Entah mengapa Yelena merasa bahwa udara hari ini berbeda dengan biasanya. Lebih sejuk.
Satu minggu dia menetap di tempat yang berbau obat dimana-mana itu. Infus yang sangat mengganggu, dan tempat tidur yang kurang nyaman. Namun setelah ini semua itu akan berakhir.
"Non, Bibi tinggal keluar sebentar ya?" pamit Bi April.
Yelena mengangguk sambil tersenyum.
Diliriknya tas barang berukuran sedang yang selesai Bi April bereskan.
'Hanya sedikit itu?' pikirnya.
Yelena menghela napas...
Dia duduk di atas ranjangnya. Tangannya masih terhubung dengan slang putih yang mengganggu itu. Dokter bilang, Yelena bisa pulang setelah cairan infus itu habis.
Dia menatap keluar jendela yang terbuka.
"Apa Sean akan menjemput ku? atau Aiden?" gumamnya.
Klak~
Pintu terbuka, seseorang dengan jas putihnya masuk ditemani dengan orang berpakaian putih lainnya.
"Tolong lepas infusnya Sus," Dokter itu berkata pada Suster.
"Selamat atas kepulangannya," ucap Dokter kemudian.
Seorang suster datang lagi dengan sebuah kursi roda. Diikuti dengan Bi April di belakangnya.
"Mari saya bantu," ucap perawat itu.
Dibantu oleh suster dan Bi April, Yelena pindah ke kursi roda.
Yelena tersenyum tipis, "Terimakasih."
"Ingat untuk kontrol setiap dua minggu sekali," pesan Dokter.
"Baik, terima kasih Dok," jawab Yelena.
Bi April mendorong kursi roda Yelena memasuki lift keluar dari ruangan yang pengap itu. Kini dia dapat bernapas dengan lega. Dia akan segera menatap dunia. Dunia yang tak ditatapnya selama seminggu.
Mereka berhenti di depan pintu lift, menunggu pintu itu terbuka.
"Non, nanti kalo pusing bilang ya," tutur Bi April saat pintu lift mulai terbuka.
"Ok Bi," seru Yelena bersemangat sambil mengacungkan jempolnya.
Bi April tersenyum, melihat gadis yang sedari pertama bertemu murung itu kini tersenyum ceria.
Pintu lift terbuka di lantai lobi. Pintu kaca di depan sana menampilkan pemandangan luar yang bersinar. Dia sudah tidak sabar lagi melihat dunia.
Yelena menarik napas panjang panjang, merasakan segarnya udara pagi itu. Terik matahari menerpa wajahnya, membuatnya menyipitkan mata.
"Bi, siapa yang akan menjemput kita?" tanyanya.
Bibi terdiam.
Tin tin~
Mobil sport hitam berhenti di depan mereka.
"Selamat," ucap Sean setelah keluar dari dalam mobil sembari menyodorkan buket bunga mawar pada Yelena.
"Terima kasih"
Beberapa saat kemudian hal tak terduga muncul.
Haciu~
Yelena bersin-bersin.
Ya, meskipun kehilangan ingatannya..bukan berarti dia kehilangan jati dirinya. Yelena memiliki alergi terhadap serbuk sari bunga.
Sean tidak mengetahui hal itu. Dia pikir orang yang persis dengan kekasihnya juga memiliki kesamaan dengannya.
'Apa dia memiliki alergi terhadap bunga?' batin Sean.
Segera dia menjauhkan bunga itu dari Yelena. Waspada jika tebakannya benar.
Dia memberikan bunga itu kepada Bi April.
"Yelena akan ikut dengan saya. Mobil Pak Daus sedang menyusul di belakang, nanti Bibi pulang dengan Pak Daus," tutur Sean.
"Baik tuan muda," jawab Bibi.
Sean kembali berfokus pada Yelena. Bak seorang tunangan yang sangat menyayangi calon istrinya, Sean tersenyum.
Yelena tercengang melihat pemandangan itu. Ini pertama kalinya dia melihat Sean menyunggingkan senyumnya.
Sean membelai rambut Yelena dan mencium keningnya. Rencana yang sangat sempurna dan matang.
"Ayo kita pulang," ucap Sean sembari mengambil alih kursi roda itu dari tangan Bi April.
"Mmm~ Sean?" panggil Yelena menghentikan langkah Sean.
"Apa aku memiliki rumah?" lanjutnya.
Sean tak menjawab pertanyaan Yelena dan terus melanjutkan langkahnya mendorong kursi roda menuju ke mobil.
Yelena tertunduk.
Mungkin saat ini diam lah yang paling cocok untuknya.
"Ah?" seru Yelena kaget saat Sean yang tanpa kata mengambil alih tubuhnya, menggendongnya untuk masuk kedalam mobil.
"Apa yang kamu lakukan?" seru Yelena.
Cup!
Kecupan kecil itu cukup untuk membungkam mulut Yelena.
Yelena membelalakkan matanya. Jantungnya mulai berdegup kencang.
"Kamu akan mengetahuinya saat sampai," bisik Sean.
......................
Hening...
Tidak ada interaksi diantara mereka berdua. Seperti seorang supir dan penumpang. Sesekali Yelena melirik Sean yang sedang fokus dengan kemudinya.
Tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menghancurkan keheningan yang ada di dalam sana. Rasa canggung dan tak nyaman mulai mengganggu hatinya.
Dia menghela napas panjang. Hal itu menyita perhatian Sean .
"Kenapa?" tanyanya yang masih fokus pada kemudinya.
"Mm?" serunya kaget.
Yelena membelalakkan matanya dan menoleh. Dia mulai panik. Dia tidak bermaksud menyita perhatian Sean dengan cara seperti itu.
Sean tidak lagi mengatakan apa-apa. Yelena sedikit lega akan hal itu. Namun dia masih tak melepas pandangannya dari Sean. Dia menatap pria yang sedang fokus itu.
Matanya, hidungnya yang mancung, garis rahang yang tegas, dan juga bibir itu. Bibir yang baru saja mengecupnya. Wajahnya memanas, mungkin pipinya juga sudah memerah saat ini.
Deg!
Mata mereka bertemu.
Perasaan aneh muncul dalam dadanya saat mata yang tegas itu memalingkan tatapannya secepat mungkin. Seakan pemiliknya tidak ingin mata itu menatapnya.
Yelena menunduk lesu.
"Bosan?" tanya Sean yang tanpa menunggu jawaban langsung menyalakan radio.
"Lagu favorit kamu," ujarnya.
'Lagu favorit? tapi ini terdengar sangat asing di telinga ku,' hatinya memberontak.
Namun dengan tenang Yelena tetap mendengarkan lagu yang terdengar asing itu. Dia memejamkan matanya, mencoba menerima lagu itu.
Tapi tidak bisa. Dia mengerutkan keningnya merasa risih.
"Aku tidak suka," ujarnya.
Sean melirik tajam. Kemudian membuang muka dan memijat pangkal hidungnya sejenak.
Bang!
Dipukulnya dengan keras stang mobil yang dikendalikannya. Lalu menekan tombol radio dengan kasar. Lagu berhenti berputar.
Tubuh Yelena mulai gemetar ketakutan. Dia mencengkeram lengannya dengan kuat sembari menunduk dan memejamkan matanya.
"Sial!" decak Sean.
Dia mendapati Yelena yang tertunduk ketakutan. Lagi-lagi dia memijat pangkal hidungnya.
"Maaf, hari ini ada sedikit masalah di kantor. Maaf aku melampiaskannya padamu," tuturnya lembut sembari mengusap rambut Yelena.
...****************...
Mobil berhenti disebuah rumah mewah. Sean melepas sabuk pengamannya dan hendak membuka pintu mobil. Namun dia mengehentikan tangannya saat melihat gadi di sampingnya itu terlelap.
Dibelainya dengan lembut wajah Yelena. Mata itu. Dia menatap mata yang sedang terpejam itu.
"Aku takut tenggelam pada mata itu. Karena aku juga jatuh padamu karena mata itu. Allesa, aku merindukan mu," gumamnya.
"Entah sejak kapan aku menjadi brengsek seperti ini."
Sean mengacak-acak rambutnya dengan gusar dan menenggelamkan kepalanya di atas stang mobil.
"Apa yang sudah aku lakukan!?" dia terus bergumam.
"Mm~ sudah sampai?" tanya Yelena membuka matanya.
Sean mengangkat kepalanya.
"Iya, ini rumah kita."
"Kita? kita tinggal bersama? bukankah kita masih bertunangan?" tanyanya.
Gadis ini begitu polos, batin Sean.
Tidak kehabisan bualan. Jika sudah sampai disini, berarti dia sudah menyiapkan banyak jawaban yang sekiranya akan ditanyakan.
"Aku lupa jika kamu kehilangan ingatan. Hal ini kamu sendiri yang memintanya," jawabannya sambil menyeringai.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments