Arin tersentak. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia memastikan isi kotak itu. Tangannya gemetar, Ia menyalakan lampu telepon genggam.
"Seriusan bayi. Astaga siapa yang tega naroh di sini? Masih hidupkah?". Monolog Arin. Jantungnya berdebar hebat.
Ia buru-buru membuka pintu. Menyalakan lampu. Membuang tasnya ke sofa berlari menuju kamar mandi. Cuci tangan. Cuci muka.
Lalu kembali berlari ke kotak yang ia letakkan di meja ruang tamu. Pelan-pelan menyetuh dada bayi mungil itu.
"Dia masih bernafas kan?, aku harus bagaimana ini? lapor pak RT? telepon Bian? tidak mungkin. Bian lagi jaga malam. Paling bener lapor pak RT," Panik Arin.
"Tapi gimana gedongnya? Haruskah aku angkat sekotaknya?," bimbang Arin.
Aih bodoh amatlah. Arin tanpa pikir panjang membawa kotak hijau ke rumah pak RT.
Naasnya. Rumah pak RT sedang ada pengajian. Semua langsung bisik-bisik melihat kedatangan Arin.
"Ada apa nak Arin?". Bunda Erni si pemilik kost bertanya.
"Anu, ini Bun. Ada orang yang naroh bayi di depan pintu kostku. Aku ingin lapor ke pak RT. Tapi bayinya diem tidak nangis dan hanya merem terus," jawab Arin dengan nada bergetar.
Ya bayangkan saja. Seorang lajang. Awam terkait bayi . Lalu Tak ada angin. Tak ada hujan. Tiba-tiba mendapat paketan bayi mungil.
Mendengar perkataan si penyawa tepat waktu dalam bayar uang kost, bunda berdiri menghampiri.
Bu RT sigap memberi segelas air putih. Suasana pengajian itu pun menjadi ramai perkara kedatangan bayi.
"Astaga. Ini anak baru lahir". Komentar Bunda Erni.
"Kok tega ya buang anaknya sendiri."
"Itu pasti hasil zina jeng."
"Ck.Ck.Ck Dasar anak zaman sekarang. Mau enaknya gak mau tanggu jawab."
"Aduh kasihan sekali."
Begitulah komentar ibu-ibu pengajian. Dan masih banyak lagi komentar pedas yang menohok hati.
"Jangan-jangan itu anakmu ya?". Celetuk ibu-ibu yang duduk di dekat pintu.
Arin mengernyitkan dahi. Ia ingin menjawab, namun Bunda Erni menyahut lebih dulu.
"Ngaco sekali pertanyaanmu Jeng Eni. Nak Arin gak mungkin berbuat hal memalukan. Nak Arin itu,anaknya sopan, baik, perhatian. Jangan asal ngomong jeng". Bela Bunda.
Arin tersenyum mendengarnya. Percitraannya selama ini telah berhasil. Untung saja Bian tak mendengar. Kalau dengar. Pasti akan menjadi garda terdepan menentang pendapat Bunda Erni
Kiloanmeter dari lingkungan tempat tinggal Arin. Di Rumah Sakit Kasih Ibu, Aslan sangat kesal dengan sikap Selin.
"Kau buang kemana anakku? Aku gak percaya dia mati". Geram Aslan mecengkram pundak Selin.
"Dia beneran mati As. Kenapa kau tak percaya? Bukankah kau tak peduli selama ini?". Nyalang Selin sembari meringis menahan sakit.
"Jangan bohong. Siapa bilang aku tak peduli? bukankah selama ini kebutuhanmu aku penuhi?". Dingin Aslan membuat Selin bergidik ngeri.
"Sial. Kenapa aku harus takut dengan pria seperti ini dan anehnya lagi kenapa aku semakin jatuh cinta. Sialan. Aku gak ingin dia bertemu dengan bayi itu". Batin Selin mencuri pandang wajah tampan Aslan.
"Tanyakan saja dengan pihak rumah sakit kalau kau tak percaya". Selin menjawab sembari melihat pemandangan gelap di luar jendela.
"Segelap itukah hatimu, Aslan. Kenapa kau tak bisa melupakan tunanganmu yang sudah lama meninggal? Kenapa aku tak bisa mengisi gegelapan hatimu? Kenapa Aslan? Kenapa kau hanya peduli dengan anak itu? Kenapa kau tak ada sedikit rasa peduli padaku? Kenapa kau tak bertanya kondisiku?". Selin bertanya-tanya dalam hati yang tak mungkin ada jawabnya.
Aslan menyisir rambutnya dengan tangan. Tak mungkin ia bertanya pada pihak rumah sakit.
Itu akan merusak reputasi jika aibnya terungkap. Ia menghela nafas. Rencananya tak sesuai dengan kenyataan.
Setelah memastikan kandungan Selin baik-baik saja dan berhasil melahirkan bayi, dengan percaya diri Aslan menghentikan pengawasan.
Di situlah kesempatan Selin untuk meraibkan darah dagingnya.
Ia sangat membenci anak itu saat Aslan berkata jangan memimpikan pernikahan hanya karena mengandung anaknya.
Benar Aslan tanggung jawab dengan keperluan Selin selama hamil. Tapi tidak dengan kebutuhan rohani Selin.
"Baiklah, jika dia sudah meninggal aku ingin melihat makamnya. Setelah kau pulih, tunjukkan padaku". Ucap Aslan sembari meninggalkan ruangan itu.
"Kau jahat As. Benar-banar jahat". Lirih Selin menatap punggung Aslan.
Cinta bertepuk sebelah tangan memang sangat menyakitkan. Itulah yang di rasakan Selin selama bertahun-tahun. Ia berusaha untuk melupakan sang sponsor itu. Namun, rasa ingin memiliki semakin besar.
...----------------...
Semalam Arin memutuskan untuk membesarkan bayi mungil tanpa dosa itu. Ia pun privat bagaimana merawat bayi pada ibu-ibu pengajian.
Mereka dengan senang hati memberi tahu. Bagaimana mengganti popok. Memandikan bayi. Takaran air hangat untuk membuat susu. Sinyal bayi saat pipis dan lain-lain yang Arin tak pernah tahu.
Arin hanya mangut-mangut memperhatikan. Pelajaran berharga yang tak ia dapatkan di bangku sekolah. Bayi mungil itu semalam tak rewel. Ia hanya menangis sebentar saat haus dan kembali tidur.
"Assalamualaikum nak Arin sudah bangun?". Teriak Bunda Erni.
"Waalikumsalam. Sudah bun". Jawab Arin sembari membuka pintu.
"Nak Arin serius ingin membesarkan bayi ini? kalo nak Arin gak sanggup nanti Bunda sama bu Rt cari panti asuhan". Tutur Bunda.
Deg
Mendengar panti asuhan, Arin langsung menggeleng dan ada semburat aneh di wajahnya. Bunda mengernyit dengan perubahan sikap Arin.
"Saya serius bun, ingin membesarkan bayi ini. Hitung-hitung buat jadi temen Arin. Nanti kalau perlu sesuatu Arin minta tolong ya bun". Balas Arin sembari tersenyum.
"Iya Bunda bantu Nak. Ngomong saja kalau butuh sesuatu. Nanti kita urus dulu surat adopsinya terus mari buatkan akta kelahiran". Jelas Bunda menahan air mata. Ia haru sekaligus kasihan dengan bayi tak berdosa itu.
"Ya sudah kalau gitu Bunda ke bu rt dulu". Pamit Bunda. Arin hanya mengangguk.
"Wah anak Bubu masih tidur. Ayo nyampa paman Bian". Monolog Arin sembari tersenyum jahil. Ia mencari kontak nama Bian.
"Halo. Ada apa? tumben minggu-minggu telepon" . Suara serak dari sebrang.
"Aku punya anak". Balas Arin sembari tersenyum.
"What? seriusly? your kidding?". Bian langsung duduk karena terkejut.
"Seriuslah. Kesini aja pastikan sendiri". jawab Arin mengakhiri teleponnya.
Arin menatap bayi mungil yang masih terlelap.
Ia mengggeleng. Heran dengan orang tua si bayi. Pertanyaan-pertanyaan muncul di benaknya. Kenapa bisa di taruh di depan pintu? Ia juga berpikir pasti rumah sakit bersalin tak jauh dari tempat tinggalnya.
"Suatu hari nanti kalau Bubu menemukan orang tuamu, Bubu pastikan mereka mendapat kolak sendal legend Bubu". Ucap Arin pada bayi yang belum bisa apa-apa itu. Tiba-tiba kedoran pintu mengkagetkan Arin dan membangunkan bayi mungil yang terlelap.
"Oi masuk saja kaga dikunci". Komando Arin sembari menepuk-nepuk paha mungil si bayi supaya tidur lagi.
"Sial. Mana anakmu? siapa ba...?" Bian terdiam saat melihat bayi di hadapan Arin.
"Heiii. Arin mungut bayi dimana? Gila cakep kayak gini dibuang. Kagak waras tuh orang tuanya". Cerocos Bian.
"Dia di taroh di depan pintu kost. lihat! wajahnya tanpa dosa gini kok tega ditinggalin di teras? Kenapa harus berbuat kalau gak mau nangung risikonya?. Bian. Aku mutuskan buat adopsi dia". Jelas Arin.
"Benar menyebalkan sekali. Oke. Aku dukung. Eh, tapi Rin. Bentuk wajahnya kayak gak asing". Komentar Bian sembari menatap wajah tenang bayi itu. Sesekali si bayi melengkungkan bibirnya. Seakan ia sedang mimpi indah.
"Ha? Serius? Kayak siapa?". Arin penasaran.
"Selin Anesa. Si artis terkenal itu loh" timpal Bian manggut-manggut.
Buuagg.
"Awww sakit bodoh". Sentak Bian mengusap-usap lengannya.
"Makanya jangan asal ngomong. Penjara tahu rasa". Balas Arin sembari ke dapur.
"Aku gak asal ngomong Rin. Soalnya, kemarin aku liat dia dibawa ke ruang bersalin" balas Bian.
"What? serius? tapikan dia belum menikah?". Arin penasaran.
Lalu Bian pun bercerita tentang artis papas atas yang banyak di gemari kaula muda sejagad raya itu.
Arin hanya geleng-geleng kepala mendengar gosip yang selama ini beredar di kalangan artis.
Isu hangat yang menjadi pertanyaan di khalayak umum atas vakumnya sang artis idol mereka. Selin Anesa.
Arin benar-benar tidak tahu jika ada gosip huru-hara terkait sang Aris itu. Maklum ia tidak pernah mengikuti perkembangan dunia hiburan tanah air.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Arinda
karena cinta tidak bisa di paksakan.
2022-10-02
0
나의 햇살
kalau hanya untuk rasa memiliki itu namanya bukan cinta tapi obsesi karena cinta gk harus memiliki
2022-09-04
1