"Papa bawakan sapu tangan warna merah. Papa menepati janji" kata Andi memberikan rendy sapu tangan berwarna merah.
Rendy mengangguk dua kali dan meraih sapu tangan di berikan papanya. Dia memasukannya ke dalam tasnya.
"Anak aneh, papa aneh, kalian berdua sama saja. Tidak mempedulikan aku yang sedang kesakitan" kata faul tidak terima.
"Baru digigit anak kecil sudah kesakitan. Kau orang dewasa atau bukan?"
Rendy mengajukan jempol pada ayahnya dan mengajukan jempol pada pamanya tetapi dia membaliknya. Dengan istilah paman cemen.
"Hei, bukan anak kecil yang mengigitku. Rendy sudah berumur 4 tahun, giginya sudah lengkap. Paha ayam goreng saja sudah ludes di makan olehnya. Wajar jika aku kesakitan"
"Rendy, tinggalkan saja dia. Kita pergi ke rumah sakit, cek up kondisi pisikologismu" kata Andi memegang tangannya anaknya.
"Anak, ayah sama saja. Tidak peduli denganku, aku serasa ingin menangis" kata faul dengan suara sedih.
Di perjalanan ke rumah sakit, mobil Andi di ikuti seseorang dari belakang. Supir yang menyadarinya langsung memberi tahu Andi.
"Pak, sepertinya ada yang mengikuti kita"
Andi menoleh kebelakang bersama dengan Rendy. Mobil itu memang dari tadi membuntuti Andi sewaktu keluar dari perusahaan.
"Biarkan saja, fokus untuk tetap menyetir"
Andi menelpon beberapa anak buahnya dan menyuruh mereka datang. Dua juga menyuruh faul datang membawa rendy ke rumah sakit.
"Lajukan mobil dengan kecepatan tinggi, sehingga mereka tidak bisa mengikuti kita" perintah Andi.
Supir yang mendengarnya sudah mengancap gas dengan keras. Dia ahli dengan balapan, jiwa supirnya mendadak melayang jika menyangkut balapan.
Rendy senang melihat mobil melaju dengan cepat. Dia sangat suka jika mobil melaju dengan cepat. Rendy menikmati hembusan angin dari jendela mobil.
"Mereka sudah tidak mengikuti kita lagi pak" kata pak sopir.
Andi menutup buku yang dibacanya, dilihat mobil faul sudah datang.
"Bawa rendy ke rumah sakit, aku ada sedikit urusan. Setelah selesai, aku akan ke sana"
Faul mengerti maksud kakaknya. Dia yakin jika ada seseorang lagi yang mengejar kakaknya. Mobil faul sudah melaju meninggalkan Andi.
"Pak, apa kita sudah boleh pergi?" Tanya pak sopir yang melihat tuannya duduk santai sambil membaca buku.
"Kita tunggu pemberontak itu. Aku sudah lama tidak meregakan otot-ototku" seketika tatapan Andi berubah. Dia kembali terlihat kejam.
Tidak lama, mobil yang membuntuti Andi datang. Mereka menembak ban mobil Andi setelah mengenali mobilnya.
"Bagus, mereka tidak bisa lari lagi" perintah kapten musuh Andi.
"Tapi, kita menembak ban mobilnya, bukan kakinya. Mereka masih bisa lari pak" kata salah satu anggotanya.
"Maaf" setelah menyadari tatapan tajam tuannya.
Andi masih terlihat santai setelah mendengar suara tembakan. Sementara supir Andi sudah berkeringat karena takut. Dia bahkan mengompol memdengar suara tembakan mengarah pada mobilnya.
"Bagaimana bisa tuan terlihat santai, sementara mau akan segera menjemputnya?" Guman pak sopir melirik tuannya di kaca spion.
Door...Door...
Tembakan datang lagi, kali ini kaca belakang mobil. Andi masih terlihat santai tanpa memegang senjata.
"Bos, dia tidak keluar walau kita menembaknya?" Tanya salah satu anak buahnya.
"Kau tidak menembak tubuhnya, hanya kaca mobil saja" ucap anak buah lain.
"Diam, kalian berdua berisik. Cepat tembak lagi..."
"Baik bos..." dia mengarahkan senjatanya tetapi
Door...Door...
Tembakan datang menebus kaca mobil depannya.
"Apa-apa ini? Dari mana tembakan itu?"
"Dari mobil Andi bos"
"Cepat serang dia..."
Semua anak buahnya turun sambil menghujam tembakan ke arah mobil andi.
Door...Door...Doorr
Andi membalas sambil bersembunyi di mobil.
Door...Door...Door...
Satu anak buah musuhnya mati. Tetapi mereka masih banyak dan berlari ke arah mobilnya.
"Aku akan keluar, kau cepat pergi dari sini" kata Andi bersiap berlari ke luar.
"Tapi pak..." belum selesai sopirnya berbicara, Andi sudah keluar dari mobil dengan berlari ke gedung yang dekat dengannya.
Door...Door...Door...
"Aku sebaiknya pergi dari sini, tidak perlu mengkhawatirkan pak Andi. Dia akan baik-baik saja walau terkena tembak. Aku yang akan mati jika tertembak. Belum tertembak saja sudah mengompol" kata pak supir dengan melajukan mobilnya sekencang mungkin untuk menjauh dari sana.
Andi berlindung di gedung, dia menaiki tangga. Musuh melihat, dia mengejar Andi dan menaiki tangga. Tetapi mereka semua tertembak.
Door...Door...Door...Door...Door...
5 orang terjatuh berguling-guling ke tangga. Mereka semua terkena tembak.
"Dasar bodoh, mengikutiku sampai ke sini. Aku hanya memancingmu, tangga di sini sempit. Kau jadi sasaran empuk" kata Andi dengan tersenyum sinis.
"Sial, anak buahku kalah semua. Aku harus segera pergi dan melapor" katanya sambil melajukan mobilnya meninggalkan Andi yang berusaha mengejar mobilnya.
Door.... Andi menembak ban mobil tetapi salah sasaran, mobil tersebut berbelok ke kanan.
"Lumayan pintar" guman Andi.
"Tuan, maaf kami baru datang. Tadi macet di jalan, dimana musuh kita. Dia berani juga dengan anda tuan, aku tidak akan biarkan dia hidup" kata Rio sambil mengepal tangannya.
"Terlambat, mereka semua sudah tertidur pulas"
"Anda menghabisinya sendirian?" Tanya Rio tercengah.
"Hebat juga tuan Andi, dia bisa melawan musuhnya sendirian. Kasihan orang yang sudah berurusan dengannya, mereka akan mati dilahap tuan" guman Rio
"Selidiki siapa mereka, buang mayat anak buahnya ke laut. Biar di makan ikan hiu" perinta Andi sebelum pergi meninggalkan rio dan bawahannya.
DI RUMAH SAKIT...
Rendy diam duduk kemudian mengambil kertas dan menulis. Dia lalu memperlihatkannya pada pamannya yang duduk di samping rendy.
"Papa di mana, kenapa belum datang juga?" Faul membaca tulisan Rendy.
"Sebentar lagi dia akan datang" kata faul sembari fokus dengan ponselnya.
Rendy menulis lagi dan menyuruh pamanya membacanya.
"Papa baik-baik saja kan?"
"Dia akan baik-baik saja. Dia itu monster yang bisa hidup walau di bunuh" kata faul yang sudah kesal karena keponakannya memganggu.
"Ah...." teriak Rendy.
Faul menghentikan aktivitasnya dan menatap rendy yang berteriak.
"Anak kecil ini menyusahkan" keluh faul.
Di tempat parkiran rumah sakit, Andi berjalan dengan tergesah-gesah. Takut putranya merindukannya. Tiba-tiba dirinya menabrak seorang dokter saat memasuki lif. Andi tidak membantu sama sekali, dia tetap masuk lif dan menekan tombol.
Dokter perempuan itu tidak terima, dirinya di tabrak kemudian tidak mendapat kata maaf. Di menahan pintu lif dan masuk.
"Anda tidak ingin mengucapkan sesuatu, anda baru saja menabrak saya" katanya dengan lembut.
"Tidak. Saya buru-buru" kata Andi tanpa menoleh sedikitpun ke perempuan tersebut.
"Kurang ajar, sudah menabrak masih saja sombong" gumannya.
"Maaf pak, saya tadi juga terburu-buru. Tetapi anda tidak seenaknya pergi begitu saja tanpa rasa menyesal sekalipun"
Pintu lif terbuka.
Ting...
Andi pergi, menghiraukan perempuan tersebut yang memakai seragam seperti dokter. Dipikirannya saat ini, hanya keadaan rendy. Rendy akan sangat khawatir padanya.
"Dasar orang kurang ajar, lihat saja, aku akan buat perhitungan denganmu nanti jika kita bertemu"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments