Lembayung senja perlahan beranjak dari tempatnya, berganti langit malam bertabur bintang yang begitu memukau mata. Barangkali sedekat itulah jarak antara ujian dan sabar. Asalkan dijalani dengan ikhlas yang paling dalam, semoga akan jadi bahagia paling serius di masa depan.
"Ibu, apa benar kata Pak Ustadz, kalau kita sabar maka Allah akan memberi kita pahala yang besar?" tutur Shaka bertanya.
"Maa syaa Allah, pintar sekali putra Ibu!" puji Mariam mendengar mulut mungil Shaka melontarkan kalimat yang membuat dirinya senang.
"Yang disampaikan oleh pak Ustadz itu benar, Sayang. Allah menyukai orang-orang yang sabar," terang Mariam.
"Seperti Ibu ya, Bu?" imbuh Shaka.
"Seperti Putra Ibu yang paling tampan!" kata Mariam sembari menempelkan hidungnya pada hidung Shaka.
Bocah itu tertawa lepas membalas cengkerama sang ibunda, lalu suaranya meredup pudar bergati hembusan napas dalam lelap. Shaka adalah pelita harapan yang tetap menyala di gelapnya hidup, bagi Mariam.
Pergantian waktu dari siang ke malam, tak serta merta membuat Mariam terlelap dengan mudah. Manusiawi rasanya, jika kegamangan dirasakan olehnya. Ibarat diri menanam benih padi, namun yang dituai malah tajamnya duri-duri.
Bayangkan saja, bila Mariam tak menghadirkan hati yang kuat atas cobaan hidup yang menimpanya. Tentulah akan sangat sulit baginya menjadi seorang yang tegar. Beruntungnya, Mariam selalu menyertakan doa di setiap usahanya, itulah tawakal namanya. Menyandarkan segala urusan hidup dan mati hanya kepada-Nya.
***
"Paman... paman, lihatlah di sana! Ibu sangat suka makanan itu," tutur Shaka seraya menunjuk sebuah warung ayam bakar yang mereka lewati saat dalam perjalanan menuju ke rumahnya.
Entah mengapa Denny terus terngiang kata-kata Shaka siang itu. Meski Denny bersyukur karena saat itu ia bisa membelikannya untuk mereka.
"Oh begitu, jadi Mariam sangat suka ayam bakar? baiklah, aku akan membelikannya lagi kapan-kapan" gumam Denny membuat rencana dalam khayalnya.
Belakangan ini pikiran Denny mulai berani, dan perasaannya semakin tampak jelas. Meski masih ada ketakutan dalam dirinya, kalau-kalau akan ditolak oleh Mariam. Setidaknya ada rasa lega yang membuatnya tak harus bersembunyi di balik topeng kepalsuan.
Malam semakin larut dan mata Denny, masih saja segar seperti tak ada sedikitpun rasa kantuk pada dirinya.
"Stop Denny! Apa sebenarnya yang terjadi pada mu?" batin Denny merasa kacau.
Denny lalu membantingkan tubuhnya ke atas kasur. Ia memaksakan matanya untuk terpejam. Namun, rupanya Denny butuh usaha lebih keras lagi untuk tertidur. Karena saat ia memejamkan mata, bayangan wajah mariam justru semakin kuat menjelma dalam angannya.
"Sial" cicit Denny. "Ingin sekali rasanya ku lepas kepalaku ini," gerutunya sembari membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam selimut.
Kegundahan Denny berlangsung cukup lama hingga mendekati waktu shubuh. Hampir sepanjang malam dirinya tak dapat tidur dengan lelap. Sampai akhirnya matanya benar-benar dikalahkan oleh rasa kantuknya.
Lalu waktu shubuh benar-benar telah datang. Ibu Denny berjalan menuju kamar putranya dan bermaksud untuk mengajaknya sholat shubuh berjamaah. Namun, saat tubuh Denny diguncangkan olehnya, tak sedikitpun Denny bergeming dari tidurnya.
"Pasti dia terjaga sepanjang malam!" ucap Ibu sembari menggelengkan kepala.
Di rumah Mariam....
"Ibu, badan Shaka tidak enak ... rasanya panas tapi juga dingin bu," tutur Shaka.
Mariam yang kala itu baru melepas mukenanya langsung menghampiri Shaka.
"Shaka, kamu demam sayang ... tunggu sebentar, Nak, biar ibu buatkan kompres dulu."
Beberapa saat kemudian, Mariam datang lagi membawa air hangat dan sebuah handuk kecil. Dengan perasaan khawatir Mariam segera mengompres Shaka. Pagi ini sepertinya Mariam, tidak bisa menjajakan dagangannya keliling kampung karena Shaka sedang sakit.
Sembari mengompres Mariam membuatkan telur mata sapi untuk Shaka. Agar Shaka mau sarapan dan setelah itu minum obat. Mariam menahan keresahan yang menguasai rongga dada dan kepalanya.
Telur mata sapi dan sedikit nasi Mariam bawa untuk ia berikan pada Shaka.
"Sayang, putra ibu yang baik. Makan dulu, ya! Setelah itu minum obat," bujuk Mariam.
"Shaka tidak ingin makan, Bu," sanggahnya menolak makanan yang Mariam siapkan.
"Sedikit saja, Nak, Shaka harus makan dan setelah itu minum obat, ya!" ulang Mariam membujuk Shaka.
"Shaka rindu pada Ayah, Bu!" ia duduk menghadap pada ibunya sambil menangis.
Ada yang tertahan di dada Mariam, dan percayalah rasanya sangat sakit dan sesak. Ingin rasanya Mariam berteriak menunjukkan rasa sedih dan kecewanya pada keadaan ini. Namun, lagi-lagi Mariam harus menguatkan hati dan dirinya sendiri untuk tetap tegar menerima kenyataan pahit ini.
Mariam membawa Shaka ke dalam peluknnya, dan mendekapnya penuh kelembutan. Ia terus merayu dan membujuk Shaka, agar mau makan. Meski Mariam menyadari, sakit yang Shaka alami adalah sakit yang disebabkan oleh rasa rindu pada ayahnya.
Ketahuilah, rindu bisa membuat seseorang sakit secara fisik dan batin. Kerinduan yang mendalam mampu merubah si ceria menjadi pendiam. Sakit rindu semacam ini tak bisa diobati kecuali dengan sebuah pertemuan.
Mariam menggendong Shaka, dengan sebuah kain panjang. Berharap putranya akan terhibur. Sambil bersenandung Mariam membelai lembut kepala Shaka hingga Shaka kembali tertidur.
Mariam tak melepaskan Shaka dari gendongannya meski Shaka sudah terlelap. Mariam membiarkan saja pundak yang mulai terasa pegal dan otot tangannya yang mulai merasa tak nyaman.
Asalkan Shaka merasa aman dalam pelukannya, asalakan Shaka berehenti menangis dalam dekapannya. Maka tak mengapa, semua rasa sakit dan tak nyaman itu akan hilang tertimbun keinginannya untuk membuat Shaka baik-baik saja.
Hingga waktu ketika matahari mulai menyingsing dan terasa hangat. Mariam masih terus menggendong putranya itu. Masih dengan sentuhan lembutnya, masih dengan dekapan hangatnya, hingga beberapa tetangga yang biasanya mencibir dan mengolok Mariam. Kali ini menunjukkan rasa ibanya.
Salah seorang dari tetangga Mariam, berinisiatif meminta bantuan pada Denny. Karena hanya Denny yang mereka tahu, orang yang sering datang mengunjungi Shaka dan Mariam.
Aduhai sungguh ngilu terasa melihat orang yang biasa menatapnya dengan pandangan sinis, seketika berubah menjadi iba. Meski tak seharusnya perasaan itu ada, mungkin semua itu karena Mariam terlalu terbiasa dengan ketidak ramahan mereka. Hingga saat mereka ramah semuanya terasa seperti aneh baginya.
"Assalamu'alaikum mas Denny" ucap seseorang di depan pintu rumah Denny.
Ibu Denny yang mendengar salam dari seseorang itu langsung keluar untuk melihat, 'siapa yang datang?'.
Ceklek!
Handle pintu bergerak saat mendapat tekanan dari tangan yang hendak membukanya. Ibu Denny kemudian menjawab salam dan mempersilakan tamunya untuk masuk. Tapi, tamu itu menolak dengan sopan dan hanya menitipkan pesan untuk Denny, agar datang ke rumah Mariam.
Sedikit penasaran 'sebenarnya ada apa dengan Mariam? hingga putranya diminta untuk datang'. Namun, Ibu Denny tak ingin terburu-buru menyimpulkan hal yang tidak ia ketahui kepastiannya.
Akhirnya Ibu Denny memutuskan untuk membangunkan saja Denny yang tidur kembali usai sholat shubuh tadi, karena rasa kantuk akibat tak dapat tidur semalaman.
"Nak, bangunlah! seseorang datang menitipkan pesan agar kamu ke rumah Mariam," Ibu mengguncangkan tubuh Denny.
Mendengar nama Mariam, Denny langsung bangun dan segera berganti pakaian. Dengan terburu-buru Denny melajukan sepeda motornya menuju rumah Mariam. Entah mengapa Denny punya firasat yang sedikit membuatnya gelisah.
Ibu Denny yang melihat tingkah putranya itu hanya bisa menggelengkan kepala. "Ya begitu memang kalau sedang jatuh cinta," gumamnya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
🍀 chichi illa 🍒
klo di lepas jadi hantu kepala buntung dong bang Denny 🤭🤭
2022-06-03
1
Dewi Ariyanti
😭😭😭😭ngak kebayang
2022-06-01
1
Yuni Aqilla
semangat ya, jangan pedulikan like dan komen yg sedikit, yg penting niat dan usaha
2022-06-01
2