Hendri mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Pemandangan macet setiap pagi begini adalah hal biasa yang terjadi di ibu kota. Sudah menjadi menu utama yang tidak bisa dihindari lagi.
Hendri melihat sejenak Reina dari balik kaca mobilnya. Perempuan yang sudah nampak semakin dewasa, yang kini duduk di kursi belakang. Tengah fokus menatap tablet yang ada di pegangan tangannya.
Sedangkan disampingnya ada Zen. Anak bosnya ini sejak tadi juga tengah asik dengan ponsel Reina. Sudah dapat ditebak apa yang dilakukan bocah itu. Benar, Zen tengah bermain Game sambil menunggu mobil sampai didepan sekolahnya.
Mereka semua langsung keluar dari dalam mobil, setelah mobil berhenti didepan gerbang sekolahan Zen.
Zen menghela nafas. Melihat sebelah kiri dan kanannya ada Hendri dan Reina.
"Zen sebenarnya bingung." Ucap Zen mulai drama. Bocah kecil satu ini memang terkadang sok dewasa dengan gayanya sendiri.
"Bingung kenapa dek?" Tanya Reina menatap adiknya yang masih pendek.
"Sebenarnya orang tua Zen itu siapa?"
Hendri mulai tersenyum mendengar pertanyaan Zen yang pasti ada saja drama setiap harinya.
"Ya ayah sama Nda lah dek. Siapa lagi coba?" Reina masih menjawab santai.
"Apa mungkin Zen anak pungut ya kak Re. Kenapa Zen selalu saja sekolah di antar kak Re akhir-akhir ini." Keluh Zen kemudian bernafas sok frustasi.
Reina yang gemes sama adiknya yang suka ngedrama ini langsung menggosek kepala Zen. Rasanya ingin ia uyel-uyel rambut Zen, kalau saja bukan waktunya sekolah.
"Sakit kak Re." Ucap Zen sambil mengusap rambutnya. "Rusak loh nanti rambut Zen yang sudah rapih ini."
"Nggak usah drama ya dek. Semalam kan kamu sendiri yang ingin kakak antar sekolah. Sudah sana cepat masuk." Perintah Reina.
Semenjak Reina tinggal di Jakarta. Zen memang lebih manja padanya. Untung adik satu-satunya, jadi walau terkadang suka ngeselin. Tentu Reina sangat menyayangi Zen.
Zen langsung mencium punggung tangan Reina dan Hendri bergantian. Bocah tampan itu langsung lari setelah mengucap salam. Reina tersenyum melihat adiknya yang lari dengan langkah kecilnya. Adik satu-satunya yang sangat ia banggakan. Bangga dong, orang adiknya good looking free pintar kebangetan.
Reina langsung berbalik untuk segera memasuki mobil. Diikuti Hendri yang langsung duduk di kursi kemudi.
Meski sudah beberapa kali pergi bersama Reina untuk menemui klien, tapi tetap saja duda satu ini merasa canggung saat Reina duduk di samping kursi kemudinya.
"Ayo mas jalan." Ucap Reina.
"Baik bu."
"Ck. Memangnya aku sudah ibu-ibu apa ya?" Tanya Reina kesal sambil menatap Hendri sejenak.
Padahal mereka sudah menyepakati saat berada dirumah atau sedang berdua karena tidak ada karyawan, Hendri cukup memanggil namanya saja jangan menggunakan embel-embel ibu. Nikah saja belum masak di panggil Ibu.
"Lagian kan memang sudah pantas jadi ibu." Celetuk Hendri. Begitu saja mulutnya mengeluarkan kata-kata yang kini membuat Reina menatapnya tajam.
"Mas ada kaca nggak?" Tanya Reina.
"Itu." Tunjuk Hendri santai.
"Mas cepat ngaca sana biar tahu kalau mas Hendri lebih pantas menjadi bapak."
"Sesama belum nikah jangan saling ejek Re."
"Lah yang mengejek duluan kan mas Hendri."
"Lah iya ya."
Hendri melangkah bersama Reina memasuki gedung utama DS Group. Semua karyawan memberikan hormat pada petinggi terpenting di perusahaan ini.
Reina yang sudah jelas putri dari pimpinan mereka. Sedangkan Hendri adalah sekertaris serta tangan kanan Yusuf Dzuhairi Sucipto.
Mereka berdua langsung menuju ruang meeting karena memang para klien sudah menunggu kedatangan mereka.
Inilah akibatnya jika terlalu hanyut dalam mimpi. Bangun jadi kesiangan sehingga membuat para kliean menunggu kedatangan mereka.
.
.
.
Setelah makan malam, Reina, Zen dan kedua orang tua mereka berkumpul diruanng keluarga. Menghabiskan buah stroberi sambil menonton televisi.
"Sweet banget ya dek nda sama ayah." Ucap Reina saat melihat Nissa tidur dipangkuan Yusuf.
Zen mengangguk setuju. "Sini kak Re, tidur dipangkuan Zen biar sama kaya nda." Ucap Zen sambil menepuk paha kecilnya. Membuat Yusuf dan Nissa tersenyum melihat bujang kecil mereka yang sweet banget.
"Ya ampun kamu sweet banget sih dek." Puji Reina sambil menarik kedua sisi pipi Zen yang gembul menggemaskan. "Sudah ganteng pengertian lagi." Puji Reina yang langsung tidur dipangkuan Zen.
"Zen begini juga karena kasian kak Re jomblo terus."
Mak jleb
Baru juga dipuji, Zen sudah membuat Reina gemes sama bibir lemes adiknya ini. "Dek kalau ngomong jangan jujur-jujur kenapa."
Zen mengusap pucuk kepala Reina. "Mending jujur kak Re, dari pada Zen bohong nanti malah semakin nyakitin kakak.”
Sudahlah kalau ngomong sama Zen pasti nggak ada habisnya. Ucapan anak kecil yang kelewat jujur memang susah untuk dibantahkan.
"Sepi nggak sih dek?" Tanya Reina sambil mengamati ayah dan nda mereka.
"Kakak nggak denger. Itu televisi rame banget kak." Tunjuk Zen pada televisi yang menyala. Menonton sekumpulan empat manusia.
"Pengen punya adek nggak Zen?" Tanya Reina tiba-tiba. Ia langsung bangun dari pangkuan adiknya.
"Pengen banget kak. Teman Zen kemarin cerita kalau dia punya adik cantik. Zen juga mau." Tutur Zen bercerita.
Sudah hampi satu tahun terakhir ini Zen memang sering meminta adik pada Nissa. Perkara teman-temannya pamer punya adik baru. Zen jadi tidak ingin kalah juga.
"Ayo kita minta sama ayah dan nda Zen."
Seketika Nissa bangun karena mendengar ucapan Reina barusan. "Kak Re, jangan jadi kompor gas Bledug ya."
"Nda, satu lagi nda. Cewek gitu biar Rere nggak di tengilin sama ini bocah." Ucap Reina sambil menarik pipi Zen.
"Aduh kak Re, sakit." Pekik Zen yang langsung berdiri diatas sofa.
"Aw... Zen stop dek." Pekik Reina saat Zen terus mengacak-acak rambut Reina dengan semangat penuh pembalasan.
Nissa dan Yusuf memang sudah tidak heran lagi dengan kelakuan kedua anak mereka yang selalu membuat keributan.
Dan kini akhirnya adegan Zen dan Reina yang saling acak-acakan rambut, kemudian saling kejar-kejaran lebih menarik perhatian Yusuf dan Nissa. Bahkan layar televisi pun hanya menjadi saksi bagaimana bahagianya keluarga ini.
"Zen ayo sudah waktunya tidur nak." Ucap Nissa.
"Zen nggak mau tidur sama nda. Ayo kak, Zen temani kakak tidur."
"Heh anak siapa kamu, kok seneng banget tidurnya sama kakak. Tidur sendri sana." Ucap Reina.
"Zen kan sayang sama kak Re. makanya Zen temani kak Re tidur. Biar kakak nggak sendirian."
"Ya ampun dek kamu sweet banget lo dek." Puji Reina.
"Lagian ya kak, kalau Zen tidur sama nda juga buat apa. Kan nda sudah sama ayah. Nah kalau kak Rere?"
Kini Reina sudah menyiapkan hati dan perasaan, karena sebentar lagi Zen pasti meruntuhkan pujian yang ia berikan tadi.
"Kan kasian kak Re sendirian nggak kaya nda yang selalu tidur sama ayah, makanya Zen temani kakak."
Apa yang diharapkan dari adik satunya ini. Setelah membuatnya melambung tinggi, bocah usia lima tahun ini pun tak tanggung-tanggung menjatuhkannya lagi.
"Wes lah Zen. Sak karep mu." Ucap Reina yang langsung menuju kamarnya.
"Loh kak. Tungguin Zen." Teriaknya sambil lari cepat.
Yusuf dan Nissa langsung menuju lantai dasar. Karna kamar mereka memang ada dibawah. Keduanya langsung membersihkan diri dan langsung naik keatas ranjang.
Saling berpelukan, itulah yang dilakukan pasangan suami istri setiap saat jika diatas ranjang.
"Ayy..."
"Hem..."
"Ayy beneran nggak ingin kita punya anak lagi?" Tanya Nissa hati-hati.
Yusuf yang sudah memejamkan mata langsung membuka kedua kelopaknya. "Aku belum siap sayang. Aku takut apa yang pernah terjadi saat itu bakal terulang lagi." Sepertinya Yusuf benar-benar trauma saat Nissa koma selama dua minggu.
"Ayy mau ngapain?" Tanya Nissa sambil menangkap wajah Yusuf yang mendekati wajahnya.
"Buatlah, apa lagi."
"Buat adik?" Tanya Nissa memperjelas.
"Buat aja, adiknya mah jangan." Yusuf mengecup bibir Nissa sesaat. "Tiga ronde ya." Bisik Yusuf.
"Kemaruk ayy..." Pekik Nissa.
Padahal tadi pagi mereka sudah melakukan banyak hal dan sekarang Yusuf sudah menyerangnya lagi. Dasar lelaki mantan duda. Untung Nissa ya oke oke saja. Cocok memang.
Reina langsung mencium pucuk kepala Zen. Adik satu-satunya itu sudah nampak tenang dengan mimpinya sendiri. Reina langsung menaikkan selimut sampai pada dada Zen.
Perempuan yang kini sudah berusia 27 tahun itu terus berkedi menatap langit-langit kamarnya. Entah apa yang ia terawang saat ini. Kemudian ia menghela nafasnya, membiarkan semuanya berjalan begitu saja. Karena kini ia harus ikut lelap mengejar mimpi Zen yang entah sudah sampai mana.
Bersambung...
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
rista_su
syukurlah anakku 7 tahun, masih anak" bneran 🙈
2022-08-05
1
@Atikha_Syam96
tmbahkn love ach
2022-07-13
1
Markoneng
Tambah lagi lah Yah, biar makin ramai. Bismillah Yah
Tor, kasih Nissa tekdung lg ya, tp lancar2 aja persalinannya nanti 🤭
2022-05-09
1