Sedikit terkejut. Meski ia terbiasa melayani, tapi entah mengapa hatinya kali ini jadi bimbang. Pengaruh sampanye barang kali. Membuat dadanya kepanasan.
Rosie lalu memalingkan wajahnya menghadap belakang. TUK... Tak sengaja hidung mungilnya menabrak dahi Rayan, mata Rosie bertemu dengan susunan rambut Rayan.
Rambutnya hitam. Berjajar seperti wheatgrass yang ia letakkan di jendela kamarnya. Seketika ia teringat Soni, kucing jalanan yang ia pungut karena kucing itu buta. Harum rambut Rayan menyadarkan kembali lamunannya.
Bibir tipis Rosie menempel di titik kening lelaki didepannya. Hangat. Dalam posisi ini, rasa takut Rosie malah meluap. Ia takut. Takut akan berangan menjadi manusia 'wajar' yang memimpikan apa itu bahagia.
"Sungguh kah Tuan ingin?" Tanya Rosie dengan nada berbisik. Rayan menjajarkan matanya dengan mata Rosie. Ia tak menjawab, juga tak menolak. Mata lelaki yang berkuasa itu nampak menyimpan banyak kekosongan, kesepian, dan amarah yang lama dipendam sendiri. "Saat Tuan sadar besok, saya harap Tuan tidak menyalahkan tindakan saya. Dan juga... Jangan menyesali..." Sambung Rosie.
Rayan tetap tak memberi respon. Tak menolak dianggap Rosie sebagai persetujuan. Rosie menempelkan kedua telapak tangannya ke pipi lebar rayan. Kini ia dengan jelas merasakan tulang rahang yang amat kokoh. Bentuk tulang ini yang menjadikan wajah tampan di depannya terlihat garang, mungkin tegas.
Rosie mendaratkan kecup ringan di kening Rayan. Ia mencoba menelaah, akan bermain bagaimana dengan 'suaminya'. Bukan kali pertama menghadapi pria polos seperti Rayan. Tapi kali ini nyalinya sedikit kendor, karena ia berada di luar wilayahnya.
Rosie bernafas tepat di tengah lubang telinga Rayan. Membuat lelaki itu memainkan irama manja. Bagi sepasang kekasih, rauman lemah Rayan akan memacu sensitifitas naluri pasangannya. Rosie hanya bersikap profesional saja.
Ia menuntun tangan lelaki yang setengah sadar itu untuk menjelajah. Mengenali bagian-bagian dari dirinya. Profesional bukan berarti tak ikut terjebak dalam permainan yang sedang berjalan.
Meski lawan mainnya adalah pria dengan stamina tak terkalahkan sekalipun. Rosie yang bakal tetap mengatur jalannya permainan. Dan malam ini, Rosie yang akan menjadi Tuan.
Raga Rayan seperti sudah melayang di udara. Rauman nya kini sudah keluar dari tenggorokan. Suara manja anak kucing yang mengajak permainan asik. Kini tangan Rayan sudah tak membutuhkan bimbingan dari Rosie.
Bahkan ia tak hanya sekedar berjalan-jalan. Ia sudah berani meremah, namun masih kasar. Rosie percaya akan kemampuan Rayan yang masih muda, tapi sudah sukses di dunia bisnis. Lelaki itu sangat cepat menyerap ilmu.
Rayan yang sudah tak terbalut kain barang sehelai menjunjung tubuh mungil Rosie. Membawanya ke atas ranjang mereka. Rayan melucuti penutup yang tersisa yang masih melekat di kulit Rosie. Bibirnya yang nakal kini menggantikan si tangan untuk menjelajah.
Harum. Kulit yang ia baui dari bawah hingga atas berbau harum yang samar-samar. Menarik hidung Rayan untuk menuntun bibirnya berlama-lama menempel.
Rasanya seperti memakan bakso dengan banyak cabai. Meski sangat pedas, tapi tak ingin berhenti. Atau sekedar mengguyur mulut dengan air es. Malah ingin terus menambah lahapan didepannya.
Rosie meraung manja. Sekujur tubuhnya begidik merinding. Memang tak selembut perlakuan Mr. Roland yang membuai. Tapi semangat Rayan yang menggebu menjadikan permainan ini menarik. Kasar, tapi tak terlalu amatir, ia masih menyukai.
Mendengar raung rintih Rosie membuat telinga Rayan terbakar. Kini posisi Rayan siap menerkam Rosie. Tapi ia masih tak mengerti kelanjutannya. Rosie membisikkan mantra nya pada Rayan, sedangkan tangan mungilnya menuntun tubuh Rayan yang lain.
🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻
Di depan pintu kamar hotel Rayan dan Rosie berdiri seorang perempuan. Ia mengenakan gaun panjang yang mepet dengan lekuk tubuhnya. Ia berkali-kali melihat handphone dan jam secara bergantian. Sesekali mandang ke arah pintu kamar Rayan.
Akhirnya, sosok itu memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar di depannya. Nihil, no respon. Perempuan itu lalu mengeluarkan sebuah card lock dari dalam tas mungilnya. Lalu ia membuka pintu dan masuk dengan cepat layaknya kelebatan bayangan.
Perempuan itu lalu memperhatikan suasana dalam kamar yang ia masuki. Ia tak membuat suara panggilan selain suara ponsel yang sedang melakukan panggilan.
Terdengar suara dering lemah. Perempuan itu menghampiri asal bunyi yang masih samar terdengar telinganya. Sumber suara makin dekat, mengarah ke dapur. Tak lama kemudian, ia menemukan ponsel yang coba ia hubungi sedari tadi.
Di atas meja makan yang sedikit berantakan, ia menemukan sebuah ponsel yang tengah memutar nada dering. Tertulis nama "Rika❤ memanggil...." Perempuan itu sedikit bingung. Mengapa Rayan meninggalkan ponselnya. Dan tak menjawab panggilannya.
Pandangannya teralihkan oleh baju yang tergeletak di atas meja makan. Sangat aneh. Rayan adalah pribadi yang menyukai keindahan, termasuk kerapian tempat tinggalnya. Rika berjalan memutari meja tempat ponsel Rayan tergeletak.
Betapa terkejut dirinya mendapati setelan pakaian yang tercecer dekat meja makan. "Apa ini", katanya dalam hati. Diambilnya baju yang di atas meja dan di lantai. Satu baju laki-laki, dan satu lagi baju perempuan. " Jangan... Jangan... Apa...", sambil bergumam, Rika terbirit menuju arah kamar.
Kebingungan yang tadi membungkamnya berubah menjadi kecemasan dan rasa takut yang mendalam. Tubuh Rika bergetar hebat. Ia belum siap atas apa yang akan dihadapinya di balik pintu yang masih menutup itu. Dadanya sesak, matanya berusaha tegar untuk membuntu air matanya agar tak tumpah.
Dengan ragu, Rika memberanikan diri untuk menerobos masuk, apapun yang terjadi. Perlahan, dengan tangan masih bergetar, Rika akhirnya berhasil membuka pintu kamar. Dari pintu kamar ada sekat lorong sekitar tiga meter. Rika menggulung saliva nya turun. Dan ia berjalan mengendap-endap.
"Good job, honey... Fast more... Aahhh... Aaahh..." Terdengar suara perempuan yang amat menikmati sesuatu.
"Aaahh... Haaahh... Haaah... I can't... It's coming..." Lalu terdengar suara laki-laki.
Rika membungkam rapat mulutnya, menambal nya dengan kedua tangan. Air mata dan dada yang berat dengan gemuruh menyeruak. Kekecewaan menghanyutkan dirinya malam ini. Bayangan makan malam nanti bernuansa romantis dengan kekasihnya buyar sudah. Berubah menjadi kenyataan pahit.
🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻
Tubuh Rayan terasa tak berenergi. Rasanya seperti terkikis panas. Peluhnya menyatu dengan peluh pada tubuh Rosie yang masih si tindihnya. Nafasnya menjadi berat. Pening yang tadi mengelilingi kepalanya tiba-tiba sirna.
Tubuhnya sedikit lelah, tapi ruang dadanya seperti dahaga yang menemukan Oase. Lega, namun tak dapat diungkap kata. Rayan melepaskan tubuhnya yang masih melekat, tapi Rosie mencegahnya. Rayan dianjurkan untuk mengikuti instruksi Rosie dahulu. Rosie harus memastikan pengaman yang dipasang nya masih aman.
Rayan jadi salah tingkah. Padahal tadi aksinya menggebu hingga tak mengenal kata malu. Kini ia merona kembali oleh tingkah aneh wanita yang menaklukannya. Setelah semua 'bersih', Rosie berlari ke dalam kamar mandi. Ia membuang ko***m yang tadi dipakaikan nya ke timun Rayan.
Dua puluh menit kemudian Rosie keluar. Ia sudah mengenakan pakaian tidur. "Tuan... Tuan tidak membersihkan diri?" Tanya Rosie.
"Mmmm... Saya terlalu lelah. Saya mau langsung tidur saja..." Jawab Rayan yang langsung tertidur.
Rosie memutar bola matanya. Biasanya iya akan tidur dengan kliennya setelah mereka berolah raga. Tapi kali ini iya memilih untuk tidur siang di sofa dekat bed Rayan. Karena kali ini ia sudah mandi kilat setelah berpeluh. Ia harus menjaga tidurnya, kegiatan orang kaya yang diikuti nya ini pasti sangat menguras tenaga.
🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻
TIING..
Maaf... Sepertinya kita harus me Reschedule makan malam kita hari ini. Aku ada keperluan mendadak.
🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻🌼🌸🌻
_DONE PART 5_
Kasih jejak kalian berupa LIKE, FOLLOW, VOTE, juga KOMEN yaaaa 😪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Meme Chun
mohon dukungan readers untuk like serta komen penyemangat nyaaaa kaka 🥰
2023-11-26
2