"Kau mungkin tidak percaya padaku, tapi apa kau pernah melihat ini?" tanyanya sambil menunjukkan punggungnya.
Perlahan sesuatu tumbuh dari punggung gadis bernama Youra itu. Sepasang sayap. Tipis hampir transparan berwarna pink keemasan. Cantik sekali. Aku mencubit tanganku sekedar memastikan kalau semua yang kulihat adalah bagian dari mimpi. Tapi aku salah, sakit yang kurasakan menyadarkanku bahwa semuanya nyata.
Youra, si gadis peri, mengepakkan sayapnya seraya tersenyum. Dia terbang.
"Kk... kau...!" Aku tau sangat tidak sopan berbicara pada seorang gadis dengan menunjuk-nunjuk wajahnya. Tapi apa boleh buat, aku terlalu kaget.
"Sekarang kau percaya?" tanyanya tersenyum menang.
"Karena kau sudah terlanjur kesini, sekalian kujamu saja sebagai tamu, ya?!" katanya lalu terbang agak tinggi. Ada semacam rak di atas sana.
Sementara dia mengambil sesuatu di atas, aku terperangah melihat sekelilingku. Aku beneran di dalam bunga. Bagaimana bisa? Bunga kan lebih kecil daripada orang. Aku menepuk-nepuk pipiku dengan kedua tangan, memastikan aku tidak gila.
"Kau tidak gila kok, tenang saja. Sudah kubilang kan, keadaan disini berbeda." Haah, dia tau yang sedang kupikirkan?! Dia benar, aku tidak gila. Situasinya yang gila. Youra menyajikan minuman dan (sepertinya) kue di atas meja.
"Minumlah, itu teh herbal!" suguhnya selaku tuan rumah yang baik.
"Tolong jelaskan, kenapa aku bisa ada disini?" Aku mencoba bicara normal.
"Itu yang ingin kutahu. Aku sengaja pulang karena tidak bisa terlalu lama di dunia manusia. Tapi, kenapa kau malah ikut?"
"Aku pikir kau jatuh ke kolam, jadi aku ingin menolongmu."
"Ohh, jadi begitu. Kau baik sekali," pujinya seraya tersenyum. Manis sekali. Mengalahkan manisnya teh herbal yang sedang kuminum.
Selanjutnya kami mengobrol tanpa ada rasa canggung lagi. Dia menceritakan sedikit tentang kehidupannya. Bukan, sebenarnya akulah yang terlalu sedikit mendengar. Karena aku hanya fokus pada kecantikannya saja.
Ada beberapa yang kutangkap dari ceritanya. Yang pertama, waktu berjalan lebih lambat di dunia manusia daripada disini, di dunia peri. Itulah kenapa di sini sudah siang , padahal sebelum jatuh ke kolam, malam festival saja belum berakhir.
Itu juga yang menjadi penyebab Peri tidak bisa berlama-lama di dunia manusia. Karena energi mereka akan segera habis.
Yang kedua, sebetulnya dunia peri dan dunia manusia terhubung. Tapi karena alasan yang pertama tadi, jarang ada peri yang mau menyeberang ke dunia manusia. Dan manusia juga bisa masuk ke dunia peri melalui... sampai disini aku tidak ingat apa yang dia katakan.
Dan yang ketiga, kalau tidak salah tentang ramalan atau kutukan ya?! Pokoknya akan ada peri yang membuat masalah dan nantinya berimbas pada kehidupan seluruh peri. Selanjutnya aku tidak begitu ingat apa yang dia bicarakan. Entah karena teh atau kue itu, atau mungkin suasana di sini yang membuatku mabuk. Perlahan tapi pasti aku semakin mendekat pada Youra. Membelainya, mencumbunya, mengatakan hal-hal romantis, dan semua itu terjadi begitu saja tanpa ada penolakan darinya. Secara natural mengikuti alur nafsu yang membawa kami melampaui batas norma yang harusnya dijaga.
Waktu berlalu dengan cepat, sudah saatnya aku pulang ke dunia manusia. Youra mengantarku ke tempat pertama kali kami muncul di dunia peri ini. Dengan sihirnya dia membuka portal untuk kulewati. Sebuah kecupan singkat mengakhiri kebersamaan kami. Dan semua yang kualami tadi akan menjadi kenangan indah yang tidak akan pernah kulupakan.
Tadinya kupikir begitu. Nyatanya, saat aku membuka mata aku tidak ingat apapun. Yang pertama kali kulihat adalah wajah-wajah panik mengerumuni tubuhku yang basah dan kotor karena lumut. Kata mereka aku tenggelam di kolam teratai.
Ada seorang saksi mata yang melihatku saat tercebur ke kolam. Lalu dia segera memanggil bantuan karena tubuhku tenggelam semakin dalam. Festival jadi kacau karena isu yang langsung tersebar diantara pengunjung. Bahwa ada seorang pelajar yang mencoba bunuh diri di kolam teratai. Duuuh... malunya.
Dasar para penggosip tak bertanggung jawab. Harga diriku terluka karena berita itu. Gara-gara itu aku jadi bahan olok-olok di sekolah. Bahkan ceritanya jadi berkembang, Haneul siswa kelas 1 jurusan fashion yang terkenal badboy melakukan percobaan bunuh diri di kolam teratai saat festival. Katanya dia putus asa karena tidak ada seorang gadis pun yang mau berciuman dengannya saat acara kembang api.
Hahaha... Brengsek! Untungnya gosip itu hanya bertahan sebulan. Karena tidak lama setelah kejadian itu aku berhasil menggandeng siswi tercantik di sekolah. Eun Hye, siswi kelas 3 jurusan fashion.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Risih. Kenapa semua orang menatapku begitu? Seakan-akan aku sudah membuat kesalahan besar. Ini kan rumah sakit bukan kantor polisi. Memang apa yang aneh dari seorang pria tampan yang menggendong bayi imut. Aku kan cuma mau tes DNA.
Apa karena seragam sekolahku? Yah, aku tadi memang terburu-buru meninggalkan sekolah setelah jam pertama selesai. Karena untuk menjalani tes itu kan harus pagi-pagi. Mana sempat ganti baju.
"Haneul Jeung, silahkan masuk!" seru perawat. Baguslah sudah giliranku rupanya. Aku tidak perlu lagi mendengar bisik-bisik pasien lain.
"Silahkan duduk, Tuan... Oh, anda masih pelajar?!" seru dokternya agak terkejut.
"Iya, dokter."
"Sebelum melakukan tes, boleh saya tahu alasan anda ingin melakukan ini?"
"Tentu saja untuk memastikan kalau bayi ini bukan anakku."
"Apa anda bermaksud untuk lepas dari tanggung jawab?" Hei, bukankah dokter ini sudah keterlaluan ya?!
"Apa itu menjadi urusan anda, dokter?" Sengaja kutekankan nadaku pada kata 'dokter' biar dia sadar posisinya.
"Ah, maaf. Saya tidak bermaksud untuk mencampuri urusan anda. Baiklah kalau begitu, saya akan mengambil sampel darah anda dan bayi itu."
Nah, begitu kan bagus. Aku harus segera kembali ke sekolah setelah urusan ini selesai. Meski terkenal badung di sekolah, setidaknya aku tidak pernah membolos. Selain itu predikat sebagai siswa berprestasi harus aku pertahankan.
Seorang perawat membantu dokter tadi mengambil darahku dan si bayi. Aku sih tidak masalah, tapi bayi ini langsung menangis kencang saat jarum menembus kulit mulusnya.
"Cup... cup... sayang. Anak manis jangan menangis ya," bujuk si perawat sambil menimang si bayi.
Tidak mempan tangisnya malah semakin kencang. Dokter itu juga tidak berhasil menenangkan si bayi. Jadi aku mengambil alih. Tanpa perlu banyak kata, bayinya langsung tenang.
"Ssshh... tenanglah! Tidak apa-apa, sudah selesai."
"Waah, papanya hebat ya. Bayinya langsung diam loh," puji perawat itu spontan.
Dokter berdehem memberi kode pada si perawat. Perawat sepertinya mengerti dan menyengir pamit. Aku cuma tersenyum simpul menanggapinya. Papa, katanya?!
"Anda bisa kembali 2 hari lagi untuk mengambil hasilnya," kata si dokter.
"Apa tidak bisa sekarang saja, dok?" tanyaku coba menawar.
"Tidak semudah itu untuk mengetahui hasilnya. Anda juga harus kembali ke sekolah kan?!"
"Baiklah, dok. Terimakasih."
Dua hari lagi? Uugh, ternyata menyelesaikan urusan ini tidak semudah yang aku kira. Masa harus menunggu selama itu hanya untuk mengetahui bayi ini anakku atau bukan?! Apa kubawa saja ke kantor polisi? Tidak. Masalahnya malah akan semakin besar nanti. Ya sudahlah, pulang dulu saja.
Di rumah, Kang Min Ho dan Tae Seung sudah menanti dengan tidak sabar. Aku yang baru pulang langsung diberondong dengan begitu banyak pertanyaan.
"Bagaimana hasilnya?"
"Benar dia bayimu?"
"Kau sudah tau siapa ibunya?"
"Jadi, kita akan memelihara bayi ini?"
"Hei, Min Ho. Apa kau akan terus memanggilnya 'bayi'?
"Memangnya bayi ini punya nama?"
"Kau benar. Haneul, kau beri nama apa bayi ini?" Ah, gila. Mereka ini mau alih profesi jadi wartawan, apa?!.
"Nanti saja kujawab semua pertanyaan kalian. Sekarang gantikan aku menjaga bayi ini, aku harus balik ke sekolah!" Aku harus segera pergi dari sini sebelum mereka mulai protes.
Sampai di sekolah aku sudah melewatkan dua mata pelajaran. Ini tidak bagus, bisa-bisa beasiswaku dicabut. Duuuh... jangan sampai deh!
Tinggal satu pelajaran lagi yang harus kuikuti hari ini, yaitu Sosial dan Budaya. Pelajaran yang lumayan kusukai. Meski agak membosankan, setidaknya aku bisa bersantai sedikit tanpa harus berpikir terlalu berat.
45 menit berlalu sangat lambat. Sepanjang jam pelajaran tidak sedikitpun dari penjelasan guru berlabuh di otakku. Pikiranku terus tertuju pada si bayi yang bahkan belum kuberi nama. Bagusnya, guru tidak menyertakan PR sebagai oleh-oleh untuk kami bawa pulang.
Bel pun berbunyi. Akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan si bayi. Jangan tanya kenapa aku bisa begitu merindukannya. Aku juga tidak mengerti. Padahal sepanjang pagi tadi dia terus bersamaku. Kurasa aku mulai menyukai bayi itu. Kalau begitu...
"...Neul...!"
"Hei, Haneul... Haneul Jung!"
Plakkk!! Aduh. Siapa yang...
"Sayang, kau melamun? Dari tadi aku memanggilmu tapi kau bahkan tidak menoleh," tegur pacar baruku, Cho Hana. Dia yang tadi memukul pundakku.
"Hana...! Ah, maaf. Aku tadi..."
"Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi kau harus temani aku ke mall hari ini ya?!"
"Maaf Hana, hari ini aku tidak bisa."
"Kenapa tidak bisa?! Ahh, aku tidak peduli. Kau harus temani aku, soalnya dari kemarin kau tidak bisa kuhubungi."
"Tapi... aku benar-benar tidak bisa."
"Please, sayang...! Nanti malam aku mau siaran di AiTube dengan tema peri. Tapi aku belum punya gaun yang cocok."
Deg.
Jantungku berdegup keras ketika Hana menyebut kata 'peri'. Sampai terasa sakit. Aku tidak tahu kenapa, seperti ada yang harus kuingat tapi tidak bisa. Semakin aku berusaha untuk mengingat dadaku terasa makin sesak. Bahkan kepalaku ikut berdenyut sekarang. Aku harus cepat menemui si bayi. Karena kurasa hanya dia yang bisa membuatku tenang.
"Sayang, kau melamun lagi?!"
"Maaf, Hana. Aku benar-benar tidak bisa menemanimu sekarang. Kau pergi dengan temanmu saja ya!"
"Tapi kenapa? Tidak biasanya kau seperti ini."
"Maaf, tapi aku buru-buru."
Untunglah bus telah datang. Aku segera naik, melepaskan tangan Cho Hana yang dari tadi menggelayut di lenganku. Sempat kudengar dia memaki.
"Ahh, gila. Dasar cowok brengsek! Percuma aku dat..." Aku tidak bisa mendengar lagi kelanjutannya karena bus telah menjauh dari halte.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua penghuni LostMen telah berkumpul memenuhi aula, tempat kami biasa berdiskusi atau mengumumkan sesuatu yang penting. Aku berdiri di depan mereka untuk menyampaikan keputusanku tentang bayi ini.
Tadinya aku ingin menunggu sampai hasil tes DNAnya keluar. Tapi kurasa itu tidak perlu karena aku sudah membuat keputusan.
"Kurasa kalian semua sudah tau tujuanku mengadakan pertemuan ini."
"...."
"Benar. Ini tentang bayi yang kita temukan di depan LostMen kemarin malam."
"...."
"Aku sudah melakukan tes DNA dan hasilnya akan keluar 2 hari lagi,"
"Jadi, dalam 2 hari ke depan pengasuhan bayi itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Tae Seung, kau yang akan buat jadwal mengasuh si bayi!" Itu keputusanku yang pertama.
"Lalu bagaimana jika hasil tesnya sudah ada, bagaimana jika hasilnya positif (dia anakmu)?" tanya Dae Shik.
"Hah... memang siapa yang hamil?" Yeong Jae, salah satu anak yang tinggal disini memang sedikit lambat dalam berpikir. Makanya sering kurang nyambung kalau bicara.
"Bukan 'positif' yang itu, dasar Yeong Jae mesum."
"Haah dasar, Yeong Jae bodoh! Orang lagi serius juga." Anak-anak lain jadi mengomel gara-gara Yeong Jae.
"Sudah, diam! Biarkan Haneul bicara." Suara lantang Kang Min Ho membuat aula tenang seketika.
"Aku sudah putuskan apapun hasil dari tes itu aku akan tetap menerima bayi itu disini sebagai anakku. Sama seperti kalian semua," ucapku yakin. Ini adalah keputusan final dan tidak bisa diganggu gugat.
"Kau gila ya Haneul?! Kalau cuma 2 hari aku tidak keberatan, tapi untuk selamanya? Kau pikir siapa diantara kita yang pernah mengurus bayi?" Ya ampun, Lee Yong Hwa. Sekalinya bersuara dia malah berseberangan denganku. Kupikir dia akan mendukung keputusanku.
"Yong Hwa benar Haneul, kau tidak bisa menyamakan bayi dengan anak-anak disini." Bahkan Dae Shik juga menentangku.
"Lagipula dia itu bayi perempuan." Kang Min Ho, dia masih saja... uugh!
"Papa aku tahu kau ini sangat penyayang. Tapi, soal bayi itu... kenapa kita tidak serahkan ke polisi saja?" Sudah kuduga pertanyaan seperti ini akan muncul.
"Iya benar, Pa. Polisi bisa mencari siapa orang yang membuang bayi itu disini."
"Hei, kau ini bodoh ya? Kau mau LostMen ini dibubarkan dan kalian semua kembali ke rumah masing-masing?!" Aku sudah mengira Tae Seung akan mewakiliku untuk menjawab mereka. Soalnya dia anti sekali dengan polisi.
"...."
"...."
"Aku tahu kalian tidak akan setuju dengan keputusanku. Tapi keputusanku sudah mutlak. Karena itu, setelah dua hari semua urusan mengenai bayi itu akan sepenuhnya menjadi tanggung jawabku."
Ooeee... Ooeee...
Tangisan si bayi mengakhiri perdebatan tadi. Aku segera menuju ke kamar untuk melihat keadaan si bayi. Ternyata dia terbangun karena bunyi getaran dari ponselku. Hana yang menelpon. Kuabaikan saja, bayiku lebih penting. Tuh kan, dia langsung diam dan tertidur lagi begitu kugendong.
Aku kembali ke aula. Ternyata mereka masih menungguku. Cck...! Sepertinya mereka memang tidak akan semudah itu menyetujui keputusanku tadi.
"Hei Haneul, jujurlah! Apa kau pernah melakukan hubungan 'seperti itu' dengan pacarmu?" Ah, sial Dae Shik. Haruskah dia menanyakan itu di depan semua orang?
"Tidak. Seingatku aku tidak pernah melakukannya." Memang tidak pernah, kok?!
"Jangan bohong, kami semua tau kau ini playboy!" seru Kang Min Ho.
"Justru itu, seorang playboy akan berhati-hati dalam berhubungan dengan seorang gadis. Jomblo tidak akan mengerti," sanggahku tepat sasaran. Beberapa dari mereka memasang tampang iri, terutama Kang Min Ho. Hahaha... rasakan!
"Kalaupun aku pernah berbuat kesalahan, aku tidak akan menyesalinya. Toh, yang aku lakukan menjadi kesalahan yang indah kan?!" lanjutku menatap wajah imut yang sedang terlelap di tanganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments