Mendadak Jadi Ibu
Pagi ini langit sedang tak bersahabat. Ia menyembunyikan senyum cerahnya di balik awan gelap. Cuaca sangat mendukung untuk tak beranjak dari rumah. Lebih enak narik selimut dan berkelana di alam mimpi yang tertunda saat adzan Shubuh berkomandang.
Namun, Gadis cantik nan manis. Alesha Arin. Telah siap untuk berangkat kerja. Gadis 23 tahun ini bekerja di industri jasa kontruksi sebagai staf marketing. Sebelum pergi, ia selalu memastikan lampu kamar mandi sudah di matikan. Pintu belakang telah di kunci dan lainnya.
"Mendung. Semoga pas sampe baru hujan". Monolog Arin sembari mengunci pintu kostnya. Ia berjalan ke arah halte busway. Begitulah kegiatan Arin di setiap harinya. Pagi kerja sampai jam lima sore. Jika tak lembur maka ia langsung pulang. Nonton ytube atau baca komik untuk mengisi waktu luangnya. Monoton. Begitulah komentarnya.
Setelah Busway ke arah kantornya datang. Ia menghela napas berat melihat keadaan busway. Penuh. Desak-desakan. Tak naik. Terlambat. Jika naik, maka risikonya harus berimpitan.
"Tuhan. pengen nikah rasanya kalau suasana kayak gini. Tapi siapa yang mau? cowok ajak gak punya. Hah". Batin Arin menjerit sembari mengedarkan pandangan lalu ia geleng-geleng kepala saat melihat penumpang di sampingnya menonton acara gosip.
"Ck.Ck.Ck. Bisa-bisanya nonton dalam keadaan kayak gini". Batin Arin berkomentar.
Tak lama kemudian. Hujan turun diiringi dengan angin.
...--------------...
"Pak Edi enyahkan anak itu dari hadapanku".
"Tapi Nona, jika tuan As tahu kita bisa dapat masalah".
"Hah. Aku gak mau tahu pak Ed. Buang saja atau bunuh. Toh dia gak akan tahu kalo aku bilang bayinya meninggal".
Selin Anesa. Artis papan atas di ibu pertiwi. Sudah lama ia menaruh hati pada Aslan Alister sang sponsor utama. Namun Aslan tak pernah tertarik dengan Selin. Suatu hari ia sengaja mejebak Aslan. Niatnya supaya bisa memiliki sang sponsor.
Sayang sekali. Aslan hanya bilang.
"Oke. Aku mau tanggung jawab tapi tidak harus menikahimu. Catat semua kebutuhanmu dalam sembilan bulan dan ingat kau harus vakum dari industri hiburan". Setelahnya ia pergi ke negara tetangga tanpa bertanya bagaimana kondisi Selin.
Hari semakin gelap. Pak Edi bingung mau dibawa kemana bayi mungil yang baru melihat dunia. Niat hati ingin membesarkan. Namun, ia ingat biaya sekolah kedua anaknya. Tentunya sang istri akan menunduh yang tidak-tidak.
"Maaf. Paman minta maaf. Semoga pemilik rumah ini baik dan mau merawatmu". Ucap Pak Edi sembari mencium kening bayi mungil itu dan berlalu dengan berat hati.
Kiloanmeter dari tempat Pak Edi, Aslan yang mendengar kabar bahwa Selin sudah melahirkan, ia langsung terbang ke Indonesia.
"Rudi. Apa yang terjadi kenapa macet?". Suaranya meninggi. Ia kesal dengan keadaan ibu kota yang pada di jam-jam pekerja pulang.
"Sepertinya ada kecelakan Tuan". Jawab Rudi ragu-ragu. Aslan berdecak kesal sembari melempar pandangan keluar jendela.
"Ck. Sampai kapan gak akan gerak Rud?. Sial. Aku keluar saja cari ojek". Putusnya membuka pintu.
"Tapi Tuan. Hei. Ya sudahlah". Pasrah Rudi dan mengabaikan tuannya yang sudah berlalu. Ia hanya bisa memantau dari spion mobil.
Aslan celinguan mencari-cari ojek pengkolan. Lima menit berlalu. Ia tak menemukan ojek yang biasanya mangkal.
"Si sialan demen banget ngerjain orang". Omel seseorang yang berjalan di samping Aslan. Ia mengernyitkan dahi. Dan tanpa sengaja mengikuti orang itu.
"Ngapain aku ikuti dia". Aslan merutuki kebodohannya dan balik badan.
Namun ia urungkan berlalu saat telinganya mendengar sesuatu.
"Pasti mbak Arin, temannya Dokter Bian yang mau anter motor ke Rumah Sakit Kasih Ibu". Tebak sekuriti Apartemen.
"Tepat sekali Pak Munir. Untung saya baik. Mau-mau aja nganterin coba kalo jahat. Sudah saya gadain nih motor". Kelakar Arin.
"Hahaha. Mbak Arin bisa saja bercandanya. Ini kunci dan helmnya mbak. Oh iya kata Dokter Bian tadi, tolong sekalian di isi bensinya ya mbak". Jelas Pak Munir dan menyerahkan kunci tersebut.
Arin hanya menghela nafas mendengar kelakuan sahabat selama hampir sepuluh tahun itu.
"Ehm maaf mengganggu. Apakah bisa saya ikut dengan anda ke Rumah Sakit?". Tanpa basa-basi Aslan menondong Arin.
"Mobil saya mogok dan sodara saya di rawat di Rumah Sakit tersebut. Maaf tadi saya tak sengaja mendengar obrolan anda". Lanjut Aslan menjelaskan kondisinya. Arin mengernyitkan dahi.
"Hahh. menyebalkan sekali wanita ini. Iyain saja kenapa sih? apa gak tahu kalau aku sedang buru-buru". Gerutu Aslan dalam hati dan melihat mimik muka Arin.
Arin tak menjawab. Ia melanjutkan memakai helm dan menaiki kuda besi Bian. Lalu menghidupkan mesinnya.
"Sial. Kenapa wanita ini diem saja? Apa dia gak tahu siapa aku?". Batin Aslan gelisah.
"Oi. Jadi nebeng gak? kalau jadi buruan. Aku mau cepat-cepat sampai kost". Ketus Arin. Tanpa ba-bi-bu Aslan langsung naik.
Lalu Arin mengendarai kuda besi itu dengan kecepatan tinggi. Aslan takut. Pasalnya, ini pertama kalinya ia naik motor. Reflek Aslan memeluk Arin.
"Jangan cari kesempatan dalam kesempitan". Kesal Arin seraya teriak supaya terdengar Aslan.
"Gak usah kepedan. Aku gak sengaja". Sambar Aslan cepat dan melepas pelukannya itu.
Arin menggeleng. Ia malas untuk berdebat. Energinya sudah habis di tempat kerjanya. Entah kenapa hari ini, ia kena marah terus. Penawaran salah. Laporan mingguan salah. Kurang cepat. Hah. melelahkan sekali.
Lalu sore hari saat ia ingin cepat-cepat pulang. Tiba-tiba si setan mengirim pesan meminta motornya diantar dengan dalih sekalian ya sobat terbaik, kan kau searah.
Rasanya, ia ingin menggapar wajah tampan sang sobat karibnya itu.
Mentang-mentang kostnya searah dengan tempat kerja Bian. Sering sekali manusia satu ini memintanya mengantarkan motor.
Dalihnya, pagi-pagi itu macet capek kalau membawa motor. Memang titisan setan . Menyebalkan sekaligus membuat orang emosi.
"Huah. Akhirnya sampai juga". Keluh Arin sembari membuka helmnya.
"Terima ka.." Aslan tak melanjutkan ucapannya.
"Oi Setan. Tlaktir dong. Laper nih setahun belum makan" Teriak Arin saat netranya menangkap sosok yang ia kenal. Ia menghampiri seraya melempar kunci motor.
"Sopankah begitu? Awas saja kalau ketemu. Berani sekali mengabaikan omonganku". Kesal Aslan merapikan jasnya menuju resepsionis.
...----------------...
"Laper banget?". Tanya Bian.
"Hmm". Arin menjawab tanpa memalingkan perhatiannya dari makanan
"Pelan-pelan nanti ke sedak". Bian memberi peringatan dengan lembut.
"Sial. Jadi mules denger omonganmu". Sambung Arin menyudahi kegiatannya.
"Ha? omonganku gimana? perasaan biasa saja?". Kernyit Bian.
"Jangan pakai perasaan bos. Coba kau ngomong kayak gitu ke Dokter Mita. Aku jamin dia pasti berbunga-bunga and maybe she will think, you have feeling to her".
"What? seriusly? oh sial."Bian tak percaya dengan gaya omongannya yang terkesan sepele namun akan berbeda presepsi dari si pendengar.
"Oke sekarang lupakan soal gaya omonganmu yang sering kali disalah artikan oleh rekan kerjamu. Tapi yang penting saat ini aku gimana pulangnya? aku pastikan kau gak bisa nganter". Arin tepat sasaran.
"Hahaha. Sial. Tahu banget kebiasaan aku. Gimana kalau aku orderin ojol?". Tawar Bian.
"Oke. Tapi gretong ye". Arin negoisasi.
"Siap bos". Jawab Bian.
Bibi Imah hanya tersenyum melihat keromantisan pelanggan tetapnya itu. Bibi diam-diam mendukung hubungan mereka. Kata Bibi mereka cocok. Padahal mereka hanya sebatas berteman. Saling mendukung. Membantu. Tidak lebih.
Pesanan ojek online Arin telah tiba. Setelah motor itu berlalu Bian baru meninggalkan lobby dan menuju ruangannya.
Dokter Mita melihat kejadian di lobby. Dari keakraban Bian dengan Arin. Ternyata Bian dikenal dengan Dokter yang jarang tertawa, tersenyum maupun membalas senyuman rekannya.
Kali ini pemandangan langka yang tak sengaja Mita lihat. Bian tertawa dengan seorang wanita. Kenyataan itu membuat Mita cemburu dengan Arin.
Motor matic yang di naiki Arin membelah keramaian jalan raya. Sesekali bapak ojeknya mengajak ngobrol. Tak lama kemudian ia sampai di kostnya.
"Terima kasih pak". Ucap Arin.
"Sama-sama neng". Balasnya dan berlalu.
Arin menatap kostnya yang masih gelap. Perlahan mendekati pintu. Ia mengernyitkan dahi saat melihat kotak hijau depan pintu.
"Aku gak beli barang deh. Paket apaan nih?". Lirihnya sembari jongkok.
Ia terkejut saat melihat isinya.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
♦️🎇Maz Fuel🎇♦️
hadir kak... hadir juga di novelku ya kak... salken
2022-07-29
2