''Evan hanya diam mendengarkan cerita Pak Dekan tersebut sambil mengingat ingat kejadian yang di ceritakan sekarang.
"Lalu apa maksud Anda memanggilku kesini?" Tanya Evan lagi.
"Begini jadi, ada penelitian dari salah satu university terkenal di Jerman. dan membutuhkan beberapa tenaga di bidang Sains." Jawabnya sambil melirik Evan melihat responnya.
"Saya berencana mengajukan kamu untuk ikut penelitian tersebut." Lanjutnya lagi setelah melihat respon biasa dari Evan.
"Maaf pak saya menolak tegas tawaran bapak. Saya tidak mungkin meninggalkan adik dan Mama saya.Saya permisi." Tegas Evan berdiri sambil menundukkan kepala berlalu hampir meninggalkan ruangan.
"Ada gaji besar setiap bulannya." Sahutnya cepat menawar lagi.
Evan berhenti sejenak berbalik menatap mata Dekan tersebut sambil mencerna setiap kata-kata Dekan tersebut.
'Tawarannya memang bagus dan aku pun tidak akan bekerja sampai larut untuk menghidupi Lily dan Mama.' Batin Evan sambil memikirkan nasib keluarganya.
"Maaf pak lalu jika saya mengikuti kegiatan tersebut, bagaimana kuliahku? apa di sana aku dapat fasilitas? maksudnya tempat tinggal dan makan sehari hariku." Tanyanya Detail agar tidak salah langkah.
"Itu semua kamu dapatkan dari makanan, tempat tinggal, dan untuk kuliahmu tetap akan kuliah di sana dan jangan khawatir untuk biaya karena biaya kuliah di sana sudah di jamin oleh university tersebut." Jawabnya lagi masih meyakinkan Evan yang mulai Bimbang.
" Soal ibu dan adikmu tenang saja, Mereka akan baik baik saja. Saya bertanggung jawab semua." Lanjutnya lagi.
"Apa jaminan anda bisa saya percayai." Sahut Evan lagi.
Dekan yang gemas akibat keras kepalanya Evan, anak dari sahabatnya tersebut menarik nafas berat sambil mengeluarkan telepon genggamnya lalu mengetik salah satu nomor di telepon dan menghubunginya dengan mode loudspeaker.
"Tut..tut..tut.. Haloo." terdengar suara yang tidak asing dari hubungan telepon tersebut di telinga Evan.
"Mama.." Bisik Evan yang tau betul bahwa itu suara dari Mama tercintanya.
"Halo Silvy kau dengar aku." Sahut Dekan tersebut setelah mendengar suara seseorang yang sedang ia hubungi.
" Ya Gun ada apa? Tumben menghubungiku. apa ada masalah dengan anak sulung ku." Sahut Wanita tersebut yang tak lain adalah Silvyana mama Evan.
"Tidak aku hanya mengabarkan bahwa Anak jenius mu akan aku ikutkan kegiatan penelitian Sains di Jerman. Apa kau setuju?" tanyanya tanpa memperdulikan Evan yang bingung akan hubungan Mamanya dengan Pak Gunawan.
"Apapun itu aku Setuju asal anakku setuju dan terbaik untuk masa depannya Dan tidak membahayakannya." Sahutnya lagi.
"Baiklah jika kau memberi izin. terima kasih atas izin mu maaf mengganggu waktumu." Jawab dekan dengan senyum mengembangnya setelah mendapat izin dari Mama.
"Bagaimana Nak Evan, apa kau masih meragukan janjiku." Sahutnya tegas.
"Baiklah, aku Setuju mengikuti penelitian tersebut. Dan janjimu menjaga keluargaku akan aku pegang.Saya permisi 3 menit lagi kelasku akan di mulai" Jawabnya lantang penuh penekanan dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.
'Bas, Dia benar benar seperti dirimu keras kepala,pekerja keras dan sangat menyayangi keluarganya.' Batin Dekan tersebut dengan senyum khasnya mengingat mendiang sahabatnya tersebut.
Seusai pertemuannya dengan Dekan siang itu.Evan mulai menyiapkan semua yang di butuhkan. Termasuk beberapa teman teman terpercaya nya untuk sesekali menjenguk adik dan Mamanya termasuk Dika yang juga sudah di anggap anak oleh mama Silvya.
"Van loe yakin mau ke Jerman."Tanya Dika yang tidak rela di tinggal jauh oleh Sahabatnya yang di anggap saudara itu.
"Yakin lah Dik, Anggap aja ini lembaran baru untuk masa depanku dan Adikku termasuk mama." Jawabku meyakinkan Dika.
"Lalu penawaran ku loe sia siain gitu." Tanya nya lagi.
"Tidak, Aku tetap akan bantu kamu membuka Resto Impianmu." Jelasnya lagi.
"Caranya, Bukankah dirimu jauh di sana??" Tanyanya bingung.
"Dik, percaya padaku semua akan baik baik saja." Jawabnya meyakinkan. "Aku ada teman di Resto itu, dia akan bantu kamu sepenuhnya. Dan aku akan bantu cek laporan keuanganmu dan menu apa saja yang akan di jual via e-mail nantinya." Jelasnya lagi
"Baiklah, Selanjutnya apa yang aku lakukan. " Tanya nya lagi.
"Carilah tempat untuk kau sewa, cari yang strategis. " Jelasnya lagi.
Dika yang sedikit banyak paham akan property dan letak strategis hanya mengangguk paham, mulai scroll scroll gadgetnya untuk memulai bisnis barunya itu.
...
Di rumah evan langsung menemui mamanya bersama adik kesayangannya yang sedang bantu packing barang pesanan customer langganan mamanya itu. Dengan kacamata antik yang menempel di hidung mancungnya tidak mengurangi kesan cantik pada parasnya walaupun usia sudah tidak lagi muda.Beliau sedang duduk di depan laptop buntut peninggalan Alm Suaminya. Pada laptop tersebut tempat iya berjualan online untuk menghidupi kedua anaknya. Dari hasil jual online itulah Beliau mendapatkan uang untuk sekedar makan dan keperluan lain.
" Ma, jangan terlalu di froksir. Ingat kesehatan Mama." Kata Evan mendekat sambil meraih telapak tangan Mamanya.
"Sudah pulang nak, bersih bersih lah lalu kita makan malam bersama.Adikmu sepertinya sudah lapar." Sahutnya pada anak sulungnya itu.
"Bisa lapar kamu Dek?" Jawabnya menggoda Adik kesayangannya yang mulai cemberut akibat sindiran mamanya.
"Bisalah, aku kan manusia normal. Gak kayak kakak berlagak kayak robot. pagi kuliah sore Magang malam sampai subuh kerja." Sahutnya sewot.
"Sepertinya ada singa betina yang lapar banget. Sampai sampai suaranya ngaungg.. ngaungg.." Sahutnya lagi sambil menirukan gerak singa mengaung.
"Sudah..sudah.. Sana cepat mandi keburu kamu berangkat kerja." Lerai sang mama yang tak rela melihat kedua malaikatnya saling berargumen.
Malam itu mereka makan bersama seperti hari hari sebelumnya. Sebenarnya Evan ingin menyampaikan perihal ia akan pergi ke Jerman, Namun hatinya terasa berat jika harus meninggalkan kedua malaikat kesayangannya. Hingga tanpa sadar ia menatap mama dan adiknya bergantian.
"Kakakku sayang apa aku terlihat cantik hingga engkau menatapku seperti itu." Sahut Lily yang memperhatikan kakak nya yang sedang melamun menatap ia dan mama dengan teduh.
"Idiih... Ge Er lihat tuh di gigimu nyangkut cabe gede banget." Sahutnya berbohong karena ketahuan sedang menatap adik dan mamanya.
Mama nya yang sadar akan pertanyaan si bungsu pada anak sulungnya mengingatkan soal keberangkatan anak sulungnya ke Jerman.
"Van, bagaimana persiapanmu nanti berangkat ke Jerman?" Tanya mama sambil menatap anak sulungnya.
"Masih menunggu kabar kapan berangkat ma." Jawabnya ragu sambil menunduk.
"Jangan mengkhawatirkan Mama dan adikmu. Mama yakin ini adalah awal dari kesuksesanmu." Sahutnya meyakinkan anak sulungnya yang mulai bimbang akan keputusannya.
" Tapi ma, siapa yang akan menjaga mama dan Lily saat aku pergi nanti." Jawabnya lagi yang masih terus khawatir akan kedua orang yang duduk didepan nya.
"Apalagi aku pergi gak sebentar ma. sampai 8 tahun kedepan."Sahutnya lagi.
"Evan, dengarkan mama. Mama bertahan sampai sekarang itu untuk melihat kesuksesan anak-anak mama. Jika kamu melewatkan kesempatan ini itu artinya kamu menyia-nyiakan usaha mama untuk kesuksesan kalian." Sahutnya meyakinkan Anak sulungnya itu.
"Maaf ma, Evan tidak bermaksud begitu. Evan hanya khawatir keadaan mama dan Lily nanti saat Evan tidak ada di samping kalian." Jawabnya menunduk merasa bersalah.
"Hiks.. hiks.." terdengar suara Lily yang tiba-tiba menangis sambil menunduk.
"Apa kakak akan pergi jauh?." Tanyanya sambil sesenggukan.
"Tidak, Kakak hanya meneruskan magang di Jerman, sambil bekerja disana." Jawabnya yang bingung mencari alasan agar adik manjanya tidak menangis.
"Lily sayang, sudah nanti mama jelaskan. Sekarang kamu selesaikan makannya lalu masuk kamar dan belajar,sebentar lagi kamu ujian kan?." Sela mama Silvy yang tau akan akhir cerita jika percakapan adik dan kakak ini berlanjut.
"Iya mam." Sahutnya sambil menghapus sisa air matanya dan melanjutkan makan malam.
Malam itu mereka makan dengan hening. Evan yang paham maksud mamanya yang menyuruh adiknya belajar di kamar agar beliau bisa berbicara empat mata dengannya.
TOK.. TOK.. TOK.. "Van apa mama boleh masuk."
"Sebentar ma, Evan masih ganti baju." Sahut Evan dari dalam kamarnya.
"Ada apa ma?." Jawabnya sambil membuka pintu kamar mempersilahkan mamanya untuk masuk.
"Tidak ada, mama hanya ingin kamu berhenti bekerja saja. Jualan online mama sudah mampu mencukupi untuk makan dan biaya sekolah adikmu." Sahutnya yang hampir setiap hari melontarkan pertanyaan yang sama pada anak sulungnya saat akan berangkat bekerja.
"Sudahlah ma, Evan bahagia kok bekerja seperti ini. lagian juga untuk pengalaman kerja nanti kan?."Jawabnya pun sama seperti sebelumnya.
"Hmm Baiklah, Hati hati saat akan bekerja." jawabnya sambil memegang pundak anak sulungnya itu.
"Iya ma. Evan siap siap dulu. Sudah jam 8:30 kurang 30 menit lagi jam masuk kerja."
Silvy hanya mengangguk menatap malang anak sulungnya yang rela banting tulang untuk dirinya dan adiknya.
'Maafkan mama nak, yang tidak bisa memberi kehidupan yang baik untuk kalian. Batinnya
...
1 Minggu kemudian
Tepat hari Jum'at siang Evan sudah berkemas baju untuk ia bawa ke Jerman. Mempersiapkan segala sesuatunya untuk ia gunakan di sana.
"Van apa mama boleh masuk?" terdengar suara mama dari balik pintu yang tidak tertutup rapat.
"Masuk saja ma, pintunya tidak di kunci." Sahutnya yang masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Ada apa ma?." Tanya Evan pada mamanya yang sudah duduk di samping tempat tidur.
"Ini bisa kamu gunakan untuk biaya hidup sementara di sana sampai uang makan kamu di transfer." Katanya sambil menyodorkan cincin emas dengan sebutir berlian di atasnya.
Cincin yang selama ini mama simpan dan sayangi. Cincin yang beliau dapat dari pujaan hatinya. Cincin yang menjadi bukti akan janji suci yang terucap. Beliau lepaskan begitu saja hanya untuk melihat kesuksesanku.
"Tidak ma, Aku sudah dapat bantuan biaya dari kampus, bahkan sudah di transfer." Jawabku berbohong padahal aku emang sudah merencanakan hidup disana dengan mengandalkan tabunganku dari uang yang aku sisihkan dari hasil kerjaku selama ini.
"Apa kau yakin." Tanyanya yang masih ragu.
"Yakin ma, apa mama mau lihat bukti transfer saldonya." Jawabku agar beliau percaya.
Beliau hanya diam memperhatikan manik mataku terlihat berbohong atau tidak.
"Ma, berjanjilah padaku untuk tidak menjual Cincin itu apapun yang terjadi." Kataku lagi sambil mengalihkan pembicaraan agar beliau tidak curiga.
Mama hanya mengangguk lalu memelukku sambil meneteskan air mata berharganya hanya untuk membisikan beberapa kata yang membuat hatiku semakin berat untuk pergi.
MAMA AKAN SELALU MERINDUKANMU DAN MENDOAKAN MU NAK.
Beberapa kata yang sangat menyesakkan namun mampu membuatku berkobar dan berjanji pada diriku sendiri.
" AKU BERJANJI AKAN PULANG MEMBAWA KESUKSESAN DAN MENGANGKAT DERAJATMU MA."
Sampai di sini dulu yaa..
AUTHOR MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
^u^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments