Tak terasa sudah hampir lima bulan Andi dan Indah jadian. Selama perjalanan cinta mereka semuanya berjalan baik-baik saja, tidak pernah mereka berantem atau berselisih faham yang berarti, mungkin itu di sebabkan karena mereka jarang bertemu. Mereka bertemu paling dua kali seminggu atau sekali seminggu.
Kesibukan Andi pada pekerjaannya menuntutnya lebih fokus ke pekerjaannya dari pada dengan kehidupan pribadinya.
Begitupun dengan Indah dia juga sibuk dengan pekerjaannya. Bila rindu pada sang kekasih hati paling dia hanya mengingat momen-momen ketika mereka bertemu, mereka jalan atau ketika mereka mengobrol.
Jaman ketika mereka berpacaran adalah jaman ketika belum adanya alat komunikasi canggih seperti sekarang ini. Jaman mereka pacaran masih via surat atau via telepon.
++++++++++
Bulan ini adalah bulan puasa, itu artinya kesibukan Andi sebagai seorang audit makin banyak. Dia jarang berada di kantornya. Dia lebih sering keluar kota untuk mengecek setiap stok point di bawah naungan anak cabang tempatnya bernaung.
Jika Andi sangat sibuk, berbeda hal nya dengan Indah, dia lebih santai karena jam pelajaran di sekolah dikurangi.
Dua minggu sejak puasa mereka belum sama sekali bertemu. Indah sedikit khawatir tentang keberadaan Andi. Untuk mengiriminya surat Indah masih bingung harus mengirimkan kemana. Kealamat rumah atau kantor. Setelah ditimbang-timbang lagi Indah lebih memilih memendam perasaan rindunya pada Andi.
Hari telah beranjak sore, Indah mulai sibuk di dapur menyiapkan takjil buat keluarganya. Dengan menu sederhana berupa gorengan dan kolak pisang serta es sirup, dirasa sudah cukup buat menu berbuka mereka. Tak lupa Indah juga menyiapkan menu makan malam mereka.
Suara sirine di masjid telah berbunyi, Indah beserta kedua orang tua dan kakaknya, Andri mulai berbuka puasa. Dilanjutkan dengan sholat maghri berjamaah setelahnya.
Ketika waktu Tarawih, Indah memilih untuk tetap di rumah. Sejujurnya dia menunggu kedatangan Andi, karena kebetulan malam itu adalah malam minggu. Dia berharap Andi datang setelah cukup lama tidak bertemu.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, saat Indah duduk santai diruang keluarga sambil menonton tivi, di luar terdengar suara deru motor. Indah mengintip dari jendela kaca, dan benar saja sang pujaan hatilah yang datang. Indah bergegas masuk kekamarnya dan meraih jilbab lalu memasangkan kekepalanya.
Tak lama ada suara ketukan pintu dan salam dari luar.
"iya, waalaikumussalam, sebentar"
Indah segera berjalan dan membukakan pintu. Dan benar saja, Andi telah berdiri di muka pintu dengan senyum sumringahnya. Indah segera mencium punggung tangan lelaki itu dan Andi membalas dengan mengusap kepalanya.
Segera mereka duduk di tempat biasa mereka, yaitu di kursi di teras.
"Sehat kan kak?" tanya Indah setelah keduanya duduk
"Alhamdulillah, kamu sehat juga kan?"
Indah menjawab dengan mengangguk kan kepalanya.
"Maafin kakak yah karena lama gak datang. Kakak sibuk, tau sendiri kalo bulan puasa permintaan pasar terhadap barang itu bisa melonjak sampai berkali-kali lipat. Dan itu perlu di periksa barang-barang serta laporannya. Selisih sedikit perbedaan barang yang ada di gudang stok point dengan yang ada di catatan dari pusat bisa kacau"
Indah bisa melihat wajah lelah Andi. Pasti dia lelah sekali dengan pekerjaannya, bisiknya dalam hati. Indah lalu pergi ke dapur dan membuatkan teh untuk Andi dan juga menyajikan gorengan sisa berbuka tadi.
Sambil menyeruput teh dan bercengkrama, mereka melepas rindu yang terpendam di hati masing-masing.
"Gini Ndah, rencananya lebaran nanti kakak mau ajak kamu ke rumah orang tua kakak di kampung, itu pun kalo kamu ga keberatan"
Deg, jantung Indah langsung berdetak kencang. Dia bingung harus jawab apa. Di satu sisi dia memang sudah serius dengan Andi, tapi di sisi lain dia masih belum siap jika bertemu dengan calon mertuanya. Dia masih khawatir bila cerita temannya, Ria yang mengatakan kalau camernya begitu tidak ramah akan sama hal nya dengan yang akan dialaminya.
"Mau kan?" tanya Andi
"Ehm,, gimana ya kak?" Indah menjawab ragu.
"Orang tua kamu kan sudah kenal sama kakak, tapi orang tua kakak belum kenal loh sama kamu"
"iya juga sih"
"Mau ya?
"Insha Alloh"
Andi tersenyum mendengar jawaban Indah. Lalu dia melihat arloji ditangannya, jam memunjukkan hampir jam setengah sembilan malam. Andi berniat untuk pamit karena dia tidak enak dengan kata tetangga Indah nanti jika melihat dia ngapel di bulan puasa.
"Kakak pulang ya, ga enak kata tetangga nanti" ucapnya terkekeh. Indah pun ikutan terkekeh mendengarnya.
"Lebaran kedua nanti kakak jemput ya. Mungkin kakak ga bisa datang lagi. Pasti akan makin sibuk dan jarang pulang ke rumah"
"iya ga papa, hati-hati ya kak"
Indah lalu mencium punggung tangan Andi sebelum Andi menghidupkan motor dan pulang kerumahnya.
+++++++ +++++++++
Hari ini adalah hari yang dijanjikan Andi untuk mengajak Indah kerumah orang tuanya. Sudah sejak pagi dia telah rapih. Jika biasanya setiap ke rumah Indah dia selalu berpakaian kerja dengan kemeja dan celana dasar, itu dilakukannya karena tiap ngapelin Indah adalah disaat jam pulang kantor. Maka hari ini dia menggunakan celana jeans, dipadu padankan dengan baju kaos warna dongker serta memakai jaket kulit. Ketampanannya makin sempurna dengan penampilannya tersebut. Kulit putih dengan hidung mancung dan matanya yang sipit, membuat setiap perempuan manapun akan memuji ketampanannya tersebut.
Motor tiger sudah dia panaskan terlebih dahulu sebelum dia berpamitan dengan ibunya yang saat itu duduk santai.
"Buk, Andi pergi sebentar ya, nanti siang juga sudah di rumah kok"
Sang ibu menoleh dan memandangi anak lelakinya dari atas sampai kebawah
"Mau kemana pagi-pagi gini, belum lagi jam 8"
"Andi mau ke rumah teman buk"
"Perempuan apa lelaki?"
Andi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"jelas cewek lah buk buk..." sahut kakak perempuannya yang muncul dari belakang sambil membawa toples kacang bawang.
Andi tersenyum kearah kakak perempuannya.
"Benar?" kejar ibunya
Andi mengangguk. "Andi akan bawa Indah kesini buk, buat kenalan sama ibuk dan dan sama yang lain juga"
Kakak perempuan Andi, Laras, langsung melirik kearah ibunya. Mereka berdua langsung saling lirik.
"Dah ah kelamaan, Andi pamit ya buk"
Andi langsung meninggalkan kakak dan ibunya lalu segera menaiki motornya dan bergegas menyusuri jalan panjang untuk segera sampai ke rumah Indah.
Sementara di rumah Indah, Indah masih berjibaku di dapur. Rumahnya akan sangat ramai jika sudah lebaran kedua, ayahnya adalah anak tertua di keluarga, jadi otomatis adik-adik sang ayah akan datang mengunjungi rumah mereka. Untuk itulah sejak pagi buta, Indah telah masak nasi dan lauk pauk dengan banyak. sudah mirip seperti orang hajatan.
Tak terasa jam telah menunjukkan jam sepuluh pagi. Pekerjaan Indah dan sang ibu telah selesai. Indah segera mandi, dia tidak mau jika nanti ketika Andi datang dia masih terlihat sangat kucel. Bisa-bisa ilfeel nanti Andi jika melihat kekucelannya.
Jam sepuluh lewat, terdengar deru suara motor di depan. Sang ayah yang sedang duduk di ruang tamu segera menyongsong kedatangannya. Andi segera mencium punggung tangan pria paruh baya tersebut. Lalu duduk mengobrol dengan sang calon mertua.
"Minta izin mau ngajak Indah kerumah orang tua saya di kampung, Pak" pamitnya
"Jauh tidak?"
"Lumayan pak, kurang lebih dua jam perjalanan"
Pak Ahmad menganggukkan kepalanya mendengar keterangan Andi.
"Boleh, asal tidak pulang malam"
"Terima kasih pak"
Pak Ahmad menganggukkan kepala dan beranjak ketika dilihatnya Indah telah keluar dari kamarnya. Indah segera mencium punggung tangan Andi
"Minal aidin walfaidzin yah kak, maaf lahir bathin"
"Kakak juga minta maaf lahir bathin kalo banyak salah sama kamu"
Setelah mereka berbasa basi sebentar Andi pamit pada ayah dan ibunya Indah. Disaat dia menghidupkan motornya, Andri, kakak ketiga Indah keluar dari kamarnya.
"Jangan pulang malam" ucapnya denga suara berat
Indah terkikik kearah sang kakak.
"Iya kak" jawab Andi gugup
Segera Indah naik keboncengan dan Andi melajukan motornya dengan lega.
"Haduh, bikin spot jantung saja kakak kamu Ndah" ucapnya setelah agak jauh dari rumah Indah
"Maksudnya?" nada suara Indah terdengar tidak senang saat mendengar ucapan Andi.
"Kamu marah? iya maaf deh. Habisnya kakak kamu menakutkan"
"Kakak aku tu baik tau, sembarangan bilangin dia menakutkan. Emang kakak aku hantu" Indah masih bersungut kesal.
"Maaf" sesal Andi
Indah diam saja. Dia tidak suka jika ada orang yang mengatai kakaknya seram. Memang wajah kakaknya tidak lah ramah, tapi dia tahu, kakaknya itu sangat baik hatinya.
"Kakak aku tu over protectif sama aku, aku tu adik dia satu-satunya. Dan aku tu anak bungsu, perempuan lagi. jadi bisa dipastikan kalo dia begitu over sama orang yang dekat dengan aku.
Andi mengangguk mendengar penjelasan Indah. Dia pun bersikap yang sama kepada setiap teman lelaki adiknya. Walau dia jarang pulang ke kampung, tapi jika sekali waktu dia pulang ada teman cowok adiknya yang kerumah maka dia akan banyak bertanya pada cowok tersebut. Jadi dia faham betul apa yang dilakukan oleh Andri tadi.
Dua jam lebih perjalanan buat mereka sampai di rumah orang tua Andi. Indah sudah gelisah di atas motor. Sudah tak terhitung berapa kali dia bergerak-gerak di motor. Pinggangnya begitu pegal karena sedari tadi tak kunjung sampai juga.
Akhirnya, motor Andi berhenti di sebuah rumah besar. Walaupun di kampung dan jauh dari pusat kota tetapi rumah tersebut terbilang megah. Sebuah rumah dengan cat warna krem dan terdiri dari dua lantai. Berlantaikan keramik berwarna coklat dengan teras dan balkon yang makin menambah manis rumah tersebut. Halaman luas khas kampung dan banyak ditumbuhi oleh tanaman buah.
Indah segera mengikuti langkah kaki Andi dari belakang. Jantungnya berdetak kencang saat Andi mengajaknya masuk.
"Assalamualaikum" Andi dan Indah mengucapkan salam berbarengan. Tanpa menunggu ada yang keluar dari dalam Andi segera menarik tangan indah untuk masuk.
"waalaikumussalam" Nina, adik bungsu Andi keluar dari kamar dan menemui mereka. Segera dia menyalami Indah. Indah tersenyum kaku kearahnya.
Tak lama, muncullah ibu, ayah serta mbak Laras menemui mereka berdua. Indah segera beranjak dari kursinya dan menyalami dan mencium mereka semua.
"Kenalkan, ini Indah" ucap Andi setelah Indah duduk kembali
Sang ibu menatap Indah tanpa bersuara, begitu juga sang kakak. Indah makin dag dig dug jantungnya.
Menyadari kalau sang istri diam saja, Pak Hermawan, ayah Andi mencoba mencairkan suasana.
"Indah pasti capek, rumah bapak jauh ya Ndah" ucapnya ramah
Indah tersenyum lalu menjawab "Lumayan pak"
"Minumnya mana buk buat tamu kita" ucapnya pada sang istri.
Laras beranjak ke dapur dan kembali dengan minuman ringan di nampan dan meletakkan di meja.
"Diminum mbak" tawar Nina pada Indah. Andi segera meraih sebotol minuman lalu menuangkan kedalam gelas dan memberikan pada Indah.
Suasana masih belum kondusif. Andi menyadari ketidak sukaan ibunya pada Indah. Andi jadi merasa tidak enak hati pada Indah. Menit-menit yang dilalui Indah terasa begitu lama Dia makin gelisah dan gugup. Tapi dia berusaha tenang.
"Kamu orang apa?" Akhirnya sang ibu bersuara juga
"ehm maksudnya buk?" jawab Indah gugup
Sang ibu melengos mendengar jawaban Indah.
"Maksud ibuk tu kamu orang apa, suku apa?" kali ini mbak Laras yang bersuara.
"Ibuk apaan sih" sela Andi
"Saya asli orang su*****a buk" jawab Indah pelan
"ohhh" jawab Bu Mira panjang
"Sudah lama kenal Andi?"
Indah mengangguk pelan, hatinya makin tidak tenang.
"Andi itu anak ketiga saya, dia itu pekerja keras, kamu tau kan kalau dia itu kepala audit di kantornya?
Lagi-lagi Indah mengangguk. Dia merasa seperti sedang di interogasi di kantor polisi.
"Kamu udah kerja belum, atau masih kuliah?" kali ini mbak Laras yang bertanya. Andi menghela nafas panjang menyaksikan perlakuan ibu dan kakak perempuannya pada Indah.
"sudah kerja mbak, saya seorang pendidik"
"ohh guru rupanya" kali ini suara sang kakak seperti mencibir
"Sudah pns atau masih honorer?
"masih honorer mbak"
Anak dan ibu itu lalu mengangguk-angguk kan kepala mereka.
"Sudah deh, tamu datang bukannya di jamu malah di introgasi" sela Andi.
Nani tertawa, setuju dengan ucapan sang kakak.
Akhirnya Andi mengajak Indah untuk makan siang. Dia tahu, Indah tadi belum makan di rumahnya. Dengan tidak enak hati akhirnya Indah mengikuti Andi menuju meja makan.
Bu Mira dan Laras diam saja ketika melihat Andi menarik tangan Indah menuju meja makan. Hanya Nani yang segera beranjak kedapur untuk mengambilkan piring
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 287 Episodes
Comments