"Ha? Rin, serius namanya itu?," Bian tak percaya dengan rangkaian nama yang dibuat Arin.
"Seriuslah. Alister tuh tokoh komik yang aku baca. Memangnya ada masalah?." Kernyit Arin sembari membuat susu untuk Allea.
"Dasar korban komik. Kau tahu gak siapa Alister?." Kesal Bian pada sahabat karibnya itu.
"Emangnya ada nama Alister the real?." Arin balik nanya.
"Yee si dodol. Punya Hp bagus, canggih tuh gunain biar tahu. Jangan baca komik aja." Bian menonyor jidat Arin dengan jari telunjuk.
"Oi Setan. Leherku bisa patah nih."
Reflek Arin dengan nada tinggi. Seketika Allea menangis karena kaget. Arin langsung menenangkan. Tetapi, bukannya berhenti Justru semakin kencang.
"Sini-sini sama paman. Duh iya paman gak komentar namamu,"ucap Bian ke Allea.
"Ha? kok langsung diem?."
"Jelas dong. Kan pawang bayi". Sombong Bian sembari menimang-nimang Allea.
"Ck. kumat penyakitnya. Eh tapi aku gak nolak kok kalau kau mau jadi dokter penasehat dalam memantau perkembangan Allea" Arin negoisasi.
"Heiii. Ijazah S2 ku mahal nenek. Kaukan tipe yang suka gratisan". Cibir Bian.
"Hahaha. Jelas dong gratis itu sebuah nikmat tidak boleh didustakan"
Bian menyanyikan lagu penghantar tidur untuk bayi seumuran Allea.
Arin tersenyum melihat pemandangan itu. Jika orang awam melihat mereka. Bagaikan keluarga kecil yang sangat bahagian.
Di tempat lain dari kediaman Arin. Aslan tengah megeram. Ia marah atas sepucuk surat yang telah Selin tinggalkan.
Braakkk.
"Sialan. Berani sekali dia melawanku. Rudi!".
"Iya tuan".
"Aku tidak mau tau apapun caranya cari anak itu sampai ketemu. Dan hentikan semua kontrak kerja dengan wanita sialan itu".
Rudi hanya mengangguk dan berlalu dari ruangan sang bos. Wajah Rudi pias.
Bingung mau mencari jejak bayi itu dari mana.
Sebelum memulai pencari putri sang bos, ia lebih dulu mengurus dokumen untuk Selin dan mengirim lewat email.
Lelaki menawan itu menyugar rambutnya. Menjalankan mobil sedan miliknya menuju RS Kasih Ibu.
Tidak lama kemudian ia telah sampai. Menuju ruang sekuriti. Meminta izin untuk melihat CCTV beberapa minggu yang lalu.
Butuh negoisasi alot dulu untuk mendapatkan izin. Setengah jam baru bisa menyaksikan rekaman kegiatan RS sesuai yang diinginkan.
Nihil. Tidak ada yang mencurigakan. Rudi menghela nafas berat. Sesekali menyipitkan mata minusnya.
"Hah. Pak apa boleh saya copy?". Pinta Rudi menyodorkan flasdisknya.
Pak sekuriti hanya mengangguk pasrah. Sebab ia sudah mendapatkan imbalan tutup mulut dan tips untuk makan malam.
Bruug
"Mata dipakai dong. Etdah. Main nylonong saja". Kesal wanita yang tak sengaja Rudi tambrak.
"Maaf nona. Saya.. ". Rudi tak melanjutkan sebab wanita itu sudah memotong ucapannya.
"Hei itu coba kau pungut dot anak saya. Susah nih buat jongkok".
"Kemana suaminya?" Batin Rudi sembari jongkok mengambil dot bercorak kartun yang ia sukai. Baymax.
Tanpa sadar Rudi menyunggingkan senyum.
"Lucu". Lirihnya.
"Ariiin". Teriak Bian dari lorong bangsal mawar. Rudi menoleh ke sumber suara.
"Oh suaminya Dokter". Rudi menebak sesuka hati.
"Kebiasaan. Di kata tungguin sebentar udah kabur aja. Dasar nenek gak sabaran". Lanjut Bian sembari mengacak-acak rambut Arin.
"Dasar setan. Rambutku baru di smooting tar rusak". Arin cemberut.
Rudi hanya menyaksikan keromantisan dua insan beda jenis di depannya sembari memutar-mutar tutup dot yang ia pungut dan menunduk sembari tersenyum getir.
"Ini dotnya. Tidak usah ubar keromantisan di depan umum". Ketus Rudi berlalu dengan perasaan kesal. Entah apa penyebabnya.
"Wajahnya gak asing". Celetuk Bian menatap punggung Rudi sembari menggelengkan kepalanya.
"Kenalanmu?."
"Bukan. Ayo aku antar ke poli anak". Ucap Bian dan di sambut anggukan oleh Arin.
Percayalah, pegemar Dokter Bian sangat kesal melihat pemandangan di depan mata mereka.
...----------------...
Jam 17.00 sore.
Para pekerja berhamburan meninggalkan tempat kerja alias kantor mereka. Ada yang langsung pulang. Ada juga yang masih lembur, pun ada yang tidak langsung ke rumah. Melainkan mampir ke kafe.
Katanya, ingin menghilangkan penat sejenak sebelum pulang. Begitu juga dengan Arin. Ia mematung melihat lalu-lalang kendaraan. Tatapannya kosong.
Genap sebulan ia menjadi orang tua tunggal untuk Allea.
Selama sebulan ini, ia sering melakukan kesalahan di tempat kerja. Saat rapat, ia tak sengaja tertidur. Arin benar-benar berubah. Julukan sebagai pegawai rajin pun perlahan mengikis. Ia sering mendapat cibiran dari rekan kerja. Kena omelan dari sang atasan.
"Sial. Aku kira jadi seorang ibu itu mudah". Keluh Arin sembari menyisir rambutnya dengan jemari.
Perubahan jam tidur Allea yang tak beraturan membuatnya kelimpungan. Kurang tidur. Sering menunda pekerjaan yang ia bawa pulang.
Sesekali Bian mampir. Tapi ia tak menginap. Takut di gerebek warga setempat.
Ia hanya menyetor muka dan suara. Supaya ponakannya tak lupa.
Di lain tempat. Ada seorang ayah yang mati-matian mencari buah hatinya.
Mengerahkan seluruh kekuatan supaya sang buah hati ditemukan. Namun, lagi-lagi petunjuknya hanya sedikit.
"Tuan ada pihak kepolisian ingin bertemu".
"Hmmm".
Aslan berjalan menuju ruang rapat.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments