Esoknya
Ambar dan Damar sudah melakukan serangkaian tes dan pemeriksaan di salah satu rumah sakit. Pihak rumah sakit akan menghubungi mereka, saat hasil tesnya keluar. Ambar dan Damar merasa yakin, kalau mereka berdua baik-baik saja dan tidak mandul.
Hasil tes pun keluar dua hari kemudian. Ambar mengajak Damar mengambil tes itu ke rumah sakit, lalu mereka pulang. Di kamar, Ambar membuka hasil tes miliknya. Dia tersenyum, karena hasilnya sangat bagus, dia dinyatakan subur.
Damar meminta Ambar membuka hasil tes miliknya, Ambar mengangguk lalu dengan cepat membuka hasil tes milik suaminya.
Senyum di wajah Ambar tiba-tiba memudar saat membaca hasil tes itu, yang ternyata mengecewakannya. Menurut hasil tes itu, Damar, tidak subur atau mandul.
"Gimana hasilnya sayang?.Aku subur kan?." Tanya Damar. Ambar tak menjawab.
"Sayang!" Panggil Damar menyadarkan Ambar dari keterkejutannya.
"Eh...mas!!."
"Gimana?. Aku subur kan?." Tanya Damar.
"Mas.....kamu." Sahut Ambar.
"Kamu apa?. Mana sini, aku lihat." Ujar Damar sembari merampas hasil tesnya.
Damar sangat shock saat melihat hasil tes itu. Dia tidak percaya dirinya tidak subur.
"Enggak...gak mungkin ini pasti salah." Ucap Damar.
"Iya mas, ini pasti salah. Kita tes ulang aja di rumah sakit lain ya." Ucap Ambar berusaha menenangkan suaminya yang air wajahnya berubah seketika.
...
Ambar dan Damar melakukan tes lagi di dua rumah sakit berbeda, namun hasilnya tetap sama, Damar dinyatakan mandul, membuatnya sangat sedih dan kecewa. Dia tidak bisa mewujudkan keinginan Ambar untuk memiliki anak darinya.
Ambar berusaha menenangkan dan meyakinkan Damar, kalau dirinya menerima kenyataan itu, walau jauh di lubuk hatinya dia juga merasa kecewa. Harapannya untuk menjadi seorang ibu sirna sudah.
Tapi biarlah, yang penting dia dan Damar hidup bersama dan bahagia itu sudah cukup, ucapnya dalam hati menenangkan dirinya sendiri. Damar dan Ambar sepakat tidak akan menceritakan tentang ini kepada siapapun.
Sejak tahu dirinya mandul, Damar seperti kehilangan rasa percaya dirinya. Dia juga merasa takut akan kehilangan Ambar. Dia takut Ambar meninggalkannya, karena dia mandul. Tapi Ambar selalu meyakinkan Damar, kalau dia tidak akan pernah meninggalkannya. Itu membuat perasaan Damar sedikit tenang. Namun tak lama perasaan takut itu muncul lagi dihatinya, dan Damar tidak bisa mengingkarinya.
Hari-hari berlalu dengan begitu cepat, orang tua Damar dan orang tua Ambar masing-masing selalu membahas tentang keturunan. Malam itu Damar dan Ambar menghadiri acara syukuran aqiqah anak sepupunya Damar.
Bu Sekar, ibunya Damar mengatakan pada Damar dihadapan keluarga besarnya kalau mungkin saja Ambar itu mandul, dan Ambar mendengar ucapan mertuanya itu. Bukan hanya sekali saja dia mendengar ibu mertuanya menyebut dia mandul, tapi Ambar sering mendengarnya.
Kali ini kesabaran Ambar sudah habis, dia tidak mau ibu mertuanya itu menyebutnya mandul, dan mempermalukannya. Dengan lantang Ambar mengatakan kepada bu Sekar, kalau dirinya tidak mandul, dan justru anaknya sendiri-lah yang mandul. Semua yang mendengar hal itu sangat terkejut, tak terkecuali Damar.
"Apa yang kamu katakan Ambar?. Anakku tidak mungkin mandul." Bu Sekar membantah ucapan menantunya.
"Mama tanyakan saja sendiri sama mas Damar." Jawab Ambar, sambil menenteng tasnya lalu meninggalkan keluarga Damar.
"Apa benar yang dikatakan istrimu itu Damar?." Tanya bu Sekar.
Damar tidak menjawab, dan memilih pergi menyusul istrinya. Mereka lalu pulang ke rumahnya.
"Ambar.....bukankah kita sudah sepakat tidak akan mengatakan ini semua pada siapapun?. Tapi kenapa kamu mengatakan semua ini pada mama dihadapan semua orang, dihadapan keluarga besarku!" Ujar Damar.
"Maaf mas, aku tidak bermaksud mempermalukan mu. Tapi aku tidak tahan lagi, mama kamu selalu saja menuduh dan mengatakan kalau aku ini mandul. Aku hanya ingin membela diriku, agar aku tidak selalu disalahkan oleh mama kamu."
"Iya...tapi bukan berarti kamu mengatakan semuanya dihadapan semua orang kan. Kamu bisa mengatakannya pada mama saja. Jadi mereka tidak akan tahu semua ini."
"Apa kamu malu mas?." Tanya Ambar. " Kamu malu kan?. Aku yang lebih dipermalukan disini mas. Mama kamu selalu saja menjelek-jelekkan ku dihadapan keluarga kamu."
"Kamu kenapa malah nyalahin mamaku?. Apa kamu lupa kalau dia itu mertua kamu sendiri?."
"Mas....aku juga tahu beliau ibu mertuaku. Tapi aku gak tahan kalau mama kamu terus saja ngejelekin aku. Mamaku aja gak pernah menjelek-jelekkan kamu di depan keluarga besar kami. Sekalipun ada sikap atau kelakuan kamu yang dia tidak suka dia tidak pernah mengatakannya dihadapan orang banyak."
"Oh sekarang kamu mau bandingin mamaku dan mama kamu gitu?."
"Mas...bukan itu maksudku. Aahh sudahlah capek aku ngomong sama kamu." Ucap Ambar lalu keluar dari kamarnya meninggalkan Damar sendirian. Damar mengacak rambutnya frustasi, lalu keluar dari kamar, pergi mengendarai mobilnya.
Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi, tanpa tahu kemana dia akan pergi. Damar tidak bermaksud memarahi istrinya, dia juga mengerti posisi Ambar yang selalu dituduh mandul oleh ibunya.
Tapi Damar tetap merasa kecewa pada sikap Ambar yang mengatakan semuanya dihadapan keluarga besarnya. Padahal Ambar dan Damar sudah sepakat tidak akan menceritakan hal ini pada siapapun, tapi nyatanya Ambar sendiri yang melanggar kesepakatan itu.
Damar merasa belum siap saat ini. Tapi dia juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Ambar, karena ini memang kenyataan yang harus dia terima, bahwa dirinya memang mandul.
Rasa takut kehilangan dan ditinggalkan Ambar kembali menghantui Damar, saat dia ingat kalau Ambar sudah melanggar kesepakatan untuk tidak menceritakan tentang kemandulannya pada siapapun, tapi buktinya Ambar tetap mengatakannya.
Apa dia juga akan melanggar janjinya untuk tidak meninggalkan aku, setelah dia tahu kalau aku memang tidak bisa memberinya keturunan? Argggghhhhh....... Damar memukul setir mobil yang tidak tahu apa-apa.
Damar melamun membayangkan, kalau suatu hari Ambar pergi meninggalkannya. Damar sungguh tidak ingin itu terjadi, karena dia sangat mencintai Ambar.
Damar melajukan mobilnya sambil terus melamun, hingga dia tidak menyadari kalau saat ini lampu lalu lintas di depannya sudah berwarna merah.
Damar menerobos lampu merah, dan Brugghhh, suara benturan dua buah kendaraan yang sangat keras membuat Damar sadar dari lamunannya.
Damar sadar kalau ternyata bunyi itu berasal dari mobilnya dan sebuah sepeda motor yang sudah penyok. Bahkan pecahan kaca spion motor itu sudah berserakan dijalan aspal. Sementara sang pengemudi motor, terpental beberapa meter dari sana. Damar telah menabraknya. "Ya Tuhan, aku menabrak orang!!.
Orang-orang mulai berkerumun dan berteriak, mengetuk-ngetuk kaca mobil Damar, memintanya turun. Damar panik saat itu, dia takut orang-orang itu menghakiminya.
Damar langsung menelpon polisi melaporkan apa yang terjadi, meminta polisi segera datang, karena dia takut dihakimi massa.
Tak lama kemudian polisi dan ambulans sampai di tkp. Mereka langsung membubarkan kerumunan, mengamankan Damar, dan langsung membawanya ke kantor polisi. Sedangkan korban sendiri dilarikan ke rumah sakit.
Damar berdoa semoga orang yang ditabraknya selamat, walau dia yakin korban pasti terluka parah. Damar berharap semoga korban tidak sampai meninggal dunia.
Namun Damar harus menerima kenyataan pahit, orang yang dia tabrak meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit, karena mengalami luka parah dibagian kepala. Damar sangat shock. Kakinya langsung lemas saat itu. Secara tidak langsung dia telah membunuh orang lain. Itulah yang dipikirkannya saat itu.
Polisi yang mengintrogasi Damar, bertanya padanya mungkin saja Damar ingin menghubungi keluarga. Damar lalu menelpon pengacaranya, memintanya datang segera ke kantor polisi.
Saat pengacara datang, Damar meminta pengacaranya mengurus kasus ini dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Damar tidak mau dipenjara. Pengacaranya mengerti, tapi tetap saja malam itu Damar harus menginap dan merasakan dinginnya hotel prodeo.
Esok paginya, Ambar menemui Damar di kantor polisi setelah mendengar kabar tentang suaminya dari pengacara mereka. Dia meminta maaf pada suaminya karena merasa dirinya yang telah menyebabkan kecelakaan itu terjadi. Damar kehilangan fokus saat mengemudi gara-gara mereka bertengkar.
"Mas Damar, maafkan aku!! Aku janji tidak akan mengulanginya. Dan aku janji, aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apapun yang terjadi. Kita hadapi semuanya sama-sama." Kata Ambar sembari menggenggam kedua tangan Damar.
Damar terharu mendengar ucapan istrinya. Dia mengecup kedua tangan Ambar, lalu keningnya. Damar juga meminta maaf atas sikapnya kemarin. Mereka saling memaafkan dan saling berpelukan. Lega sekali rasanya hati Damar.
Setelah pak Lubis mengurus semuanya, dan menemui keluarga korban, mereka sepakat untuk menyelesaikan masalah sini secara kekeluargaan. Damar pun bisa pulang hari itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments