"Om beli bakso om." Pinta Zen tiba-tiba.
Spontan Hendri langsung pelan-pelan menepikan mobilnya. Ia menatap Zen yang sudah melihat keluar jendela mobil.
"Ayo om kita makan bakso dulu sebelum pulang ke rumah." Ucapnya memohon.
"Zen, ingat kata ayah dan nda kalau Zen nggak boleh makan sembarangan di asal tempat." Ucap Hendri memperingati.
Bukannya apa-apa Hendri melakukan hal itu. Karena Zen pernah diare akibat membeli bakso di tempat lain. Karena Yusuf dan Nissa punya langganan sendiri jika sedang ingin menikmati bakso.
"Kak Re." Ucap Zen memelas.
"Re..." Hendri mencoba memberi kode, agar Reina tidak luluh begitu saja dengan wajah Zen yang memelas jika sedang meminta sesuatu.
Tapi namanya juga Reina yang selalu menuruti apa mau adik satu-satunya ini. Melihat wajah Zen yang memelas tentu saja hati Reina luluh begitu saja.
Reina menatap Hendri yang sudah menatapnya untuk tegas. "Kita makan bakso dulu saja mas. Aku juga mau makan bakso."
Sudah bisa ditebak kalau pada akhirnya Reina tidak bisa mengatakan tidak untuk adiknya.
Dan kini tiga mangkok bakso sudah tersedia dihadapan mereka. Dan jangan lupakan tiga gelas es jeruk sebagai teman makan menikmati bakso.
"Ngapain kamu Re?" Tanya Hendri saat Reina menarik mangkuknya agar dekat dengan mangkuk Reina.
Hendri hanya bisa menatap pasrah saat Reina memindahkan separuh porsi baksonya kedalam mangkuk Hendri. Beruntung mangkuknya berukuran sedang jadi kuah bakso milik Hendri tidak luber-luber.
"Aku lagi diet mas." Ucap Reina sambil tersenyum seperti anak kecil. Senyum yang bisa saja meluluhkan siapapun yang memandang gadis cantik dihadapan Hendri ini.
"Kalau diet kenapa makan bakso jam segini."
"Namanya juga lagi pengin mas." Ucap Reina sambil mencampur semua saos, kecap, sambel agar lebih nikmat.
Dan sekarang bukan hanya Reina yang memindahkan seporsi baksonya. Kini Zen ikut melakukan hal yang sama. Benar-benar membuat Hendri pasrah saja.
Baik Reina maupun Zen sama-sama memiliki tabiat yang tak jauh beda. Wajar sih, namanya juga bibitnya dari satu orang yang sama.
"Tahu begini kenapa tadi nggak beli satu porsi saja buat kalian, terus dibagi dua." Ucap Hendri mulai kesal melihat mangkuknya yang hampir tumpah-tumpah karena terlalu menampung banyak beban.
"Sudah mas makan saja. Mas kan butuh tenaga ekstra untuk melaksanakan tugas dari bapak Yusuf." Ucap Reina santai.
"Bener om. Biar om punya banyak tenaga." Ucap Zen sambil menunjukkan lengan tangan yang nggak seberapa. Membuat Hendri gemas sendiri dengan anaknya bosnya itu.
"Selamat makan." Ucap Reina setelah membaca doa di dalam hati.
"Baca doa dulu kak Re." Ucap Zen memperingati.
"Dasar bocah, kakak sudah baca doa tahu."
"Ahhh masak." Ucap Zen dengan ekspresi tak percaya.
"Sudah cepat makan. Nanti kita kemalaman pulang kerumahnya." Reina males meladeni keusilan adiknya.
Hendri menghela nafas menatap bakso dihadapannya. "Apa aku bungkus saja ya ini bakso." Batinnya.
"Kenapa mas nggak makan?" Tanya Reina saat melihat Hendri hanya menatap mangkuk dihadapannya.
Hendri langsung memasukkan sambel, kecap, dan saos kedalam mangkuknya. Ia mengaduk pelan-pelan agar rata. Takut juga kalau sampai luber-luber kemana-mana kuah baksonya.
"Selamat makan gadis karatan." Goda Hendri.
Uhuk... uhuk...
Reina langsung menepuk-nepuk dadanya karena tersedak. Ia langsung meneguk es jeruknya untuk mengurangi batuknya.
"Maaf-maaf." Ucap Hendri merasa bersalah.
"Mas, mana ada ceritanya gadis karatan. Masih original dan dapat dipercaya gini. Kalau mas lah wajar karatan kan duda." Ucap Reina fakta.
"Kan zen yang..."
"Stop." Ucap Zen tiba-tiba menghentikan ucapan Hendri yang belum selesai. "Om jomblo kan?" Hendri mengangguk saja. "Kak Re juga jomblo."
Kini Reina harus bersiap mendengarkan ucapan sok dewasa Zen yang tidak dapat diduga siapapun.
"Itu artinya kakak sama om sama jomblo. Jadi sesama karatan tidak boleh saling menghina." ucap Zen sambil menggerakkan jari telunjuknya ke sisi kanan dan kiri.
Nah kan memang Zen ini dewasa sejak dini. Reina yang gemas langsung menarik pipi Zen. "Sudah cepat makan bocah."
Mereka bertiga langsung fokus kembali dengan mangkuk bakso mereka masing-masing.
"Aduh." Pekik Hendri tiba-tiba sambil menyentuh salah satu matanya.
"Kenapa mas?" Tanya Reina spontan.
"Mata ku pedih Re, kena kuah bakso."
Bukannya mencari solusi agar mata Hendri tidak pedih lagi, kini Reina malah tertawa pelan. “Karma is Real mas." Ucap Reina. Sepertinya ia bahagia dengan penderitaan Hendri kini. Salah siapa tadi membuatnya tersedak.
"Aduh ada air bersih nggak ini."
Jelas saja tidak akan ada air bersih yang langsung mengalir di daerah sini, karena mereka makan di pinggir jalan. Pedagang kaki lima yang mangkal di trotoar.
Reina langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung mendekati Hendri. "Hadap sini mas."
"Mau apa kamu Re?" Tanya Hendri sambil menjauhkan wajahnya saat tangan Reina akan menyentuh wajahnya.
"Nggak mungkin ada air bersih yang mengalir disini mas. Sini aku tiup biar pedihnya sedikit berkurang mas." Ucap Reina sambil menyentuh wajah Hendri.
Sebelah mata Hendri malah gagal fokus melihat pusat yang akan meniup matanya. Terlihat bi*bir yang memerah, mungkin Reina terlalu banyak memberi sambal. Hendri langsung mengenyahkan pikiran aneh yang mulai merayapi isi kepalanya.
"Loh kenapa mas?" tanya Reina saat Hendri tiba-tiba berdiri. Membuat Reina meninggikan wajahnya, karena tinggi Hendri sebelas dua belas dengan ayahnya.
"Awww..." Pekik Reina mengusap jidatnya yang disentil Hendri tiba-tiba. "Sakit tahu mas." Keluhnya.
"Jangan lakukan itu pada sembarangan lelaki." Ucap Hendri yang langsung berlalu. Ia mengambil sebotol aqua dan langsung keluar dari kedai untuk mencuci wajahnya. Lebih tepatnya matanya yang terkena kuah bakso.
"Memangnya aku melakukan apa?" Gumam Reina yang bingung dengan ucapan Hendri barusan.
Kini Hendri sudah fokus kembali mengemudikan mobilnya. Menuju rumah bosnya untuk mengantar kedua anak bosnya.
Sejak tadi yang terdengar hanya suara kendaraan yang berlalu lalang. Tidak ada pembicaraan di antara tiga manusia didalam mobil yang mereka kendarai.
Zen sendiri juga lebih memilih hening. Jelas saja hening, karena bocah tampan itu kini sudah lelap. Mungkin akibat makan bakso membuatnya kenyang dan kini tertidur. Selain itu memang sejak tadi seharusnya jadwal Zen tidur malam. Gara-gara bakso membuat mereka telat sampai rumah.
Mobil Hendri sudah memasuki halaman Rumah Yusuf setelah gerbang terbuka otomatis. Hendri langsung cepat keluar dari mobil dan langsung menuju pintu dimana yang kini sudah Reina buka.
"Biar aku yang gendong." Ucap Hendri yang langsung mengambil Zen dari pangkuan Reina.
"Terimakasih."
Reina terus mengikuti langkah kaki Hendri memasuki rumahnya. "Nggak naik lift saja mas." Tawar Reina.
"Aku lewat tangga saja sekalian olah raga." Ucap Hendri. Ia harus membakar lemak-lemak yang telah ia santap tadi.
"Kamu nggak naik Lift?" Tanya Hendri saat Reina terus mengikutinya.
"Aku harus membakar lemak-lemak yang bersemayam ditubuh ku mas." Ucap Reina.
Bersambung...
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Kadaryono Sukadi
tresno jalaran saka kulino. kulino ndridis..🤣
2023-09-20
0
Markoneng
wis wis, cucok iki. Jomblo karo jomblo 🤣
2022-05-09
1
Lee
Semangat bakar lemaknya Reina biar jdi cantik.lgi..
2022-04-03
1