Rico vs Pak Marmo

2 jam kemudian

Wati berjalan menuju ke kamar untuk membangunkan Ila.

Ila yang mendengar suara langkah kaki seseorang dari luar pun bergegas menyudahi kegiatan streaming nya, dalam pikiran Ila, jangan sampai ada yang tahu apa yang sedang ia kerjakan dikamar.

Ila pun memulai akting nya dengan berpura-pura tidur, agar sang Ibu tidak marah karena tadinya ia disuruh untuk istirahat namun itu tidak dilakukan oleh Ila.

Terdengar suara ketukan pintu dan sesaat kemudian muncullah Wati sang Ibu.

"La, Om Supri nya sudah datang itu diluar, katanya ada yang mau dia omongin ke kamu".

Suara lembut itu membuat mata Ila yang tadinya berpura-pura tidur kini terbuka, tentunya dengan kepura-puraan juga bangunnya.

Menciptakan suara lenguhan sebagai bukti bahwa ia telah terbangun.

"Euhhhh iya Bu, Ila bangun".

Setelah mendengar jawaban dari Ila, Wati pun segera meninggalkan kamar dan menuju ke dapur untuk membuat minum untuk tamu.

Ila keluar dari kamarnya dengan semangat, sedari tadi orang yang duduk di kursi ruang tamu itulah orang yang ia tunggu berhari-hari kedatangannya.

Ila memulai untuk memberikan salam dan juga Salim sebagai tanda hormat kepada orang yang lebih tua darinya.

"Iya Om, mau di ambil semuanya langsung atau beberapa dulu Om barangnya?".

"Tunggu-".

Kata yang diucapkan oleh Supri membuat dahi Ila mengerut. Kemudian ia kembali memfokuskan telinga nya untuk mendengarkan jawaban selanjutnya yang akan diucapkan oleh Supri

"Kerajinan yang kamu buat ini sudah terlalu kuno La, jadi jarang laku. Makanya Om sudah lama kan tidak kesini?".

"Om juga bingung mau ngasih saran ke kamu nya gimana, tapi Om harap kamu lebih berkreasi lagi, ya bisa ditambahkan detail hiasan mungkin, untuk menambah kesan cantik kepada kerajinan kamu biar nggak polos-polos banget, jadinya kan kalau ada hiasannya juga bisa bikin orang yang melihat itu tertarik".

Ila hanya mendengarkan dan diam-diam memikirkan tentang solusi yang diberikan oleh Supri kepadanya. Kalau dipikir-pikir memang benar jika kerajinannya itu sangat membosankan karena terlalu polos.

Di jaman sekarang kan pada suka dengan yang bergaya estetik bukan kuno seperti kerajinan buatannya.

Ia kemudian memutuskan untuk menerima saran dari Supri, ini juga untuk kebaikan pekerjaannya.

Wati datang dari dapur dengan membawa minuman, ia sebenarnya sudah mendengar semua ucapan dari Supri, ia juga setuju dengan saran tersebut.

"Iya La, kamu bisa nambahin dekorasi bunga atau apa gitu di kerajinan kamu, jangan yang berat-berat, justru dekorasi simple lebih bagus. Nanti kalau yang dekorasinya penuh juga malah keliatan norak jadinya kan?".

"Iya Bu, nanti Ila pikirkan lagi gimana gambar dekorasi nya. Tapi Om, ini jadinya kerajinan Ila masih tetap disini? Om belum bisa ambil karena belum ada dekorasinya?".

Supri menjawab dengan anggukan kepala, ia senang Ila menerima saran yang ia berikan.

"Iya, kamu dekorasi dulu yah barang yang sudah jadi itu, nanti kalau sudah di dekorasi bilang sama Om biar nanti bisa Om ambil secepatnya".

Supri tidak mengambil keuntungan yang banyak dari hasil menjual beberapa kerajinan yang ia beli.

Ia hanya ingin membantu menjajakan kerajinan-kerajinan yang sudah dibuat oleh orang-orang. maksimal ia hanya akan mengambil keuntungan sebesar 10% saja.

Supri datang ke rumah Wati atau Ila hanya untuk menyampaikan maksudnya tadi. Setelah maksudnya telah tersampaikan, kini Supri pamit pulang.

Sepulangnya Supri, kini Ila sedang ditugaskan oleh Ibunya untuk menjaga warung. Namun, hal yang dilakukan Ila bukanlah benar-benar menjaga warungnya, justru ia malah asik melamun sambil memikirkan gambar apa yang cocok untuk ia lukis di kerajinannya nanti.

Ila sedang searching beberapa gambar estetik agar cocok untuk dilukis pada kerajinannya.

Malam

Setelah menunaikan ibadah sholat magrib, Ila kini mulai mengerjakan beberapa tugas sekolahnya.

Ila memiliki kebiasaan untuk mengerjakan tugas jauh-jauh hari karena ia sering kali lupa.

Setelah mengerjakan tugas sekolah, ia akan kembali mengerjakan kerajinan tangan yang tadi siang ia tunda karena harus mencari bahan referensi yang akan ia lukis dikeramik kerajinan nya nanti.

Ila mengerjakan kerajinannya sambil melakukan live streaming di Apk sebelah. Ia sering melakukan itu sebagai bahan kontennya. Pengikut nya dalam Apk tersebut bisa dibilang banyak karena kini pengikut nya sudah mencapai 200 Ribu orang.

Ila sering membaca komentar yang ia dapat dari live streaming tersebut, banyak yang mendukungnya, namun tidak bisa dipungkiri tetap saja ada orang yang membencinya padahal kenal saja tidak.

Cacian-cacian itu Ila gunakan sebagai bahan motivasi untuk tetap maju dan membuktikan bahwa ia bisa jauh lebih baik lagi dalam melakukan pekerjaannya.

Sebaliknya pujian-pujian yang ia dapat, ia jadikan sebagai penenang hati ketika hatinya ingin berteriak karena membaca cemoohan orang.

Cacian yang ia dapat sangat random dan bahkan keluar dari tema konten yang ia buat.

Jangan banyak gaya mbak, rumah papan aja sombong

Miris lihat gentengnya

Perasaan kemarin bajunya juga itu deh yang pas buat konten

Cat rumahnya norak, udah pada usang

Papan rumahnya sudah lapuk, nggak ada niatan buat bantu ganti kah?

Bukannya bantu orang tua kerja malah asik live kek gini

Aduh bajunya itu-itu mulu, sini nomor rekeningnya biar aku transfer buat beli baju

Njir bukannya bantu orang tua buat benerin rumah malah gaya-gayaan live streaming

Gatau diri njir hahaha

Gaya banget

Ila hanya bisa berpura-pura tidak tahu dan tidak membaca, ia menulikan pendengarannya dan membutakan matanya ketika mendapat hate komen.

Orang-orang mana tahu perjuangan Ila seperti apa? Yang mereka tahu Ila hanya asik bercanda dan mengobrol di live nya tersebut.

Ia memang tidak pernah menunjukkan kerja kerasnya didepan orang lain. Buat apa? toh yang suka akan tetap suka dan yang benci akan tetap benci.

Ia tidak pernah membela dirinya ketika dicaci orang. Yang ada dipikiran Ila adalah membela diri percuma menangnya ada yang peduli kepadanya.

Saat jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, Ila menyudahi semua kegiatannya untuk mengistirahatkan tubuh, otak dan juga batinnya yang telah ia kerahkan pada hari ini.

Semakin larut malam semakin jauh pula Ila menyelami dunia mimpinya. Mimpi indah yang selalu didambakan oleh orang-orang. Mimpi yang dijadikan penyemangat hidup agar bisa digapainya.

***

Dug Dug Dug

Suara bedug dipukul untuk memberi tanda akan dimulainya adzan subuh.

Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar

Suara adzan subuh yang berkumandang ini membangunkan orang-orang untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim dan memulai hari mereka.

Bahkan sebelum adzan subuh, dapur ini sudah disibukkan dengan kegiatan memasak untuk keperluan dagang.

Ila kini sedang berhadapan dengan pisau dan talenan untuk membantu Ibunya memotong berbagai macam sayuran dan juga berbagai bahan yang akan dimasak sebagai lauk-pauk.

Sedangkan Ibunya sedang berhadapan dengan berbagai adonan dan juga bumbu-bumbu dapur. Ayahnya sedang sibuk berjuang untuk menghidupkan api pada tungku. Adiknya sendiri kini sedang membersihkan tempat untuk berjualan.

Adnan Axel Buana atau lebih dikenal dengan nama Axel. Usianya hanya selisih 5 tahun dari Ila. Tahun ini Axel akan berusia 13 tahun dan ia bersekolah di SMP RAWON SEDAP.

Keluarga ini memang selalu gotong royong dalam melakukan beberapa pekerjaan.

Matahari mulai muncul untuk menggantikan bulan. Embun pagi mulai menghilang seiring naiknya matahari.

Semua makanan sudah rapi tertata dimeja dan siap untuk dijajakan. Satu persatu orang mulai berdatangan.

Tugas Ila dan Axel selesai, kini saatnya mereka bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

Sekolah

Tap Tap Tap

Suara langkah kaki menyusuri koridor sekolah yang masih sepi. Siswa yang sudah datang bisa dihitung dengan jari.

Bukannya langsung menuju ke kelas, Ila justru malah melangkahkan kakinya menuju ke kantin sekolah.

Seperti biasa, ia akan membantu Tante Leha untuk menyiapkan barang jualannya.

"Eh neng geulis sudah datang, tolong bantu bersihkan meja-meja ya".

Ila bergegas membersihkan meja, sedangkan Tante Leha menurunkan bahan-bahan yang baru saja datang. Satu persatu barang telah diturunkan dan dipindahkan di tempat penyimpanan bahan makanan Tante Leha.

"Tante masih banyak barang yang harus diturunkan nggak? Ila sudah selesai bersihin mejanya".

"Masih ada beberapa neng geulis. Oh neng geulis sudah selesai yah? Ya sudah yuk bantu Tante turunin barang-barangnya biar cepat selesai pekerjaan kita".

Ila hanya mengangguk sebagai jawaban. Ila dan Tante Leha mulai menurunkan barang lagi dengan cara estafet agar lebih meminimalisir waktu yang ada.

Setelah semua selesai, Ila pamit kepada Tante Leha untuk pergi ke kelas.

"Tante, Ila ke kelas dulu yah".

"Oh iya neng geulis, makasih yah sudah bantu Tante. Nanti istirahat kesini aja jajannya, gratis buat neng geulis mah".

Ucap Tante Leha sembari memberikan uang saku kepada Ila sebagai bayaran karena telah membantu dirinya pagi ini.

Kelas

Saat memasuki kelas, Ila dikagetkan oleh tingkah Rico. Meskipun sudah saling mengenal lama, namun tetap saja Ila masih sering kaget dengan tingkah bocah tengil ini.

Lihat saja betapa centilnya dia ketika bertemu dengan lawan jenis, ditambah lagi dengan suasana pagi yang mendukung otaknya untuk sedikit geser.

"Eh ayang Ila sudah sampai, sini neng duduk disamping AA kita ngobrol dulu yuk sebelum masuk kelasnya".

"Astaga!! Lo belum sarapan yah Co?"

"Hehe iya, tau aja si Eneng, aduh mau apa? Mau nyuapin AA yah? Iya sini AA sudah siap mang-".

Belum juga menyelesaikan omongannya, mulut Rico sudah disumpal dengan remasan kertas oleh Cinta.

Cinta sudah muak dengan tingkah laku Rico jika sedang kosong perutnya.

"Banyak omong Lo, Pagi-pagi udah berisik banget tuh mulut kek makmak lagi nawar baju lebaran".

"Sewot amat sih Lo sama gw, kalo yang lain aja nggak Lo marahin, tapi tiap gw buka mulut langsung Lo semprot. Salah gw sebenernya apasih sama Lo?".

"Salah Lo itu, muka Lo ngeselin apalagi kalau lagi laper mulut Lo rasanya pengen gw amplas".

"Dih sadis bener Lo kalau sama gw. Ih takut ada psikolog".

"Psikopat anjir!! Psikolog emang Lo gila atau depresi?".

"Iya itu maksud gw tadi"

Tanpa mereka sadari bahwa kini ruang kelas telah dipenuhi dengan siswa-siswi karena bel masuk sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu.

Bahkan Pak Marmo sebagai guru Fisika itu sudah duduk di kursinya dan menonton pertengkaran mereka sejak 3 menit yang lalu.

Pak Marmo berdiri dari tempat duduknya, kemudian ia memberikan tepuk tangan kepada 2 muridnya tersebut.

"Wae bagus sekali pertunjukkan nya hari ini yah anak-anak"

Mendengar ada suara berat yang tidak asing ditelinga mereka, mereka spontan menoleh dengan mata terbuka dengan sempurna saking kagetnya.

Sejak kapan Pak Marmo masuk?

Apakah Pak Marmo mendengarkan semua yang mereka omongkan?

Gawat, mau ditaruh dimana muka saiya.

"Eh Bapak hehehe"

Rico dan Cinta berlari menuju ke kursi mereka masing-masing. Suasana kelas kini diisi dengan gelak tawa yang membahana, sedangkan yang dijadikan sebagai bahan tertawaan hanya menunduk malu. Tumben sekali mereka memiliki urat malu.

Suasana tiba-tiba hening saat Pak Marmo mengeluarkan jurus andalannya yaitu memelototkan mata. Mata hitam dan besar itu sangat menakutkan, bukan apa-apa takutnya nanti bisa copot dan tidak ada yang berani mencomotnya.

Semua kembali fokus pada buku masing-masing.

Seperti tidak ada kapoknya, Rico kini malah asik bercerita mengenai anime terbaru yang ia tonton kepada Aertha teman sebangkunya.

Aertha memiliki sifat yang sebelas dua belas lah sama Rico, karena itu mereka cocok dan bahkan mereka tidak berganti teman sebangku sejak mereka masih kelas 10.

Bukannya bercerita dengan nada pelan, namun mereka malah menggunakan nada seakan-akan mereka sedang berada di kantin.

Pak Marmo sudah sangat geram melihat Rico dan Aertha. Dengan wajah merah padam, Pak Marmo menghampiri meja mereka berdua.

Brakkk

Suara gebrakan meja itu membuat Rico dan Aertha menoleh karena kaget, wajah mereka sudah merah menahan amarah. Namun, setelah melihat bahwa yang menggebrak meja tadi adalah Pak Marmo, maka merekapun tidak jadi marah, malah mereka hanya menampilkan wajah tidak sok polos.

"Ada apa yah Pak?"

"Ada apa ada apa!! Kalau mau ngerumpi sana ditempat arisan bareng Ibu-ibu sosialita".

"Tapi Pak, kami kan beban keluarga, masak iya mau kumpul bareng mereka kan levelnya sudah berbeda Pak. Mereka pamer barang branded lah saya? pamer kemiskinan saya?"

Kesabaran Pak Marmo benar-benar diuji oleh duo curut ini, sekarang bukan hanya merah padam, namun wajah Pak Marmo kini sudah berwarna agak keunguan.

"RICO!!!!!!! AERTHA!!!!!!"

"KELUAR DARI KELAS SAYA!! LARI LAPANGAN 25 KALI SEKARANG!!!"

Bukannya menciut namun Rico malah semakin menjadi. Entah digadaikan dimana otak anak ini pikir teman satu kelasnya.

"Pak Marmo gimana sih? Kalau saya lari lapangan sekarang ya panas atuh, terbakar nanti kulit Rico, ntar kalau Rico jadi item nanti Tante Leha nggak mau lagi sama Rico".

Habis sudah kewarasan Pak Marmo setiap menghadapi bocah ini. Entah sebenarnya dia ini polos atau bodoh.

Dengan menarik nafas panjang, Pak Marmo menghampiri mereka dan mengusirnya keluar kelas.

"DALAM HITUNGAN KETIGA, LARI LAPANGAN 25 KALI"

"SATU... DUA... TI-!!!!!!"

Sebelum hitungan ketiga, keduanya sudah ngibrit lari kelapangan dengan terik matahari yang siap membakar kulit mereka.

Bersambung

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti like dan komen :)

Terpopuler

Comments

delete account

delete account

smp jadi rawon(⁠☞⁠ ͡⁠°⁠ ͜⁠ʖ⁠ ͡⁠°⁠)⁠☞

2022-10-21

3

𝓓𝓮𝓪

𝓓𝓮𝓪

aih aku suka orang yang ngomongnya lembut dan kalem

2022-10-21

2

fia

fia

rawon bukan jadi makanan lagi di sini🤣🤣🤣🤣

2022-10-20

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!