengannya menuju kantin dan membuat lamunannya buyar.

***

Tiba di kelas, Arif mengusap wajahnya kasar. Merutuki dirinya dengan bodoh. Beraninya menyapa Aini yang jelas sudah tahu resiko yang bakal dia temui.

Menyesal bukan karena dia sakit hati. Tapi karena dia malu pada Aini dan sahabat-sahabatnya karena telah berani menyapa dengan percaya diri nya.

Selang beberapa saat kemudian, setelah mata kuliah selesai, Arif yang kini sudah berada di parkiran kampus, sudah memakai helmnya dan siap meluncur pulang.

“ Mobil ku ban nya bocor, bisa nebeng pulang gak..?” ucap Aini sambil duduk di jok belakang motor Arif tanpa permisi.

Arif terlonjak kaget dengan suara dan gerakan Aini yang tiba tiba tanpa aba aba itu.

Dengan spontan dia menengok ke arah kebelakang. Arif semakin gugup saat matanya berpapasan dengan manik mata Aini yang teduh.

Aini yang tahu kegugupan Arif, tersenyum mencubit lengan Arif dengan pelan. Terlihat Arif meringis akibat cubitan tangan Aini.

"Apa sih liatinnya gitu amat..?" Tanya Aini menahan tawanya agar tidak keluar dari bibirnya.

Arif yang tersadar dari keterpakuan nya langsung membuka helmnya dan memberikannya kepada Aini tanpa satu katapun.

“ Loh gak ada helm lain..?” tanya Aini menerima helm dari tangan Arif dengan ragu.

“Gak ada. Cuma ada itu. Gak pernah soalnya boncengin siapa- siapa. Jadi gak pernah bawa cadangan selain yang aku pake..” Jawab Arif yang mulai bisa menetralisir perasaan gugupnya.

Aini tersenyum menatap punggung Arif yang mulai menghidupkan mesin motornya

Saat mendengar pengakuan Arif yang menurutnya lucu sebab kenapa juga Arif harus menjelaskan kepadanya. Toh mereka bukan siapa siapa.

Sepanjang perjalanan, Arif lebih memilih diam meski Aini sering mengomentari apa saja yang dia lihat di sekitar jalan.

Aini bukanlah orang yang suka bercerita. Hanya saja Itu dia lakukan semata untuk mengakrabkan mereka karena merasa bersalahnya sudah bersikap acu pagi tadi.

Sementara di sisi lain, Arif tidak mengerti apa maksud wanita yang sedang duduk di jok belakangnya itu.

Arif semakin bingung dengan sikap Aini hingga memilih diam, itulah yang Arif lakukan.

Sesampainya di depan pintu gerbang rumah mewah milik orang tua Aini, Arif tetap memilih diam membisu.

Aini turun sambil membuka helm dan menyerahkan ke Arif. Namun saat Arif meraih helm tersebut, Aini menahannya.

Arif mengernyitkan alisnya dengan sikap usil Aini yang baru dia ketahui ini. Aini tertawa geli melihat ekspresi Arif. Pada dasarnya, Aini adalah sosok yang periang dan suka becanda jika pada orang yang dia kehendaki.

Melihat Arif menurunkan tangannya dan diam tanpa protes, membuat Aini menyerahkan kembali tanpa menahannya lagi.

“ Kenapa..? ” tanya Aini melihat Arif menatapnya datar.

Arif menjawab dengan gelengan kepala sambil memakai helmnya.

Dalam hati Arif, dia gemes dan bahagia melihat sosok Aini yang baru dia ketahui ini.

Namun karena kejadian pagi tadi membuat dia memilih diam karena malu jika Aini kembali mengabaikannya.

Arif mencoba untuk menahan diri. Aini tidak tahu jika Arif menyukai nya. Dia hanya tahu Arif menjaga jarak dengannya karena status social mereka.

“ Gak mau masuk dulu..?” tawar Aini kemudian.

“Gak usahlah, terima kasih sebelumnya atas tawarannya..” Ujarnya tanpa mau melihat wajah Aini.

Melihat reaksi Arif, Aini merasa Arif kesal karena sakit hati dengan sikapnya.

“ Maaf..” ucap Aini akhirnya.

“Maaf untuk apa..” tanya Arif menoleh menatap Aini.

“ Pagi tadi.. Aku punya alasannya..” ucap Aini dengan nada lirih.

Arif tersenyum menatap wajah idola hatinya itu. Dia menyimpulkan bahwa masud dari Aini soal punya alasan kenapa Aini melakukan itu kepadanya tak lain karena Aini malu jika ada yang tahu karena status mereka yang jauh.

“Tidak apa-apa.. Aku mengerti..” jawab Arif tersenyum simpul.

“ Mmm, aku balik dulu ya..? Terima kasih sudah mau naik motor butut ku..” pamitnya dengan senyum.

Aini menjawabnya dengan lambaian tangan tanpa menjawab. Dia merasa bersalah karena sikapnya yang terkesan sombong pada Arif saat di depan teman-temannya.

Namun seperti katanya tadi, dia mempunyai alasan saat melakukan itu. Tapi bukan seperti yang di pikirkan oleh Arif.

.

.

...BERSAMBUNG...

...Terima Kasih sudah mengunjungi novel saya ini. Mohon dukungannya, agar saya bisa terus memberikan karya dan cerita yang sesuai dengan harapan teman teman semua.. 💞💞🙏🙏...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!