tok..tok..tok
Suara ketukan pintu itu terdengar. Namun kelihatannya tidak ada sahutan dari dalam sana.
Klak~
Pintu terbuka.
Wanita paruh baya itu meletakkan barang bawaannya di sofa. Kemudian menoleh pada gadis yang sedang terlelap di samping sana.
Dia mendekati gadis itu. Ditatapnya wajah cantik itu dengan rinci.
" Benar-benar mirip , " gumamnya .
" Mm~" Yelena menggeliat .
Matanya perlahan mulai terbuka. Samar-samar terlihat sebuah bayangan di hadapannya yang membuatnya terlonjak.
"Siapa kamu!?" teriaknya kaget.
Wanita paruh baya itu ikut terlonjak karena teriakan Yelena, dan membuatnya memundurkan langkahnya menjauh.
"Maaf sudah mengagetkan Nona. Saya Bibi April Non," jelasnya.
"Bi April?" lirihnya.
Dia berpikir sejenak.
"Iya Non , saya Bi April. Saya tau Non Yelena tidak ingat dengan rupa saya. Dan pastinya itu membuat Nona sangat kaget saat melihat saya tadi. Saya minta maaf sudah mengagetkan Nona," ucap Bi April.
"Tak apa Bi, saya juga minta maaf. Sean tadi sudah berpesan, dan harusnya saya juga harus bersiap,"
Yelena kembali berbaring.
Muncul satu lagi orang yang tak dikenalnya. Berapa banyak orang asing lagi yang akan muncul? batinnya. Yelena memejamkan mata. Otaknya kembali bekerja, mencoba mengingat wajah orang-orang yang mungkin dikenalnya.
Namun nihil...
Dia mengerutkan keningnya. Rasa sakit mulai menguasai kepalanya.
"Non?" Bi April mengusap pelan kening Yelena.
"Maaf saya lancang, apa kepala Nona sakit?" lanjutnya sembari menarik kembali tangannya.
Yelena membuka matanya perlahan, kemudian mulai menyunggingkan senyum manisnya dan menggeleng pelan.
"Nggak apa Bi, makasih," ucapnya dengan lembut.
Bi April tercengang.
'Syukurlah hanya wajah mereka saja yang mirip. Yelena adalah gadis yang baik. Malang sekali nasibnya, semoga tuan muda memperlakukannya dengan baik.' batin Bi April.
Dalam lamunannya Bi April mengingat kembali perlakuan buruk yang pernah didapatnya. Dari Allesa Grey, calon tunangan Sean yang pergi 3 tahun yang lalu.
"Bi? Bibi gak papa?" tanya Yelena khawatir.
"Ah, ndak Non, gak apa. Bibi cuma merasa prihatin melihat kondisi Non seperti ini, Bibi sedih."
"Sepat sembuh ya Non," lanjutnya.
Yelena tersenyum tipis. Dia pun merasa sangat kasihan pada dirinya sendiri. Mungkin saat ini tidak ada satu orangpun di dunia ini yang dia ingat ataupun dia kenal.
Klak~
Pintu terbuka .
Aiden? batin Yelena.
Seperti tidak terjadi apa-apa, dia masuk kedalam ruang kamar inap Yelena dengan sekeranjang buah di tangannya.
"Den~"
Bi April menundukkan kepalanya menyapa Aiden.
Sedikit aneh untuk mengatakan hal ini. Tapi senyum Aiden benar-benar manis. Siapapun yang melihatnya pasti akan jatuh hati.
Termasuk gadis yang berbaring itu. Dia pun juga terjerat dalam senyumannya.
'Sadar Yelena, dia itu calon adik iparmu!' batin Yelena menggelengkan kepalanya.
"Bibi mau permisi cuci buah dulu," ucap Bi April yang sengaja meninggalkan tempat itu.
Kini tinggal mereka berdua didalam sana. Yelena membuang muka, menatap ke luar jendela.
Aiden yang melihat hal itu mulai berjalan ke arah jendela, berdiri tepat pada titik dimana tatapan mata Yelena tertuju.
Mata mereka bertemu.
"Kau marah?" Aiden memulai pembicaraan.
Yelena menggeleng, " Tidak."
"Untuk apa aku marah?" lanjutnya.
"Kamu tidak perlu takut padaku, aku bukan orang asing."
"Aku ca~ calon adik ipar mu," lanjutnya dengan berat.
Ya, dia terpaksa melakukan hal itu karena ancaman Sean tadi. Dia tidak ingin wanita yang dicintainya terluka. Tapi dia berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa dia akan menjaga Yelena. Dia tidak akan membiarkan Sean melakukan hal buruk pada gadis tak bersalah itu.
Gadis malang itu tidak seharusnya terluka dua kali karena ulah kakaknya. Raga dan juga jiwanya.
"Ya, aku tau itu.."
"Tapi..berapa banyak lagi orang asing yang harus aku hadapi?" tanyanya.
'Banyak, belum lagi jika ada kemungkinan Allesa Grey kembali' batinnya.
"Kamu tidak perlu khawatir,"
Lagi-lagi jawaban yang tidak ingin dia dengar.
Sean berkata bahwa Yelena hanya perlu percaya padanya. Di sisi lain Aiden berkata bahwa Yelena tidak perlu khawatir.
Semua ucapan yang di dengarnya hari ini bagaikan sebuah potongan puzzle. Dimana jika semua kalimat itu dihubungkan akan membentuk sebuah kata kunci dengan sebuah arti dibaliknya.
Mungkin yang harus dilakukannya hanyalah percaya.
"Oh iya, kata Dokter besok kamu sudah bisa pulang," ucap Aiden menarik perhatian Yelena yang terdiam.
"Apa aku memiliki rumah?" tanyanya yang lagi-agi membuat Aiden tidak dapat berkata apa-apa.
"Tanyakan pada Sean saat dia menjenguk mu."
"Entah mengapa aku lebih nyaman jika berbicara denganmu. Atau mungkin karena kamu menatap mataku saat berbicara? jadi aku lebih memiliki sedikit keyakinan terhadap ucapan mu."
Deg!
Aiden tercengang.
'Si gila itu benar-benar tidak waspada', batin Aiden memaki Sean.
'Ya, mungkin dia tidak akan pernah menatap matamu. Mata yang tajam namun terlihat polos itu, seseorang juga memilikinya.'
Gumam Aiden dalam hatinya sambil menatap Yelena prihatin.
"Aiden?"
Aiden terbangun dari lamunannya saat namanya dipanggil.
"Hm?" sahutnya.
"Apa aku akan baik - baik saja?" tanya Yelena serius.
"Apa kamu ingin tidak baik-baik saja?"
Aiden menyeringai.
"Terkadang aku merasa kalo kamu itu menyebalkan," pekik Yelena.
Aiden tertawa ringan.
"Ah, kakiku pegal. Apa kamu tidak mempersilahkan ku untuk duduk?" ucap Aiden.
"Siapa juga yang menyuruhmu untuk berdiri di situ?" Yelena tersenyum mengejek.
"Mmm...aku akan merepotkan semua orang dengan keadaanku yang seperti ini," lanjutnya.
Aiden menghela napas beratnya sembari duduk di sofa.
"Sean pasti akan menjagamu," jawabnya beberapa saat kemudian.
Yelena menatap Aiden yang sedang menghadap keluar jendela. Dia pria yang baik, pikirnya saat itu.
Klak ~
"Maaf Bibi lama, tadi habis pinjam piring sama pisau dulu ke dapur rum~"
Bibi menghentikan ucapannya saat suasana mencengang mengarungi ruangan itu. Perasaan canggung yang kini dirasakan Bi April. Dia tidak berani untuk berkata lagi.
'Apa telah terjadi sesuatu?' batin Bi April .
Dengan bersikap seolah tak tau apa-apa Bi April mengupas apel di meja samping Yelena berbaring.
"Permisi Non, ini Bibi sudah kupaskan apel. Non mau Bibi bantu duduk?" tawar Bibi.
"Terimakasih Bi."
Aiden masih tidak bergeming dari duduknya. Seakan tidak ada bosannya melihat pemandangan yang ada diluar sana.
"Maaf sudah mengganggu," Aiden yang tiba-tiba beranjak pergi itu membuat Yelena terheran dan berhenti melahap apelnya.
'Apa aku ada salah bicara?' pikir Yelena.
"Bibi?" panggilnya .
"Iya Non?"
"Apa kedua kakak beradik itu memang seperti itu?" tanya Yelena penasaran.
Entah sudah berapa kali dia membuat orang tercengang karena pertanyaannya. Bibi terdiam sejenak.
"Maaf sebelumnya karena tiba-tiba menanyakan hal itu. Karena aku sama sekali tidak mengingatnya," lanjutnya.
"Tidak apa Non. Tadi maksudnya seperti itu bagaimana ya Non?" tanyanya balik dengan senyum ramah.
"Entahlah , aku rasa ada yang aneh dari sikap mereka berdua. Apa ada yang mereka sembunyikan dariku?"
Deg!
Bibi juga salah satu pion Sean. Pion nya untuk menjalankan cerita konyol itu. Mengapa semua harus menuruti nya? Memang apa yang akan didapatkan Sean dengan melakukan hal itu?
Sama seperti Aiden, Bibi April juga tidak habis pikir dengan majikannya itu.
"Mungkin mereka masih syok dengan keadaan Nona."
Hanya itu yang dapat Bibi ucapkan.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments