Musim penghujan di bulan Desember. Tujuh kali kalender pula musim penghujan dan hawa dingin ia lewati. Begitu pula musim kemarau yang ia lewati tanpa ada perubahan dari orang terkasih.
Rasa panas dan dingin dari hembusan angin begitu terasa hingga ketulang-tulangnya. Seperti sama halnya dengan bahtera rumah tangga yang ia lalui. Sikap acuh dan mulut kasar semakin lama semakin menusuk terasa hingga ke relung hatinya.
Kata orang, kita hanya perlu bertahan dan terus melaluinya. Namun semakin hari luka yang mengendap dihatinya semakin menganga perih, saat melihat tatapan menyeramkan dari Bari padanya selama tujuh tahun pernikahan ini.
Di awal-awal pernikahan, ia mencoba memaklumi sikap suaminya itu. Namun, semakin hari semakin menyesakkan dada kala sikap acuh dan mulut pedas nan kasar itu tertuju padanya. Sedangkan kepada orang lain selalu bersikap manis.
Apakah ia pantas untuk merasa terluka? Ah sungguh bodoh dirinya, berharap jika pria yang ia sebut suami itu akan berubah sebagaimana keinginan nya.
Adzilla menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskan nafas secara perlahan. Berharap rasa sesak di dada ini akan sedikit berkurang, meski ia tahu itu sangatlah tidak mudah.
...****...
Diujung taman Askar melihat seseorang yang menarik perhatian nya selama ini. Wanita itu memang melihat kearah seorang anak perempuan bermain ayunan namun tampak jelas pikiran wanita itu bukan berada di taman kota ini.
Niatnya berada di taman kota ini adalah menunggu teman-teman saat Sekolah Menengah Atas. Mereka akan mengadakan reuni di kafe seberang taman kota ini.
Tidak ingin terjadi sesuatu pada anak kecil tersebut membuat langkahnya mendekati anak kecil itu.
"Hai, Ratu." sapa Askar pada Sania.
"Nama adik Cania, om."sahut Sania.
Ia menaikkan Sania di ayunan lalu mendorong secara perlahan. "Oh, Cania namanya?" tanya Askar.
"Butan, om. Cania yoh." protes anak kecil itu dengan wajah kesal membuat Askar gemas langsung mencium pipi Sania.
"Oke, baiklah. Om ayun ya."
Sania tertawa karena ulah nya dan tanpa sadar ibu dari anak kecil ini sudah berdiri tepat di belakangnya.
"Ku kira siapa tadi bang."
Jika boleh jujur, ketika menyadari keberadaan Adzilla membuat ia gugup. Menyukai istri orang ternyata membuat jantung nya tak sehat.
"Aku loh yang ganteng ini kak." Askar mencoba meredam rasa gugup nya.
Terdengar cebikan dari wanita itu lalu ia sadari jika wanita itu sudah duduk di bangku taman yang berdekatan dengan ayunan yang ia dan anaknya mainkan.
Sekali lagi ia melihat Adzilla melamun menatap ke arahnya dan Sania lalu tersenyum miris? Ada apa sebenarnya?
Timbul ide untuk menghibur Adzilla langsung ia bisikkan sesuatu pada Sania.
"Ma, cini." pekik Sania dengan bahasa anak kecilnya.
"Sania saja ya, mama tunggu disini."
Namun, Sania sepertinya tidak menggubris perkataan ibunya itu. Anak itu turun dari ayunan lalu menarik Adzilla menuju ayunan. Ketika Adzilla sudah duduk di ayunan, Sania minta naik ke atas pangkuan wanita itu.
Ia bisa merasakan tubuh Adzilla menegang kala menyadari ia masih ada bersama mereka dan saat ini tengah mendorong ayunan yang mereka naikin dari belakang.
Dengan kedua tangan berpegang besi tiang ayunan untuk mengayun, dapat ia lihat Adzilla mematung. Mungkin karena berada dekat dengan nya.
Tetapi posisi tubuh ia dan Adzilla begitu dekat membuat jantung nya berpacu hebat. Bagaimana tidak? untuk pertama kalinya ia bisa berdekatan dengan wanita yang mampu menarik hatinya.
Jika di lihat, posisi mereka bertiga seperti keluarga yang harmonis dan bahagia.
"Kita pelan-pelan saja ya, Sania? nanti mama kamu jatuh, dari tadi melamun terus." celetuknya membuka suara.
Adzilla langsung menoleh ke arah belakang dimana ia berada masih memegang rantai besi ayunan.
"Siapa yang melamun?" tanya Adzilla cemberut.
Askar terkekeh melihat wajah Adzilla yang terlihat sangat menggemaskan.
"Jangan cemberut gitu, kak. Ku nikahin mau kakak?"
Askar sadar, pertanyaan nya sungguh salah untuk wanita yang sudah bersuami hingga membuat Adzilla turun dari ayunan.
"Becanda abang gak lucu." Adzilla masih memasang wajah cemberut.
Askar terkekeh lagi langsung berlalu begitu saja. Memberi satu cup eskrim mungkin bisa mengembalikan mood wanita itu, pikir Askar.
Ia menyerah kan satu cap untuk Adzilla, satu cup untuk Sania yang ia bantu menikmati eskrim tersebut.
Sempat bingung mengapa Adzilla tidak ingin melihat mereka berdua sedang menikmati eskrim?
"Kakak nggak suka eskrim nya ya?" tanya Askar menyadari Adzilla tidak lahap.
"Aku lebih suka rasa cokelat." jawabnya singkat dan jujur.
Ada rasa tak enak hati dan juga kecewa pada diri sendiri karena gagal mengembalikan mood wanita itu. Ia merebut eskrim milik Adzilla.
"Eh, kok di ambil lagi?"
"Ini aku makan saja, nanti aku belikan yang cokelat." jawabnya menunduk tanpa rasa jijik menikmati eskrim milik wanita itu.
"Itu bekas ku bang, jangan lah." Adzilla mencoba merebut kembali namun Askar duduk menjauh sembari menggeser duduk Sania agar duduk bersamanya.
"Mubazir kak."
"Ya sini itu, biar ku habiskan."
"Sudah ku makan juga, mau kakak bekas ku? biar jatuh cinta kakak sama aku yang ganteng ini."
Masih banyak pertanyaan terngiang mengapa Adzilla sering sekali melamun namun ia tahu tidak boleh mencampuri urusan orang lain.
Hingga Mereka hendak pulang. Tetapi lihatlah, Sania seakan enggan pergi dan jauh darinya.
"Ayo sayang, besok lagi main sama om nya."
"Main om anteng iya?" tanya Sania yang belum fasih bicara.
"Iya, besok om ganteng nya kesini lagi." ucap Adzilla asal.
Ia tahu kalau ucapan Adzilla hanya rayuan semata tetapi ia tak ingin anak kecil itu dibohongi ibunya membuat ia berujar.
"Oke, besok ajak mama kesini lagi ya. Biar om datang lagi."
Melihat Adzilla kesulitan memakai rok yang sedikit sempit kembali ia mengingatkan.
"Lain kali, pakai gamis yang roknya lebar. Biar nggak kesulitan kalau bawa Sania."
Adzilla hanya mampu mengangguk.
Askar masih memandangi punggung Adzilla hingga tak nampak dari pandangannya.
Bahunya di tepuk oleh teman nya, Reza. "Ayo bang, jangan dilihatin terus."
Askar mengangguk.
"Abang suka sama kakak itu?" Tentu Reza tahu siapa wanita itu.
Pelanggan tetap kebab Abang handsome.
"Bini orang, Za. Mana berani."
"Ya sudah ayo ke Kafe. Mentari datang bang."
Askar masih terdiam mengingat satu nama gadis yang dahulu pernah ia sukai. Tetapi gadis itu lebih memilih ketua kelas di banding dirinya.
Beda kasta.
"Ku dengar, dia jomblo bang."
"Aku sudah nggak mau, cinta ku untuk dia sudah tiada setelah penolakan dulu."
Keduanya menaiki sepeda motor matic NMAX milik Askar menuju Kafe. Ternyata sudah banyak teman-teman sekolah nya berada disana.
❤️
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
VERALI
Sabar Azkar,,nanti jg kk Dzilaa jd milikmu hehe...
2022-10-06
0
Siska Agustin
udah patah hati ya Askar jadi lupain ajah,siapa suruh banding² in sma orang lain...
2022-05-20
0
Melisa Author
bacanya maraton win... 😄😄
2022-05-16
1