Tatapan Dingin

"nak Wulan ada yang dicari?" ucap mbok.

"nggak mbok, itu keponakan mbok ya?"

"ya nak Wulan, kenapa? oh ya Ayana mulai sekarang bekerja di sini."

"oh nggak papa mbok,bukannya dia kuliah ya mbok. Tapi sudah sebulan Wulan nggak pernah lihat dia di kampus."

"oh katanya di ke kampus sesekali mau revisi aja. bentar nak Wulan mbok panggil dulu Ayana. Ayana.. sini."

"iya mbok?"menghampiri mbok dan Wulan.

"kenalin ini nak Wulan anak buk Desi yang bungsu."

"oh ya salam kenal non Wulan." menyalami Wulan. Ayana sebenarnya tahu bahwa Wulan seangkatan dia tetapi hanya kenalan begitu saya. Karena Ayana pernah beberapa kali melihatnya di fakultas, berbeda dengan Wulan ia mengenal Ayana karena Ayana terbilang mahasiswa yang pintar dan cerdas, selain itu ia juga sopan kepada semua orang.

"Wulan aja, nggak usah pakai non."menyambut salam Ayana dengan senyuman.

"kalau gitu Ayana lanjut masak non... eh Wulan"

"iya Ayana."

selesai memasak hari sudah menjelang Maghrib. Biasanya Ayana pergi ke mushalla atau masjid yang untuk menunaikan shalat karen itu kebiasaannya dari kecil. Tetapi karena badannya lelah ia shalat bersama mbok di kamar.

"kamu sudah siap Ayana?"kata mbok melipat mukena.

"udah mbok."berdiri lalu melipat mukena juga.

"mbok mau nyiapin makan malam."

"oke mbok."

***

"mbak Jihan."sapa Ayana melihat Jihan salah satu art sedang menyiapkan makanan.mbak Jihan masih terbilang masih muda umurnya sekitar 36 dan sudah mempunyai suami dan 2 anak.

"iya Ayana, kamu bisa antar kan ini ke meja makan?"

"iya mbak."mengambil piring berisi lauk pauk tersebut lalu menatanya di meja makan. memang seperti biasa setiap malam keluarga ini makan malam bersama.

makanan, dan minuman sudah tertata rapi di meja makan, satu persatu pemilik rumah sudah duduk di meja makan.

***

"kamu nggak makan?"kata mbok yang berada di dapur, memang art makannya di meja makan dapur.

"ya mbok bentar lagi."

"jangan segan Ayana, nantik kamu malah sakit akibat nggak makan."kata mbak Jihan.

"ya mbak Jihan." kata Ayana mengambil makanannya.

mereka bertiga begitu menikmati makan malam tersebut dengan bercanda gurau.

sedangkan di meja makan satu lagi, mereka menunggu seseorang yang akan datang.

"kamu yakin kakak kamu pulang?"kata Bu Desi kepada Wulan.

"sabar aja ma, pasti datang kok tadi kata kakak Hardzig udah di jalan."

"ya mama cuma pastikan, nantik kalau nggak pulang sia-sia kita tunggu."

"sabar aja ma."kata pak Khairul.

"ya pa, mama sabar nunggu anak bujang papa."

"kan anak mama juga."

^^^"mulai."batin Wulan.^^^

suara pintu terbuka dan memperlihatkan seorang laki-laki dengan pakaian santainya sambil membawa tas ransel di punggungnya.

"kamu kalau masuk baca salam dulu."kata mama Desi mencerahkan anaknya.

"udah tadi di depan." langsung menyalami kedua orang tuanya.

"di depan beda, di sini beda, harusnya kamu baca salam juga biar jin yang ikut kamu tinggal di luar bukannya masuk ke dalam rumah."

"ma udah ini apa lagi jin jin jin, bukannya suruh anak duduk malah di ceramahkan."

"papa juga sama kadang kalau masuk ke dalam nggak baca salam juga."

"Wulan kamu harus ingat kalau masuk ke dalam harus baca salam biar jin nya tinggal di luar."

"perasaan tadi aku diam aja kenapa bisa kenak pula."batin Wulan.

"kamu dengar mama kan?"

"iya ma."

"duduk zig, makan dulu."ucap pak khairul

"aku ke kamar dulu pa, mau bersih-bersih sebentar." Hardzig langsung menuju kamarnya di lantai 2.

"kamu anak baru datang langsung di ceramahin."

"ya biar nggak keterusan pa, masak mama harus buat palang besar-besar supaya dia masuk baca salam."

"ya udah papa mau makan dulu."

"papa mau apa biar mama ambilkan." ibu Desi sibuk melayani suaminya dan Wulan juga menikmati makanannya dan sesekali matanya melirik ruangan dapur.

Hardzig sudah rapi dan ikut makan bersama keluarganya.

"oh tadi mbok Jamila buat makanan kesukaan kamu. Mau mama ambilkan?" Hardzig begitu makan dendeng basah.

"boleh ma." dendeng tersebut belum ada yang mencicipinya, karena pak Khairul, Wulan dan mama Desi memakan ayam sauce.

"dendengnya kok beda ma? ini mama beli?"

"emangnya rasanya gimana?"

"enak dari sebelumnya."

"nggak kok tadi mbok yang buat." Bu Desi mencicipi dendeng tersebut, memang rasanya tidak seperti yang biasa mbok buat, tapi seperti masakan rumah makan Padang.

bentar mama panggil dulu mbok Jamila." mendengar perkataan kakaknya yang mengatakan dendengnya berbeda, Wulan langsung mencicipi dendeng tersebut.

"wih enaknya, kayak dendeng rumah makan Padang."batin Wulan.

"dendengnya enak kok kak." ucap Wulan hanya mendapat jawaban deheman dari kakaknya.

"mbok...mbok..."

"ya buk?"

"mbok yang buat dendeng nya?"

"kalau dendeng iya buk, kalau cabe gorengnya yang buat si Ayana buk."

"mana Ayana mbok."

"bentar buk, biar mbok panggilin." mbok langsung mengajak Ayana ke hadapan keluarga pak Khairul.

"ya buk?" ucapan Ayana langsung di tatap oleh kedua laki-laki tersebut. Pak Khairul merasa ia tidak pernah melihat Ayana tersebut begitu juga dengan Hardzig. Hardzig menatap Ayana dengan tatapan dingin.

"kamu yang buat cabe dendeng nya Ayana?

"ya buk, apa ada yang kurang buk?"

"nggak, rasanya beda tapi saya suka, azig juga suka kan?"menyenggol anaknya.

"cabe nya enak Ayana dendengnya juga enak mbok." ucap Wulan dengan senyuman. Ayana dan mbok tersenyum mendengar ucapan Wulan.

"papa juga pengen coba."pak Khairul langsung mencicipi dendeng tersebut, ia begitu terkejut karena apa yang dikatakan oleh istri dan anaknya memang benar.

"iya dendeng nya enak."

"Alhamdulillah, terimakasih pak, buk."

"nantik ajarin Ibuk buat dendengnya ya supaya anak Ibuk ini betah di rumah." Bu Desi menyinggung Hardzig yang asyik melanjutkan makannya tanpa mempedulikan pembicaraan mereka.

"kalau gitu mbok dan Ayana izin kebelakang ya pak,buk."

"ya mbok."

***

"yang tadi itu siapa mbok?"

"yang mana?laki-laki yang kursi ujung itu pak Khairul suaminya buk Desi, kalau yang di samping Bu Desi namanya den Hardzig ganteng kan."

"iya mbok ganteng."dengan menyingir.

"kamu yang bening aja langsung matanya lebar."

"ganteng sih ganteng mbok tapi bentuknya nggak banyak ngomong."

"iya bawaannya begitu, kalau orang bilang Cool."

"dingin dong mbok?"

"bisa di bilang seperti itu."

"siapa yang dingin mbok?"ucap Jihan.

"den Hardzig."

"udah tiba mbok?"

"udah, udah makan pula den Hardzig."

"menurut kamu den Hardzig gimana?"ucap Jihan ke Ayana.

"nggak gimana-gimana mbak."

"aduh Ayana den Hardzig itu ganteng, pintar dokter pula, kamu bilang nggak gimana-mana?"

"dia dokter mbak?"

"iya kalau nggak salah dokter bedah trus dia juga punya rumah sakit di beberapa kota."

"mantap-mantap."

"mantap doang, kamu nggak naksir gitu?"

"nggak mbak, Ayana tau diri." membersihkan piring bekas makannya.

"tapi kalau jodoh gimana? kita kan nggak tau jodoh."

"ya kalau jodoh Alhamdulillah kalau nggak Alhamdulillah juga." ucap Ayana yang membuat mbak Jihan geleng-geleng kepala dan mbok Jamila tersenyum mendengar nya.

"mbak berdoa supaya kamu dapat jodoh seperti den Hardzig."

"aamiin kan aja dulu mbak."dengan di iringi tawa.

jangan lupa vote, like dan share ☺️

Terpopuler

Comments

Ria Kusumawati

Ria Kusumawati

punya rumah sakit di beberapa kota?? 🤔

2022-11-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!