Nasihat Emak

  "Pak Lik, gimana kabarnya?" Sapa Hari mengajak bersalaman dengan lelaki berkumis berumur sekitar 40 tahunan.

  "Alhamdulillah baik, kabarmu gimana Har?" Tanya Pak Lik Marto menyambut tangan kanan Hari.

  "Alhamdulillah baik juga Pak Lik!" Balasnya.

  "Katanya kemarin Kamu baru lamaran dengan Fatimah, ya?" Tanyanya.

  "Iya Pak Lik. Tahu dari mana Pak Lik?" Tanya balik Hari penasaran.

  "Dari Bu Puji, tadi ketemu di jalan! Dia kan rumahnya dekat dengan rumahnya Fatimah!" Jawabnya.

  "Oh begitu. Minta doanya Pak Lik, semoga semua berjalan lancar sampai Saya dan Fatimah menikah!" Pintanya.

  "Aku doakan Hari! Semoga Kalian memang ditakdirkan berjodoh! Semoga semua lancar sampai menikah dan Kalian bisa membina keluarga yang sakinah mawadah warahmah." Doanya.

  "Aamiin ya rabbal'alamiin." Jawab Emak, Hari, dan Fatimah berbarengan.

  "Ini mau berangkat ke Jakarta sekarang Har?"

  "Iya Pak Lik."

  "Pakai kereta kan?"

  "Iya. Naiknya di stasiun Balapan ya Pak Lik."

  "Iya."

  "Mak, Hari pamit dulu ya!" Hari mengulurkan tangan kanannya. Emak menyambut tangan anak sulungnya.

  "Iya Nak! Hati-hati di jalan ya! Kalau bekerja juga hati-hati!" Pintanya dengan berlinangan air mata.

  "Iya Mak!" Hari pun mencium belakang telapak tangan emaknya.

  "Dimana pun Kamu berada, jangan pernah tinggalkan shalat lima waktu, ya Hari anakku! Karena shalat adalah tiangnya agama!" Pinta emak. Air matanya tidak dapat ditahan lagi.

  "Iya Mak!" Balas Hari yang ikut menangis. Hari pun langsung memeluk tubuh emak yang terlihat kurus seperti tanpa daging. Hanya tinggal kulit yang melapisi tulang.

  "Maafkan semua kesalahan Emak, ya Nak!" Pintanya sambil memeluk tubuh anaknya.

  "Emak nggak perlu minta maaf! Hari yang harusnya minta maaf sama Emak! Hari selama ini banyak salah sama Emak!" Air matanya semakin deras membasahi kedua pipi Hari, hingga menetes di punggung emaknya.

  "Semua kesalahanmu yang dahulu, sudah Emak maafkan, Nak! Tanpa Kamu minta pun, Emak sudah memaafkannya! Jadi, tidak perlu Kamu pikirkan lagi masalah yang dahulu! Malahan setiap sehabis shalat, Emak selalu mendoakan Kamu dan Fera agar menjadi anak yang shaleh dan shalihah!" Balas emak sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya.

  "Terima kasih Emak!" Ucap Hari sambil perlahan melepaskan pelukannya.

  "Pesan Emak, selalu jalankan perintahNya dan jauhi laranganNya, ya Nak! Apalagi di kota besar tidak semua orang berhati baik! Hati-hati dalam bergaul dan memilih teman, ya Har! Jauhilah orang-orang yang membawamu ke dalam kemungkaran!" Nasihatnya.

  "Insha Allah Hari akan slalu ingat pesan Emak!"

  "Jangan lupa Hari! Sisihkanlah sebagian uangmu untuk membantu orang yang membutuhkan! Perbanyaklah shadaqah kepada para fakir miskin dan duafa! Karena di dalam penghasilanmu ada hak mereka!"

  "Insha Allah Mak! Semoga Hari bisa berbagi kepada sesama!"

  "Terima kasih ya Hari! Kamu sudah mendaftarkan Emak untuk ibadah haji! Doakan Emak ya Har, semoga Emak diberikan umur yang panjang! Agar Emak bisa melihat Kamu menikah dan punya anak! Dan Emak bisa mewujudkan impian Emak untuk ibadah haji!" Katanya sambil tersenyum.

  "Iya Mak! Hari selalu doakan Emak agar selalu diberikan kesehatan dan umur yang panjang. Agar bisa melihat Hari menikah dan Emak bisa naik haji!" Balasnya.

  "Ya sudah Har, lebih baik Kamu berangkat sekarang! Kasihan Pak Lik Marto sudah lama menunggu!" Ucap emak.

  "Iya Mak! Kalau Hari sudah sampai Jakarta dan sudah ada waktu luang, Hari akan secepatnya kirim surat!" Katanya.

  "Iya Har. Emak akan tunggu suratnya!" Balasnya.

  "Dek, Mas berangkat dulu ya!" Hari menatap wajah pujaan hatinya.

  "Iya Mas. Hati-hati di jalan! Fatimah akan setia menunggu Mas Hari sampai pulang ke kesini lagi!" Fatimah berusaha untuk tegar. Senyum terpancar dari wajahnya. Walaupun kesedihannya tidak dapat disembunyikannya.

  "Iya Dek! Tunggu Mas kembali pulang ke kampung tercinta ini ya Dek!" Pintanya.

  "Iya Mas!"

  "Assalamu'alaikum." Salam Hari. Lelaki itu pun naik keatas becak dan duduk disebelah kardus yang sudah ditaruh di atas becak oleh Pak Lik Marto.

  "Wa'alaikumsalam." Jawab Emak dan Fatimah berbarengan. Mereka berdua pun melambaikan tangan kanannya. Hari membalasnya dengan lambaian tangannya. Air matanya kembali menetes, ketika ia melihat wajah ibu dan calon istrinya.

  "Mengapa perasaanku nggak seperti biasanya ya? Biasanya kalau Aku kalau pulang kampung dan hendak berangkat lagi, Aku nggak merasa sesedih ini! Kali ini rasanya hatiku sangat berat untuk meninggalkan Emak dan Fatimah!" Serunya dalam hati.

  Setelah naik ke atas sadel, Pak Lik Marto bergegas mengayuh becaknya. Perlahan becak itu berjalan meninggalkan emak dan Fatimah yang masih berdiri di halaman depan rumah. Semakin jauh jarak antara becak itu dengan emak dan Fatimah, Hari yang menengok kearah belakang akhirnya kembali menghadap depan.

  "Apa Kamu masih kangen Emakmu dan juga Fatimah, Har?" Tanya Pak Lik Marto.

  "Iya Pak Lik." Balasnya.

  "Kapan-kapan kalau libur kan Kamu bisa pulang kampung lagi, Har!" Ucapnya.

  "Iya Pak Lik! Rasanya ingin selalu bersama dan selalu dekat dengan Emak, tapi mau gimana lagi, rizkiku di Jakarta!" Balas Hari sambil mengusap air matanya.

  "Semua sudah takdir dari Allah, Har! Rizkimu memang didapatkannya di Jakarta! Disyukuri saja! Banyak lho yang ingin bekerja di perusahaan otomotif sepertimu! Lagian kalau Kamu kerja disini, mau kerja apa? Nyari kerja kan susah! Gaji di kota kecil ini kan tidak sebesar kayak di Jakarta! Seperti yang Aku katakan tadi, syukurilah pekerjaanmu! Jalanilah dengan ikhlas!" Nasihat Pak Lik Marto.

  "Iya Pak Lik." Balas Hari.

  Pak Lik Marto terus mengayuh becaknya dengan sekuat tenaga. Becak itu pun terus melaju dengan cukup kencang, menuju stasiun Balapan yang terletak di kota Solo itu.

  Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menitan, mereka akhirnya sampai di depan stasiun Balapan. Hari pun turun dari atas becak. Ia kembali menggendong ranselnya dan menjinjing kardus berisi makanan dari emaknya. Sebelum Hari memasuki area stasiun, ia tidak lupa membayar jasa kepada Pak Lik Marto. Ia pun memberikan selembar uang kertas dengan nominal 20 ribuan.

  "Terima kasih banyak ya Pak Lik, sudah diantar!" Hari menyodorkan uang ditangan kanannya kehadapan Pak Lik Marto. Melihat nominal uang yang cukup besar, Pak Lik Marto pun mengeluarkan dompet dari dalam saku celananya bagian belakang. Lelaki itu hendak mengambil beberapa lembar uang dengan maksud untuk kembalian. Namun dengan cepat Hari bersuara.

  "Ambil aja kembaliannya Pak Lik! Buat beli rokok!"

  "Terima kasih banyak, Hari! Semoga Kamu dilancarkan rizkinya oleh Allah!" Pak Lik Marto menerima uang dari Hari dengan rasa bahagia.

  "Aamiin. Ya sudah, Aku pamit dulu ya Pak Lik!" Serunya.

  "Iya Har!"

  Hari pun berjalan dengan cepat ke dalam area stasiun. Sesampainya di dalam stasiun, ia bergegas membeli tiket kereta ekonomi. Setelah mendapat tiket, Hari kembali berjalan menuju area pemberangkatan.

  Sekitar 15 menit menunggu, kereta yang hendak dinaiki oleh Hari akhirnya muncul dihadapannya. Begitu kereta itu berhenti, Hari dan para penumpang yang lainnya bergegas naik ke atas gerbong kereta. Tidak membutuhkan waktu lama, Hari menemukan kursi yang sesuai dengan nomor kursi pada tiket yang dipegangnya. Hanya 10 menit kereta itu berhenti, akhirnya kereta yang penuh dengan penumpang itu, kembali melaju dengan kencang.

  Sepanjang perjalanan Hari tidak bisa tidur. Jangankan tidur, untuk makan dan minum pun rasanya tidak berniat. Hari hanya melamun sambil memandang kearah luar jendela. Dalam benaknya terus menerus kepikiran sosok emak dan Fatimah.

  

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!