Menagih

Di ruang serba putih itu, semerbak bau khas obat-obatan menyeruak menjejali indera pembau seorang pemuda yang terbaring di atas ranjang pesakitan dengan mata terpejam. Kondisi tubuhnya cukup mengenaskan. Selang oksigen terpasang, leher yang disangga, kaki yang digantung dengan penyangga pula, tangan pun tak kalah mengenaskan.

Semua tim medis memuji pemuda tersebut karena nyawanya masih berada satu dengan jasad. Sudah dipastikan bahwa hidup pemuda itu tak akan normal seperti sebelumnya.

Dahi pemuda itu mengernyit kala suara-suara ikut merangsek memenuhi indera rungu miliknya. Hidungnya mengendus tiada henti, tapi sesuatu mengganjal lubangnya.

'Berisik sekali!' Batinnya mengumpat. Bibirnya berkedut, tapi tak ada kata yang terlontar dari mulut. Terkunci rapat, dan tak bisa terbuka meski peluh membanjiri seluruh tubuh, tetap saja matanya enggan untuk terbuka.

'Ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa membuka mata dan mulutku?' Bertanya pada diri sendiri lewat hatinya.

"Kemungkinan keponakan Anda akan mengalami kelumpuhan secara permanen. Berdoa saja semoga ada keajaiban untuknya." Suara dokter mengusik ketenangan batin pemuda yang sedang berjuang untuk bangun itu.

Terdengar tangisan seorang wanita, itu Bibi Kenan. "Bagaimana dengan masa depannya, Dokter? Dia tidak akan bisa mengejar impiannya kalau lumpuh begini." Suara Bibi terdengar pilu dibarengi dengan isak tangisnya yang terus melaju.

'Ah ... apa aku lumpuh? Tuhan, kenapa aku tidak mati saja! Kenapa aku harus selamat kalau hanya menjadi semakin tidak berguna.' umpatnya tidak terima dengan nasib baik yang menimpanya.

Dia frustasi sendiri, masih mencoba untuk menggerakkan bibir dan kelopak mata agar terbangun. Namun, semua terasa sia-sia. Tak ada yang bergerak darinya walau hanya satu jari saja.

'Sial! Kenapa aku tidak bisa menggerakkan tubuhku?' Ia mengumpat pada dirinya sendiri. Entah di mana dia berada, sebuah ruang tanpa batas yang tak tahu di mana ujungnya. Meski sudah berkeliling tak setitik pun cahaya yang tertangkap netranya.

"Ingat pesanku ini, Anak Muda!" Sebuah suara menggema memekakkan telinga. Kenan berjongkok sembari menutup telinganya yang berdenging.

"Kalau kau menyalahgunakan apa yang kau miliki saat ini, kau sendiri yang akan menanggung akibatnya! Maka berhati-hatilah!" Kenan mengernyit, suara itu sungguh membuat telinganya hampir terpecah belah.

"Siapa kau? Dan ... dan di mana aku?!" teriaknya kuat-kuat. Percuma saja mengedarkan pandangan, yang ada hanya kegelapan tanpa batas.

Kenan tak tahu harus apa, ia frustasi. Mencengkeram kepalanya kuat-kuat dan berteriak kencang.

Secara tiba-tiba setitik cahaya muncul, yang kian lama kian membesar dan menyilaukan matanya. Kenan menutup mata dengan tangan menghalau cahaya yang menyerang korneanya.

Cahaya itu membesar dan membentur tubuhnya. Memberikan gelenyar rasa sakit yang luar biasa.

"ARGH!" Kenan berteriak kesakitan. Tangannya membentang, jemarinya terkepal, mulutnya terbuka lebar, sedangkan matanya terpejam rapat.

Cahaya itu menarik tubuh Kenan ke belakang hingga menghantam jasadnya sendiri. Mata pemuda yang terbaring itu seketika membelalak, ia tersentak dengan tarikan napas panjang yang tak berujung.

"Uhuk ... uhuk!" Ia terbatuk saat duduk dan memuntahkan darah merah kehitaman yang kental.

Mendengar suara dari dalam ruangan Kenan, dokter yang sedang berbincang dengan Bibi Kenan pun gegas melihat ke dalam.

Kenan membuang selang oksigen yang menghalangi lubang hidungnya. Mencabut selang infus dengan kasar. Ia bahkan membuang penyangga yang membungkus tangan dan kakinya. Juga penghalang di leher, dengan napasnya yang memburu Kenan tak berhenti sampai di situ.

Ia turun dari ranjang, membuat dokter dan Bibi ternganga tak percaya. Padahal, baru saja dokter memvonis dia lumpuh permanen. Namun, nyatanya pemuda itu berdiri dengan kedua kakinya sendiri.

"Ke-kenan?" Suara Bibi terbata dan lirih. Kenan tidak menanggapi, ia berjalan sembari membanting perban di tangannya. Mengusap darah yang tersisa di bibir dengan ujung lengan pakaian.

Pandangannya dingin menusuk, seperti orang yang tak memiliki ekspresi di wajah. Ia berjalan bagai robot yang tak berperasaan.

"Kenan!" Suara Bibi kembali memanggilnya, tapi Kenan tak mengindahkan. Ia terus saja berjalan keluar dari ruangan.

Di pintu ia berpapasan dengan keponakannya yang juga membelalak saat melihatnya berjalan keluar. Kenan tak peduli, ia melanjutkan langkah terus keluar dari rumah sakit.

"I-ibu ... di-dia, Kenan?" Tangannya menunjuk Kenan yang menjauh dan hilang di belokan.

"Dokter, katanya Kenan divonis lumpuh permanen, tapi ... tadi apa? Di-dia berdiri bahkan berjalan keluar? Apa tim medis bisa salah mendiagnosa?" tuntut Bibi meminta penjelasan pada dokter yang menyatakan vonis Kenan.

Dokter itu sendiri kebingungan, tidak mungkin vonis mereka salah. Jelas-jelas semua pemeriksaan yang dilakukan tadi menjelaskan bahwa Kenan memang lumpuh secara permanen.

"Maafkan kami, Nyonya. Kami akan memeriksa kembali laporan dari laboratorium tentang keponakan Anda itu," tutur dokter sembari membungkuk sopan di depan Bibi.

"Kami butuh penjelasan dari rumah sakit!" Bibi yang kesal berbalik keluar dari ruangan. Ia mengajak anaknya pergi menyusul Kenan.

Pemuda itu tidak pulang ke rumah, ia pergi entah ke mana mengikuti kakinya yang melangkah tanpa arah. Kerikil itu melayang saat ujung kaki Kenan menendangnya.

Ia berhenti di jembatan, kedua tangannya mencengkram penghalang jembatan. Ia menengadah menatap langit cerah. Tak lama matanya menutup merasakan hembusan angin yang menyapa kulitnya.

'Ibu! Padahal, aku ingin pergi menyusulmu. Aku tidak berhasil menemukan Ayah, Ibu. Namun ....' Kenan membuka mata diikuti hembusan napas kuat yang ia keluarkan.

Pandangannya menunduk, menatap riak air yang mengalir dengan tenang. Bebatuan tampak kokoh di tempatnya meski aliran deras air menghantamnya tiada henti.

"Batu yang keras pun akan berlubang ketika air tak henti menjatuhinya. Setetes demi setetes tanpa putus asa." Suara nasihat Ibu mengiang di telinganya.

Ia kembali menarik napas dalam-dalam, dan membuangnya perlahan. Cengkeraman tangannya menguat, seiring tekad yang semakin membulat. Mungkin Tuhan ingin aku menemukan Ayah. Begitu gumamnya dalam hati.

"Hei!" Sebuah kerikil menghantam pelipis Kenan, tapi anehnya pemuda itu tidak merasakan sakit sama sekali.

Ia menoleh dan mendapati tiga orang gadis berdiri sambil melipat kedua tangan di perut.

"Yuki!" gumam Kenan menyebutkan nama gadis itu. Dahinya berkerut ketika gadis bernama Yuki mendekatinya.

"Kau Kenan, bukan? Orang-orang menyebutmu sampah dan tidak berguna. Memang tidak berguna, kalau kau berguna ... kau tak akan berbuat bodoh dengan melompat dari atap gedung sekolah. Bodoh! Bodoh!" tuding gadis itu sembari menunjuk-nunjuk dada Kenan dengan jari telunjuknya.

Pemuda itu bergeming, masih dengan lipatan di dahi. Bingung dengan situasi yang ada.

"Apa kau tahu, Bodoh ... karena kebodohanmu itu aku dijadikan jaminan pihak rumah sakit sampai Bibi cerewetmu itu datang. Kau harus mengganti uangku, aku ingin uangku dikembalikan!" katanya dengan tangan yang menadah dan dimainkan.

Kenan terperanjat, ia menatap linglung tangan dan wajah si gadis belum mengerti dengan situasi yang ada. Ah ... kenapa dia jadi Lola begini.

"A-aku tidak pu-punya uang. Ba-bagaimana aku ha-harus membayarnya?" katanya terbata gugup dan bingung.

"Hmm ...." Gadis itu menaruh jari telunjuk di dagu. Mengetuk-ngetuknya dengan pelan berpikir. Pandangannya terarah pada langit yang cerah.

"Ah ... kalau kau tidak punya uang untuk membayarnya, kau bisa menggantinya dengan hal lain. Bagaimana?" tawarnya dengan senyum mencurigakan dan alis yang dimainkan. Wajah cantik itu terlihat menggemaskan di mata Kenan.

'Ah ... sial!' umpatnya dalam hati.

"Ba-baik, a-apa?" Masih dengan terbata, gugupnya melanda jika sedang berhadapan dengan gadis cantik.

Telunjuk lentik itu bergerak meminta Kenan mendekat. Ia menurut, mencondongkan tubuh ke dekat gadis itu. Matanya sedikit melebar, tapi ia mengangguk juga kala gadis itu membisikkan sesuatu padanya.

Terpopuler

Comments

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Nice....

2022-04-05

1

lidia

lidia

jngn blng jd pcar smntra atw jd bodygoart

2022-03-26

2

Pira Nofrianti

Pira Nofrianti

Lanjut kk 👍

2022-03-26

1

lihat semua
Episodes
1 Berhentinya Sang Waktu
2 Menagih
3 Melawan
4 Pujian
5 Menyadari
6 Menunjukkan Diri
7 Kenan yang Baru
8 Suara Tanpa Wujud
9 Kiran Dalam Bahaya
10 Kiran Berulah
11 Pelajaran
12 Jabatan Baru
13 Menghajar Preman
14 Sikap Tegas Kenan
15 Keputusan
16 Sesungguhnya Kenan ....
17 Bertemu Kenan
18 Pilihan
19 Perasaan Kenan
20 Prasangka
21 Rindu Sahabat
22 Kerasnya Hari Kiran
23 Pertemuan Kembali
24 Penculikan
25 Kesialan
26 Ayah
27 Misi penyelamatan
28 Misi Penyelamatan II
29 Kejutan
30 Pergi Menyelamatkan
31 Tantangan
32 Duel
33 Kenan
34 Belum usai?
35 Kehangatan Di Pagi Hari
36 Permintaan Kiran
37 Menemui Para Tahanan
38 Mengunjungi Restoran
39 Rencana
40 Penyerangan
41 Penyerangan II
42 Rindu
43 Shaka
44 Ibu?
45 Kunci Rahasia
46 Shaka Yang Baru
47 Kekuasaan Alex
48 Kekuasaan Alex II
49 Penguntit
50 Nasib Paman dan Bibi
51 Insiden
52 Penculikan Kiran
53 Tidak Ada Masalah
54 Terkepung
55 Terkepung II
56 Tertangkap
57 Amarah Shaka
58 Belum Berakhir
59 Perjuangan Dimulai
60 Akhir Dari Segalanya
61 Kondisi Kiran
62 Kondisi Kenan dan Shaka
63 Satu di Antara Dua
64 Pembalasan Alex
65 Senyum yang Hilang
66 Kenan
67 Kembali
68 Bohong
69 Berusaha Untuk Pulih
70 Trauma?
71 Menyelidik
72 Kerikil Kecil
73 Ancaman
74 Umpan Balik
75 Aksi Cepat Leo
76 Regan Marah
77 Yuki
78 Sakit
79 Menghibur Yuki
80 Leo
81 Menjenguk Kenan
82 Berteman
83 Calon Suami
84 Sangat Berarti
85 Sama, tapi Tak Sama
86 Mencari Yuki
87 Bertemu
88 Saling Memaafkan
89 Di Hari Pernikahan
90 Author Menyapa
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Berhentinya Sang Waktu
2
Menagih
3
Melawan
4
Pujian
5
Menyadari
6
Menunjukkan Diri
7
Kenan yang Baru
8
Suara Tanpa Wujud
9
Kiran Dalam Bahaya
10
Kiran Berulah
11
Pelajaran
12
Jabatan Baru
13
Menghajar Preman
14
Sikap Tegas Kenan
15
Keputusan
16
Sesungguhnya Kenan ....
17
Bertemu Kenan
18
Pilihan
19
Perasaan Kenan
20
Prasangka
21
Rindu Sahabat
22
Kerasnya Hari Kiran
23
Pertemuan Kembali
24
Penculikan
25
Kesialan
26
Ayah
27
Misi penyelamatan
28
Misi Penyelamatan II
29
Kejutan
30
Pergi Menyelamatkan
31
Tantangan
32
Duel
33
Kenan
34
Belum usai?
35
Kehangatan Di Pagi Hari
36
Permintaan Kiran
37
Menemui Para Tahanan
38
Mengunjungi Restoran
39
Rencana
40
Penyerangan
41
Penyerangan II
42
Rindu
43
Shaka
44
Ibu?
45
Kunci Rahasia
46
Shaka Yang Baru
47
Kekuasaan Alex
48
Kekuasaan Alex II
49
Penguntit
50
Nasib Paman dan Bibi
51
Insiden
52
Penculikan Kiran
53
Tidak Ada Masalah
54
Terkepung
55
Terkepung II
56
Tertangkap
57
Amarah Shaka
58
Belum Berakhir
59
Perjuangan Dimulai
60
Akhir Dari Segalanya
61
Kondisi Kiran
62
Kondisi Kenan dan Shaka
63
Satu di Antara Dua
64
Pembalasan Alex
65
Senyum yang Hilang
66
Kenan
67
Kembali
68
Bohong
69
Berusaha Untuk Pulih
70
Trauma?
71
Menyelidik
72
Kerikil Kecil
73
Ancaman
74
Umpan Balik
75
Aksi Cepat Leo
76
Regan Marah
77
Yuki
78
Sakit
79
Menghibur Yuki
80
Leo
81
Menjenguk Kenan
82
Berteman
83
Calon Suami
84
Sangat Berarti
85
Sama, tapi Tak Sama
86
Mencari Yuki
87
Bertemu
88
Saling Memaafkan
89
Di Hari Pernikahan
90
Author Menyapa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!