Arin Pov
Aku melangkahkan kaki ke sini lagi. Bangunan ini alasan terkuatku melepas Allea ke tanggan orang tuanya.
Aku tak ingin menjadi orang jahat yang memisahkan hubungan antara orang tua dan anak.
"Sial. Baru dua hari aku sudah kangen pipi gembulnya. Hiks".
Terkadang aku berpikir. Apa arti sebuah nama pemberian dari Ibuku. Alesha Arin. Sebuah rangkaian nama nan epik. Pikirku.
Ibu apa salahku? kenapa kau meninggalkanku di sini. Panti Asuhan Pelita Kasih. Berjanji akan mejemput jika aku tak menangis ataupun merengek minta jajan. Tapi dua puluh lima tahun berlalu tak ada kabar darimu.
Ibu. Seandainya kau tahu. Aku sering kali berdiri di sini. Depan gerbang. Celingungan. Menanti seseorang yang sangat kurindukan. Berharap kau datang menjemputku. Membawa ke tempat tinggal barumu.
Namun sampai saat ini kau tak pernah memberi kabar.
Jika nanti bertemu aku ingin bertanya. Kenapa meninggalkanku di sini? apa salah yang kubuat? Lalu siapa ayahku? Dan dimana dia sekarang?.
"Oh ada nak Arin. Ayo sini masuk sebentar lagi akan hujan".
Dia Ibu pengelola panti. Kami sering memanggil Bunda Siti.
Wajah penuh kasih sayang. Tetapi, saat kami melakukan kesalahan. Tujuh hari tujuh malam selalu mendapatkan omelan dahsyatnya.
Sering kali kami menutup telinga. Benci. Saat di omelin. Tapi hobi membuatnya mencak-mencak. Hehehe.
Aku enggan masuk ke bangunan abu-abu usang itu. Sebab kenangan menyedihkan selalu menari-nari di benakku.
Menyebalkan. Saat ingat, sering sekali bertengkar dengan Manda. Si anak primadona seantero sekolah dan lingkungan sini. Sial. Aku masih kesal jika mengingatnya.
"Kenapa gak mau masuk? Apa kau sebenci itu dengan Rumah ini?".
"Hehehe. Enggak Bun. Arin canggung saja sudah lama gak ke sini".
"Bunda senang kau pulang. Apa kau ada masalah?".
Aku diam. Tepat sekali tebakan Bunda. Terkadang aku berpikir, mungkin Bunda itu cenayang jitu.
Selalu tahu perasaan anak-anak saat dilanda masalah.
"Kemarin Manda baru dari sini. Suaminya minta cerai". Informasi Bunda.
Manda lebih tua dua tahun dariku. Menikah dengan kakak senior kampusnya yang notabene anak pengusaha properti.
"Bukannya..."
"Suaminya kaya-raya. Usahanya dimana-mana. Sangat mencintainya. Heleh. Cinta tai kucing". Potong Bunda dengan nada kesal.
Aku hanya tersenyum kiku. Kenapa Bunda kesal sekali?. Apa yang terjadi pada rumah tangga Manda?. Ah. Itu bukan urusanku. Aku menggeleng menepis rasa penasaran.
"Arin. Jangan percaya dengan lelaki yang mengumbar kata-kata manis. Dulu saja waktu nglamar Manda. Ngomongnya semanis empedu. Hah. Dasar pria menyebalkan". Sungut Bunda sembari membuka pintu sekuat tenaga.
Aku tercengah. Bunda luar biasa sekali saat mengkal. lalu aku mengernyitkan dahi. Apa tadi? semanis empedu? Memangnya empedu manis? Hihihi. Bunda ada-ada saja.
"Good sore anak-anak? Sayangnya Bunda apakah sudah mandi?". Ucap Bunda sumringah.
Raut emosi meluap-luap sepekian detik telah berubah. Dasar Bunda si rubah licik. Selalu pandai menyembunyikan kekesalan di balik senyumnya.
"Sudaaah". Jawab anak-anak dengan khas balita.
"Bunda ada kejutaan. Tadaaa. Kalian kangen kakak toyib ini tidaks?". Bunda meledekku. Memang aku sudah lama tak berkunjung ke rumah ini.
"Huaaaa. Kak Aliiiin". Seru mereka menghambur ke pelukanku. Aku melirik Bunda.
Dia hanya tersenyum. Lalu meninggalkanku dengan bocah lima ini. Saat ini Bunda mengurus lima anak balita. Dan Tiga anak remaja.
"Kak Alin nginepkan?". Aldo si bocah kulit putih inisiatif bertanya. Aku hanya mengangguk.
"Holeee. Kak Alin nanti nyanyi nina bobo pake gital ya". Pinta Salsa dengan mata berbinar-binar. Aku hanya tersenyum.
"Sebentar ya kakak angkat telpon". Ucapku meninggalkan mereka.
Rio menghubungku. Tumben. Tak biasanya manusia satu ini menelepon kecuali ada yang penting.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
나의 햇살
empedu emangnya manis???
2022-09-04
0