Hadiah dari Lusi VS Hadiah dari Kiki

“Please, udah sih meweknya” Dara mengelus punggung Lusi, sahabatnya yang sedang menelungkupkan wajahnya ke tungkai lutut Dara.

Lusi yang sesenggukan menatap Dara. Sesaat kemudian,

“Hikss ... Hiks... aku sedih, gak tahan nge-bayangin gimana kamu ngelewatin semua ini hanya dengan air mata” Lusi kembali sesenggukan.

“Orang berduka kok dikasih tangisan sih? Bukannya dapat hadiah apa gitu kek, apalagi dari yang habis ke luar negeri” Dara yang juga sesekali mengusap air matanya berusaha berkelakar.

“Hadiah! Its right. Sebentar,” Lusi seketika mengangkat wajahnya tanpa terlebih dulu menghapus lelehan air yang keluar dari mata dan hidungnya.

Lusi yang baru pulang dari perjalanan bisnisnya ke luar negeri mengeluarkan sebuah map berwarna cokelat dari paper bag yang ia bawa.

“Nih, sahabatku, maafkan aku yang sekian bulan ini tidak bisa berada di sisimu melewati banyak cobaan dan kesedihan. But, i hope ini bisa menghilangkan kesedihanmu” ucap Lusi dengan penuh penyesalan sekaligus pengharapan.

Sahabat Dara yang berprofesi sebagai desainer dengan pembawaan yang periang dan nyablak itu menyodorkan map cokelat ke hadapan Dara.

“Apaan sih, sok puitis! Makasih ya sahabatku walaupun gak secara langsung ada di sisiku tapi selalu on with panggilan telepon dari aku” Dara tertawa kecil mendengar narasi yang ia sampaikan sendiri.

“Siap. Udah ayo buka donk!” Lusi gusar tak sabar menunggu reaksi Dara terhadap isi map yang ia bawa.

...***...

“Lusi, aku pikir kamu di luar negeri fokus dengan pagelaran showmu tapi ini?” Dara menatap lembaran kertas di tangannya dengan raut heran berbaur takjub bahkan haru.

“Menyelam sambil minum air, biar gembung. Hahaha”

“Sekalian aku udah di LN juga kenapa gak usahain yang bisa aku coba. And see ... gak ada yang sia-sia selagi kita berusaha”

Lusi mengambil map cokelat yang isinya sedari beberapa menit lalu dalam genggaman tangan Dara. Kemudian mengibas-ngibaskannya bangga ke muka mungilnya yang berbalut jilbab berwarna hijau itu.

“Kamu hebat Si. Tapi ini akurat dan beneran bisa dipercaya?” Dara serius menatap Lusi.

“Akurat dan terpercaya amat sangat sekali Dara, jadi kali ini ayo kita coba pengobatan kamu berdasarkan rekomendasi mereka.” Tegas Lusi merujuk kata mereka yang ia sampaikan untuk para dokter di luar negeri dengan ekspresi wajah tak kalah serius.

"Ini saatnya melanjutkan pengobatan kamu dengan lebih efektif, Dara, apa lagi bisa dilakuin di sini tanpa harus ke luar negeri jadi kamu tetap bisa bareng anak-anakmu. Gak ada alasan buat menolak tinggal kemauan kamu aja. ok, please Dara"

Lusi kembali meyakinkan Dara

Hening sejenak

“Lusi, aku sangat menghargai usahamu. Tapi kamu tahu lebih dari siapapun, aku udah capek dan terlalu takut dengan yang namanya kecewa” Dara menghela nafas sejenak lalu penuh ke hati-hatian melihat Lusi,

“Aku udah ikhlas dengan kelumpuhan ini Si. Aku mau fokus ke anak-anaknya aja Si, ok?” Dara mengulas senyum di bibirnya namun tidak dengan matanya.

“Big no Dara!” Lusi membelalakkan matanya yang sipit ke arah Dara.

Lusi berlari kecil masuk ke dalam rumah dan beberapa saat kemudian kembali ke taman belakang rumah Dara dengan setumpuk bingkai photo di tangannya.

“Nih! Kamu lihat satu-satu dan dengan seksama, ingat kembali setiap momen yang ada disini dan bandingkan dengan keadaan kamu saat ini” Lusi mulai mengarahkan satu per satu photo yang ia bawa tadi ke hadapan Dara.

Dalam bingkai photo itu terdapat banyak potret Dara bersama anak-anaknya dengan aneka gaya. Yang tampak jelas terbidik di mata telanjang dan mata hati Dara dari photo-photo itu adalah sirat kebahagiaan dari seorang Dara beberapa waktu yang lalu.

...***...

“Kalau kamu gak mau ngelakuin ini karena diri kamu merasa udah gak berharga di mata Lukman dan keluarganya, berarti gak ada bedanya kamu dengan si Lukman, sama-sama egois. Mementingkan asa diri sendiri tanpa memperdulikan kebahagiaan Azkia dan Alsava” suara Lusi penuh penekanan.

Dara terdiam.

“Hiksss ... hiks ... hikss ...” Dara tiba-tiba melepas tangis.

“Si, aku dan putri-putriku berhak bahagia. Aku hanya perlu kembali mencoba dan tekun berupaya. Iya 'kan?” Air mata Dara masih terus mengalir di sela tanya yang ia alamatkan untuk Lusi.

“Iya, sayang. Kamu dan anak-anakmu bukan hanya berhak bahagia tapi kalian memang harus bahagia. Ayo bangkit, lahir lagi jadi Dara Herlambang yang aku kenal. Kamu bisa Dara” Lusi menggenggam kedua telapak tangan Dara.

“Baik. Aku harus bangkit. Mereka harus membayar air mataku selama ini. Bantu aku Si,” suara Dara mulai menggetarkan semangat.

“Aku akan selalu ada untuk kamu. Ayo kita berobat lagi. Kali ini harus benar-benar sampai pulih” Lusi memeluk Dara.

"Aku akan terlahir kembali menjadi Dara Herlambang yang kehebatannya melebihi Dara yang dulu dan saat ini. Demi anak-anak aku harus optimis bisa. Berusaha dengan tekun sampai air mata ini tahu bagaimana rasa indahnya tertawa. Sampai mas Lukman dan keluarganya serta Kiki tidak akan mampu meremehkanku bahkan seujung kuku pun. Aku harus sembuh!"

Dara membulatkan tekad di hatinya. Semangat yang sudah ia buang, harapan sembuh yang ia lupakan kembali digaungkan tatkala gambar diri gadis-gadis kecil kesayangannya melintas dalam pikiran. Toh terlebih lagi bagaimanapun ia bukan lumpuh tapi dilumpuhkan.

...***...

Lembaran kertas dalam map cokelat yang diserahkan Lusi kepada Dara tadi merupakan hadiah berbentuk cambuk tersirat yang memecut hasrat Dara untuk kembali bisa beraktivitas normal seperti sedia kala dengan kedua kaki jenjangnya.

Hadiah dari Lusi itu merupakan hasil penelitian kesehatan yang Lusi dapat dari perkumpulan dokter spesialis saraf dan ortopedi terkemuka di luar negeri.

Hasil penelitian para ilmuwan sebelumnya yang disandingkan dengan data riwayat kesehatan Dara yang para dokter tersebut terima melalui Lusi menunjukkan bahwa kelumpuhan Dara yang terjadi secara tiba-tiba ternyata disebabkan oleh suatu zat kimia khusus.

Selanjutnya para dokter luar negeri ini setelah melalui beberapa riset kecil mengetahui bahwa zat kimia khusus penyebab kelumpuhan ini besar kemungkinan Dara dapat dari minuman berlabel water infused spesial karena zat kimia khusus ini hanya dapat larut dalam senyawa zat yang terkandung dalam water infused spesial tersebut.

Faktanya, Dara selama setahun terakhir ini hanya mengkonsumsi minuman jenis water infused spesial yang ia beli melalui Kiki. Ya. Kiki yang kini menjadi adik madunya.

Mulanya Dara membeli produk tersebut sebatas demi membantu ekonomi keluarga Kiki sebab menurut pengakuan Kiki usaha jual minuman dan makanan on line miliknya itu lah yang menyokong kehidupan keluarganya.

Dari aktivitas selaku penjual dan pembeli ini lah seiring waktu hubungan Dara dan Kiki kian hari kian rapat bahkan oleh Dara Kiki sudah dianggap bagian dari keluarga.

Hingga akhirnya Dara seringkali secara cuma-cuma mengkonsumsi minuman tersebut sebab diberikan hampir rutin setiap minggu oleh Kiki yang bertandang ke kediaman Dara. Dengan dalih kunjungan silaturahmi kepada saudari sekaligus memberi gift bagi pelanggan.

Siapa sangka, minuman itu memang di mkhususkan oleh Kiki untuk Dara bukan hanya agar dapat melumpuhkan kakinya saja tapi juga melumpuhkan kebahagiaan keluarga kecil Dara.

...***...

“Terima kasih banyak Si, pasti sulit sekali membagi waktu antara pekerjaan dengan urusan yang beginian. Aku gak nyangka kamu bisa se-detail ini” tulus Dara sembari menggenggam erat map cokelat yang sudah kembali terisi dengan lembaran kertas yang ia pegang sebelumnya.

“Apa sih yang gak buat sahabat ku satu ini” Lusi menyubit kecil hidung mungil Dara yang mancung.

“Ini pelajaran berharga banget buat kita ke depannya untuk selalu teliti dengan apa yang kita konsumsi. Gila, gak nyangka Kiki berwajah malaikat itu ternyata kelakuannya kayak ratu iblis” Umpat Lusi yang ditanggapi dengan tawa renyah milik Dara.

...***...

Tanpa Dara dan Lusi sadari sedari tadi ada seorang perempuan muda yang memperhatikan gerak-gerik mereka dari kejauhan, tepatnya dari balik jendela kamarnya yang menghadap taman belakang tempat kedua sahabat itu tengah melepas rindu, berkeluh kesah dan merajut asa.

Dia adalah Rani, perawat khusus yang dikirimkan Kiki untuk sang kakak madu, Dara.

Flashback on

“Kakak, kali ini Kiki mohon terima niat baik Kiki ini Kak. Anggap lah ini sebagai hadiah dari Kiki yang gak becus jadi madu yang baik buat Kak Dara. Tolong jangan bebani Kiki yang sedang mengandung ini dengan rasa bersalah karena tidak bisa mengurus Kakak. Terimalah Rani sebagai perawat Kakak. Sekali lagi Kiki mohon Kak”

Kiki menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya yang saling menyatu sebagai bentuk permohonan teramat dalam.

“Dara, apa tega ka--” Lukman mengangkat Kiki yang duduk tepat menghadap kaki Dara di kursi roda

“Udah stop! Tolong gak usah drama-drama. Oke. Kiki, kamu ingat ini baik-baik ya! Sekali pun aku gak pernah berharap kamu ngurus aku jadi stop sok jadi madu yang baik. Masalah Rani? Silahkan kamu bawa Rani ke rumah ini sebagai perawat aku tapi kedepannya berhentilah bersikap lancang! Ingat, di rumah ini aku lah Nyonya-nya!” sambung Dara memutus kalimat Lukman.

Dara menerima saja perawat yang dibawa Kiki untuknya karena jengah dengan sikap manis Kiki yang penuh kepura-puraan sehingga Dara pikir dengan mengikuti keinginannya Kiki akan segera pergi dari rumahnya itu.

Dan benar saja tidak lama setelah memberi wejangan kepada Rani yang lagi-lagi terdengar seperti narasi basi, Kiki dan Lukman segera berpamitan dari rumah Dara.

Dara melihat KTP milik gadis bernama Rani yang tengah duduk di hadapannya itu.

“Baru tamat?” Dara mengulurkan KTP kepada si empunya.

“Iya Bu” Rani mengangguk sopan.

“Kenapa gak kuliah?” Ada rasa sesal setelah Dara melontarkan tanya yang seharusnya tidak tersampaikan pada seseorang yang umumnya saat ini berkumpul dengan sebayanya di area kampus tapi malah berakhir di rumah orang asing untuk menerima tawaran pekerjaan.

"Rani sepertinya anak yang polos, lugu, buktinya dia mau saja bekerja dengan aku orang yang tidak dikenalnya hanya lantaran karena tawaran dari Kiki yang berdaerah sama dengannya."

Monolog Dara

“Maunya gitu, Bu, tapi ... adik-adik saya masih pada sekolah juga, Bu jadi saya mau bantu orang tua e Bu” Jawab Rani yang hanya sesekali memandang langsung Dara lawan bicaranya.

"Kasihan juga anak ini kalau harus dipulangkan. Pasti dia berharap banyak dari pekerjaan yang ditawarkan Kiki ini kalau tidak begitu mana mungkin anak seumuran dia nekat ke kota besar sementara sepantarannya rata-rata melanjutkan pendidikan"

Dara kembali bermonolog.

“Baiklah Rani, selamat datang ... soal merawat aku tidak perlu kamu jadikan beban. Aku sudah terbiasa dengan Mbok Inem jadi biarkan mbok Inem yang mengurus keperluan aku seperti biasanya. Kamu disini cukup bantu-bantu kerjaan mbok Inem yang lainnya aja ya” tukas Dara yang disahuti dengan anggukan dalam dari Rani.

Flashback off

“Baik Mbak,” jawab Rani pada lawan bicaranya melalui handphone.

Kemudian handphone itu ia arahkan ke Dara dan Lusi yang tampak sedang bercengkrama di taman belakang rumah bersama Azkia dan Alsava.

Terpopuler

Comments

Nurmalia Irma

Nurmalia Irma

fixed ini mah kelakuan si ulet kiki yg bikin dara lumpuh

2023-05-02

0

zhA_ yUy𝓪∆𝚛z

zhA_ yUy𝓪∆𝚛z

sedikit lega karena masih ada yg sayang sama dia...

2022-06-02

1

zhA_ yUy𝓪∆𝚛z

zhA_ yUy𝓪∆𝚛z

hem... dapat ditebak sekarang..
ini sudah direncanakan sepertinya

2022-06-02

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 54 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!