"Kau mau makan siang disini sekalian, Rob?" Tanya Liam yang sudah membuka sabuk pengamannya lalu membuka pintu mobil.
"Ya!" Jawab Robert singkat yang memilih untuk turun belakangan saja. Robert dan Liam memang baru tiba di kediaman Halley setelah tadi mereka meeting bersama seorang klien di luar kantor.
Liam sudah menghilang ke dalam kediaman Halley, saat Robert turun dari mobil. Pandangan mata Robert langsing tertuju ke arah bola yang menggelinding di halaman rumah dan sepertinya berasal dari luar pagar. Robert sudah hafal itu bola siapa. Segera Robert memungutnya dan setengah berlari menuju ke pintu gerbang.
Seorang anak laki-laki sedang celingukan di pintu gerbang mencari bolanya.
"Hai, Angga!" Sapa Robert pada Angga yang langsung tersenyum lebar.
"Om, tumben sudah datang?" Sapa Angga yang seperti memang sudah akrab dengan Robert.
"Mau makan siang. Kau sudah makan siang?" Tanya Robert seraya keluar dari gerbang dan memberikan bola tadi pada Angga.
"Sudah tadi. Mama masih sibuk di dalam," Angga menunjuk ke rumah di seberang kediaman Halley. Setahu Robert, mamanya Angga memang bekerja paruh waktu di rumah itu sebagai perawat seorang lansia yang tinggal di sana.
"Ayo masuk dan main di dalam!" Ajak Robert selanjutnya pada Angga seraya mengendikkan dagunya ke halaman kediaman Halley yang luas.
"Ya!" Jawab Angga yang langsung melangkah maju tanpa melihat pagar yang ada di depannya.
Bruuk!
Anak laki-laki itu menabrak pagar besi.
"Hei! Hati-hati!" Robert buru-buru memindai tubuh Angga untuk memastikan tak ada luka yang serius.
"Pandangan Angga semakin kabur, Om!" Lapor Angga yang sejak kemarin memang mengeluh pandangannya kabur pada Robert saay merrka bermain bola bersama. Beberapa kali Angga gagal menangkap bola yang ditendang Robert karena bocah enam tahun itu mengatakan kalau ia tak bisa melihat bolanya dengan benar.
"Sudah ke dokter?" Tanya Robert memastikan seraya berjongkok dan memeriksa mata Angga.
"Belum! Kata Mama masih menunggu uang gaji," jelas Angga pada Robert.
"Begitu, ya?" Gumam Robert yang sudah ganti melihat arlojinya.
"Mama biasa selesai kerja jam berapa?" Tanya Robert selanjutnya pada Angga.
"Jam dua, Om!"
"Ikut Om sebentar, yuk! Kita periksakan mata Angga biar nggak nabrak-nabrak terus!" Ajak Robert seraya mengusap lembut kepala Angga. Hati Robert mencelos setiap kali menatap wajah Angga yang sorot matanya begitu lembut. Ingatan Robert tentang Sheila dan calon anak laki-lakinya yang bahkan belum sempat lahir ke dunia akan langsung menari-nari di benak pria itu.
Seharusnya tahun ini anak Robert sudah genap berusia tiga tahun, andai saja....
"Om!" Teguran Angga langsung membuyarkan lamunan Robert.
"Om melamun?" Tanya Angga karena sejak tadi melihat Robert yang hanya diam seraya menerawang.
"Tidak! Ayo kita pergi sebentar!" Ajak Robert selanjutnya seraya menggandeng tangan Angga dan mengajaknya naik ke dalam mobil. Tak berselang lama, mobil Robert sudah melaju meninggalkan kediaman Halley.
****
Sita sudah selesai mengerjakan semua hal yang perlu ia kerjakan. Oma, wanita tua berusia sembilan puluh tahun yang Sita rawat juga sudah terlelap setelah tadi Sita membersihkan badannya dan menyuapi makan.
"Sita!" Panggil sang majikan pada Sita yang sudah bersiap pulang.
"Iya, Nyonya!" Sita buru-buru menghadap majikannya dan duduk di sofa setelah dipersilahkan.
"Ini hari terakhir kamu merawat Oma." Kalimat pertama yang dilontarkan majikannya benar-benar terdengar seperti sambaran oetir di siang bolong.
"Kami suda mengambil keputusan untuk mengirimkan Oma ke panti jompo setelah ini. Jadi besok dan seterusnya kaj tak perlu lagi datang ke rumah untuk merawat Oma," jelas sang majikan lagi panjang lebar yang hanya bisa membuat Sita menghela nafas berat.
"Ini gaji kamu bulan ini dan maaf tidak ada pesangon! Hanya gaji," ucap majikan Sita lagu seraya menyodorkan sebuah amplop putih pada Sita.
"Terima kasih banyak, Nyonya!" Ucap Sita akhirnya seraya menganggukkan kepala.
"Sama-sama! Terima kasih juga karena sudah merawat Oma sepenuh hati selama ini."
"Kau sudah bisa pulang sekarang," pungkas sang majikan yang langsung membuat Sita buru-buru bangkit berdiri dan berpamitan. Sita membenamkan amplop putih tadi ke dalam tas dan merasa bingung sekarang. Apa Sita harus membeli obat untuk Pak Alwi dulu atau memeriksakan mata Angga dulu.
Meskipun sudah ditambah uang pemberian Teresa tadi, tetap saja uangnya tak akan cukup jika Sita harus membeli obat sekaligus memeriksakan Angga. Mungkin Sita harus mencari pekerjaan baru lagi agar ia punya penghasilan tetap.
"Angga!" Panggil Sita seraya mengedarkan pandangannya ke halaman rumah sang majikan untuk mencari keberadaan Angga. Biasanya Angga memang bermain sendiri di halaman rumah selagi Sita bekerja dan bocah enam tahun itu tak pernah rewel atau mengganggu pekerjaan Sita.
"Angga!" Panggil Sita lagi yang tak kunjung menemukan Angga. Tidak ada tanda-tanda keberadaan putranya di halaman rumah sang majikan.
"Apa main di rumah depan, ya?" Gumam Sita seraya melihat ke pagar kediaman Halley yang tinggi menjulang. Terkadang Angga juga main ke rumah seberang karena ada anak laki-lakinya seusia Angga di rumah itu.
Sita bergegas menuju ke kediaman Halley dan membuka pagarnya perlahan.
"Cari siapa, Bu?" Tanya security di kediaman Halley yang sudah hafal pada Sita.
"Angga, Pak. Bapak melihatnya?" Tanya Sita memastikan.
"Tidak tahu! Tadi memang bermain bola di luar dan tak mau masuk. Lalu saya tinggal untuk makan siang dan anaknya sudah tidak ada. Hanya ada bolanya saja," jelas security menunjuk ke arah bola Angga di pos satpam.
"Apa mungkin di dalam, Pak?" Tanya Sita menerka-nerka seraya menunjuk ke rumah keluarga Halley.
"Biar saya tanyakan dulu, Bu! Mungkin juga di dalam bersama tuan muda Fairel," ujar Security yang langsung membuat Sita mengangguk. Security langsung menuju ke rumah keluarga Halley dan Sita menunggu di depan pos satpam sambil harap-harap cemas.
Tak berselang lama, security sudah kembali lagi bersama seorang wanita yang sepertinya anggota keluarga Halley.
"Ada, Pak?" Tanya Sita tak sabar pada Security.
"Tidak ada, Bu!"
"Tadi bermain disini?" Tanya wanita yang datang bersama security.
"Saya tidak tahu, Nyonya! Tapi biasanya memang Angga hanya bermain di halaman rumah depan atau menyeberang kesini dan bermain disini saat putra anda di depan," jelas Sita pada wanita tadi.
"Panggil saja Yumi! Itu namaku," ujar wanita yang bertubuh chubby tapi tetap cantik tersebut.
"Dan Fairel sejak tadi main di dalam rumah karena sedang tidak enak badan. Jadi aku benar-benar tidak tahu Angga dimana. Dia tidak ke dalam tadi," sambung Yumi yang langsung membuat raut wajah Sita berubah khawatir.
"Saya akan mencari dan bertanya ke rumah sebelah," ucap Sita akhirnya yang hanya membuat Yumi mengangguk. Sita baru berbalik, saat mobil Robert tiba di depan kediaman Halley dan membunyikan klakson. Security segera membuka lebar pintu gerbang agar mobil Robert bisa masuk.
"Mama!" Panggil Angga dari dalam mobil Robert yang tentu saja membuat Sita dan Yumi kaget.
Robert menculik Angga?
.
.
.
Ada yang kangen keluarga Halley?
Udah lupa, Thor!
Oh, yaudah!
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PSTI SITA NGRAWAT PAPANYA THEO, OM NYA BELLINDA..
2023-05-18
0
Neneng cinta
msh nyimak....
2022-12-13
0
keke global
wah fairel trnyta ga sombong yaa mau maen ama angga
2022-04-09
1