Ardan kemudian memesan makanan pada ibu kantin. Sedang Airin masih merasa risih berada dekat Ardan.
Bagaimana tidak dia dengan Ardan seperti angka 10.
"Kamu kenapa diam saja Claris ? Biasanya kamu sudah bicara kemana-mana." Tanya Ardan.
Airin hanya tersenyum, kemudian memilih diam.
Dalam pikirannya dia terus mengingat bagaimana sikap Clarisa pada Ardan?
Dia menarik nafas kemudian membuangnya pelan. Dia harus bisa bersikap biasa.
"Ardan kau tau kalau di sekolah kita akan ada ajang bakat nyanyi ?" tanya Airin mencoba untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Taulah, aku kan yang menyuruhmu ikut. Bagaimana ? Kau maukan ? Masalah Nadia kau tenang saja. Suara dia tidak ada apa-apanya di banding suaramu" ujar Ardan mencoba meyakinkan gadis berbadan besar di depannya.
"Tapi kata bi Herni dia sudah latihan terus dan suaranya sudah semakin bagus. Sedangkan aku latihan saja belum. Aku belum tahu lagu apa yang akan aku nyanyikan nanti di audisi sebentar" ucap Clarisa dengan wajah lesu.
"Kau tenang saja, aku sudah menyiapkan lagu untuk kau Audisi sebentar. Istrahat nanti kita latihan. Oke !" kata Ardan sambil memakan bakso pesanannya.
Perut Clarisa segera berbunyi melihat semangkuk bakso di depan matanya.
Ardan kemudian melihat wajah Clarisa ketika mendengar suara cacing-cacing di perut sahabatnya bernyanyi minta makan.
"Kau sudah sarapan Clar ?" Tanya Ardan.
Clarisa menggeleng pelan.
"Dari semalam aku cuma makan apel. Aku tidak ingin makan makanan yang diberi oleh bi Herni." Kata Clarisa.
"Bagus! Kau harus ingat apa yang aku bilang. Kalau makanan yang di berikan padamu pasti mengandung sesuatu yang membuat badanmu semakin besar." Jelas Ardan.
"Tapi aku tidak bisa jika tidak makan nasi Ardan" ucap Clarisa dengan wajah lesu.
"Kau harus bisa !" tegas Ardan dengan mata melotot pada Clarisa.
"Semenjak kau tinggal dengan paman dan bibimu semakin hari badanmu semakin besar."
"Yah itu karena bibi Herni selalu memberikan makanan enak dan bergizi untukku." Bela Clarisa.
"Tidak kau salah ! itu bukan makanan bergizi. Kalau makanan bergizi badanmu sehat tapi tidak besar." Kata Ardan.
"Semakin hari badanmu membesar dan penyakit kolestrol dan diabetespun sudah mulai menyerangmu. Padahal umurmu masih sangat muda." Lanjut Ardan kembali.
"Mulai sekarang aku yang akan mengatur makananmu !" Ucap Ardan tegas.
"Kalau begitu pagi ini aku makan apa ? Sumpah aku lapar sekali ! 1 pentol bakso tenes itu sepertinya enak hehehe" kata Clarisa sambil menunjuk bakso tenes di mangkok Ardan.
"Tidak ! pagi ini aku sudah menyiapkan makananmu" kata Ardan kemudian mengeluarkan tupperware berbentuk kotak dari dalam tasnya dan memberikannya pada Clarisa.
"Ini makanlah !" kata Ardan.
Clarisa menerima bekal sarapan paginya. Membuka tutup tupperwarenya.
"Whaaatt ??? Hanya ini?" tanya Clarisa tak percaya melihat isi nya hanya terdapat 2 butir telur serta irisan buah Apel dan Alpukat.
Ardan mengangguk sambil menyeruput kuah bakso.
'Ah, andaikan Farel seperti Ardan yang begitu peduli sama gue. Gue yakin Stela pasti nangis kejer melihatnya hahaha' lagi-lagi Airin berbicara dalam hatinya, sambil tersenyum-senyum.
"Ayo cepat di makan ! malam senyum-senyum." Ujar Ardan.
Airin tidak habis pikir kalau dia sudah menciptakan tokoh Ardan yang begitu perfect.
Tidak berapa lama kemudian bel sekolah berbunyi tanda masuk ke kelas.
Ardan dan Clarisa berjalan menuju kelas mereka.
Saat masuk ke dalam kelas, Clarisa melihat Nadia sepupunya sekaligus rivalnya di sekolah menatap tidak senang padanya.
Clarisa berjalan melewatinya, tiba-tiba !
Buuugghhh !!!
Clarisa terjungkal ke depan, Nadia sengaja mengait kaki sepupunya itu ketika lewat di depannya.
'Rasakan itu ! Malukan ? Hahahah' bathin Nadia dengan tertawa.
Ardan segera membantu Clarisa berdiri. Sedangkan semua teman-teman sekelas tertawa riuh melihat kesialan yang menimpa gadis gendut di kelas mereka.
Clarisa sangat malu sekali, jika mengingat posisi dia terjungkal tadi membuat dia ingin menangis.
Tapi, Ardan menggenggam tangan Clarisa mencoba memberi kekuatan untuk sabar.
"Sudah sabar aja, nanti kita pikirkan cara untuk membalasnya" bisik Ardan dengan mengedipkan matanya.
Clarisa mengangguk dan bernafas lega. Merasa beruntung dengan cerita yang dia tulis, di samping protagonis wanita ada protagonis pria yang tampan dan baik hati.
Pelajaran matematika sudah berakhir, saatnya pelajaran biologi dimulai.
Semua anak bersiap untuk berpindah ruang belajar ke laboratorium.
Sampai di ruangan laboratorium, semua anak sudah siap dengan bahan praktek yang sudah ada di depan mereka.
Ardan memgambil beberapa kodok yang dipakai bahan praktek. Dia manaruhnya di dalam kantong plastik hitam. Kemudian dia meminta izin ke kamar mandi.
Akan tetapi Ardan tidak berbelok ke kamar mandi melainkan kembali ke kelas.
Dia meletakkan 10 kodok ke dalam tas Nadia. Sambil tertawa geli membayangkan pasukan kodok ini meloncat keluar ketika Nadia membuka tasnya.
Ardan kemudian kembali ke ruang labaratorium, dan bersiap mengikuti praktek.
"Apa yang sudah kau lakukan dengan kodok-kodok tadi?" tanya Clarisa sambil berbisik.
"Kau tenang saja, kodok-kodok itu akan mencium wajah Nadia nantinya heheheh" jawab Ardan sambil nyengir.
Ardan melihat ke arah Nadia yang tampak geli memegang kodok untuk di belah.
Krrriiiing !!!
Bel sekolah berbunyi tanda pelajaran biologipun berakhir.
Saatnya anak-anak kembali ke kelas kemudian beristirahat.
Murid-murid kelas 2 putih abu-abu ini, beramai-ramai berjalan kembali ke kelas mereka, untuk menyimpan peralatan menulis
di kelas.
Ardan menahan Clarisa untuk masuk ke dalam kelas.
"Jangan masuk ! kita cukup melihatnya dari sini, " ucap Ardan sambil memegang tangan Clarisa.
Nampak Nadia dan kedua temannya sesekali tertawa dengan obrolan mereka.
Nadia kemudian mengambil tasnya dari dalam laci, dan membuka tasnya.
"Aaaakkkkkhhh !!!" teriak Nadia dengan histeris.
Pasukan kodok berhamburan keluar. 1 kodok melompat tepat di wajah Nadia.
1 kodok lagi entah bagaimana dia bisa masuk ke dalam baju Nadia.
Nadia kocar kacir mengibas-ngibaskan bajunya agar kodok itu bisa keluar.
Semua yang melihat tingkah Nadia tertawa geli.
Karena sudah tidak memperhatikan keadaan sekelilingnya, kaki Nadia tersandung kaki bangku.
Nadia terjungkal kepalanya mendarat cantik di keranjang sampah samping pintu kelas.
Nadia terdiam tak bergerak, semua orang pun terdiam melihat Nadia tak merespon. Seketika suasana berubah hening.
Mereka menunggu pergerakan dari Nadia, tiba-tiba suara kodok terdengar keluar dari baju belakang Nadia.
Seketika Nadia bangun dengan keranjang sampah plastik tertata indah menutupi kepalanya.
"Aaaaaakkkkhhh !!!" Nadia berteriak histeris, setelah membuka keranjang sampah dari kepalanya. Rambutnya acak-acakan dan wajah yang merah menahan amarah.
Gelak tawa kembali terdengar dari teman-teman.
Ardan dan Clarisa ikut tertawa puas melihat kemalangan Nadia.
Kedua teman Nadia, Erika dan Chika segera menolong teman mereka.
Ardan langsung menarik tangan Clarisa menuju kantin. Setelah merasa puas menonton pertunjukkan gratis dari Nadia.
"Aku gak nyangka kalo pembalasan kamu buat begitu kejam Dan hahahah," ujar Clarisa sambil tertawa geli mengingat kejadian di kelas tadi.
"Aku kan sudah bilang, siapapun yang berani macam-macam dengan gadisku akan berhadapan denganku, Ardan !" Kata Ardan sambil melipat kedua tangannya di dada.
Clarisa menelan salivanya, mendengar kata-kata yang diucapkan Ardan.
"Ga..gadisku ?" tanya Clarisa pelan.
"Iyaa, kau kan gadisku," kata Ardan sambil melingkarkan lengannya di bahu Clarisa dan mengembangkan senyum pepsodentnya.
Clarisa mematung, mana mungkin Ardan yang tampan mau dengan gadis gendut sepertinya.
'Ah Ardan tetap menganggap gue sahabatnya. Seingat gue dalam cerita ini tak ada adegan dimana Ardan menyatakan cinta untuk Clarisa,' bathin Clarisa dalam hati.
Clarisa menarik nafas mencoba menetralisir degup jantungnya, akibat kata-kata Ardan.
"Oke siang ini kamu boleh makan nasi tapi hanya setengah !" kata Ardan yang kemudian menuju ke ibu kantin memesan makan siang dia dan Clarisa.
Tidak berapa lama ibu Kantin sudah datang membawa pesanan mereka.
Sepiring nasi campur untuk Ardan dan sepiring nasi dalam ukuran sedikit di hiasi dengan sayur-sayur hijau dan sedikit sambal matha.
"Appaa ini ?" tanya Clarisa tidak percaya melihat makan siangnya. Dia sedikit protes karena punya Ardan begitu lengkap dan dalam porsi yang banyak.
" Sudah makanlah ! itu baik untukmu. Meskipun terlihat sedikit, tapi itu mengenyangkan. Mengerti ?" Ucap Ardan menegaskan.
Walau hati menolak, Clarisa tetap memakannya.
Siang ini, setelah jam pulang sekolah seluruh siswa dari kelas 1 sampai 3, yang sudah mengisi formulir ajang pencarian bakat School Idol berkumpul di Aula.
Kegiatan ini disambut antusias oleh seluruh siswa. Tak heran, banyak siswa yang ikut berpartisipasi mengikuti audisinya.
Audisi nanti akan mengambil hanya 50 peserta untuk masuk kedalam 30 besar.
Kemudian dari 30 besar akan masuk ke 20 besar. Selanjutnya masuk ke 10 besar.
Jadi, akan ada 3x audisi yang akan dilewati, sebelum tampil di panggung Top Ten School Idol.
Para siswa yang mengikuti audisi, satu persatu masuk ke dalam ruang juri.
Ada 3 orang juri yang siap menilai penampilan mereka.
Peserta yang membawa keluar bendera warna merah di nyatakan lulus ke audisi selanjutnya. Sedangkan yang mendapatkan warna putih, tidak dapat melanjutkan audisi berikutnya.
Clarisa nampak cemas karna semakin lama semakin mendekati angka yang tertempel di dadanya.
'Aduuuhh gimana ini ? Gue gak bisa nyanyi. Dalam cerita Clarisa memang jago nyanyi. Tapikan yang sekarang jadi Clarisa, gue Airin !'
"Eh kamu kenapa Clar ? tangan kamu dingin banget," kata Ardan sambil memegang tangan Claris.
Nadia mendekati Clarisa, membawa sebotol minuman untuk sepupunya.
"Kamu itu gugup Claris, santai aja ya. Nih minuman untuk kamu !" ucap Nadia dan menyodorkan botol minuman itu kepada Clarisa.
Clarisa dan Ardan saling pandang. Mereka tidak percaya dengan kebaikan Nadia.
"Tenang aja, aku ini gak sejahat kalian, yang tega ngerjain aku tadi dikelas. Ini minuman baru aku beli kok!" kata Nadia meyakinkan ke dua orang di depannya.
Clarisa yang kebetulan butuh minum untuk menghilangkan rasa gugupnya segera menerima botol di tangan Nadia.
'Eh tunggu dulu !' kata Claris dalam hati, tiba-tiba dia teringat sesuatu.
'Ah iya, di sini terakhir kali gue nulis ceritanya. Clarisa akan batuk-batuk setelah minum minuman dari Nadia,' Clarisa berbicara sendiri di dalam hatinya.
Clarisa menggeleng-geleng kepalanya, mengisyaratkan kalau dia tidak boleh terjebak oleh sepupunya.
"Mmm...makasih ya ! aku tidak butuh ini," tolak Clarisa kemudian berdiri karena gilirannya sudah tiba.
Ardan tersenyum melihat penolakan Clarisa. Dia mengikuti Clarisa dan menunggunya di depan pintu ruang juri.
Clarisa mengumpulkan keberaniannya untuk masuk dan tampil di depan juri.
Dengan wajah menunduk dia masuk dan kini berdiri tepat di depan ke tiga juri.
Jantung Clarisa seperti mau copot melihat salah satu juri, yang wajahnya begitu familiar di dunia Airin.
"Pak Ribuuut !!!" teriak Airin tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Fika
Hahahahaa ngakak...Pak Ribut ada dimana-mana 🤣🤣
2022-05-30
0
Kang Haluuuuu
PAK RIBUT KALAU DIBIARIN MAKIN NGAJAK GELUT NIH...🤣🤣🤣
2022-04-16
1
Mar Sha
astagfirullah iya nun...lupa aku saking semangat nulisnya.makasih udah diingatkan.😅😅😅
2022-03-26
0