Alex dan aku kembali ke dalam, kami mengintip dari sela-sela pintu ruang tamu, mengecek apakah urusan para orang tua sudah selesai atau belum. Aku berada dibawah sedangkan Alex berada diatas kepalaku, kemudian dia beralih ke samping telingaku, terasa sekali hembusan nafasnya, itu membuatku sedikit geli.
Melihat banyaknya lembaran dokumen-dokumen di atas meja yang tadinya dihiasi cangkir teh dan kue ringan, berubah menjadi bak lautan kertas. Aku menghela napas melihat pemandangan itu, berarti urusan mereka akan sampai sore bisa-bisanya.
“Mari kita pergi dari sini Sella. Tidak sopan mengganggu urusan orang dewasa,” bisiknya di dekat telingaku.
Seketika bulu kuduk berdiri, itu membuat jantungku spontan berdetak lebih kencang karena ... ya aku akui, Alex mempunyai wajah yang tampan. Ayo diriku, jangan menyimpulkan bahwa aku menyukainya! Hanya saja ... ini hanya perasaan kagum terhadap wajahnya yang indah bak ukiran.
“....Ah.... mungkin itu benar. Tapi mau ke mana lagi? Aku tidak tahu tempat bermain selain taman itu.” balasku sambil berbisik balik ke telinganya. Aku merasa dirinya yang harus menyingkir dariku karena aku ini juga orang dewasa banyak urusan juga, dasar bocah tampan!
Dia tampaknya sedang memikirkannya, sambil matanya menunduk kebawah. Apa itu ciri khasnya saat berpikir? Aku harap punya ciri khas seperti itu.
Tak butuh lama dia kembali bangun dari tatapan berpikirnya, sepertinya dia sudah punya ide, cepat sekali.
Alex juga menarikku pergi dari sela-sela pintu ke aula rumah agar lebih leluasa saat berbicara. Aula rumah dan ruang tamu jaraknya terbilang sangat dekat karena hanya butuh lima langkah saja kita sudah sampai di tengah aula, aku dan Alex lebih memilih ke pojok aula.
“Bagaimana kalau kita mengelilingi rumah ini bersama? Karena kita sama-sama tidak tahu ke mana, lebih baik kita mencari tahu terlebih dahulu, kan?” usulnya.
Kurasa dia cukup cerdik juga, untuk mendapat kesempatan berkeliaran dirumah Duke kupikir jarang terjadi. Jadinya dia pasti tidak ingin melepas kesempatan ini. Itu hanya dugaanku, kita tidak boleh menilai seseorang dari jabatan atau hubungan keluarganya. Dia pasti punya kepribadian yang berbeda. Namun yah, dia polos juga ya ... apa dia tidak terpikirkan bahwa aku pemilik atau yang tinggal di rumah ini tidak ahu harus ke mana itu jelas-jelas aneh. Tak apa Alex! jadilah anak kecil lucu dan polos selamanya!
“Ide yang bagus, Alex. Kalau begitu maukah kamu yang memimpin jalan?”
Aku mengulurkan tangan dan uluran itu disambut lembut dengan pegangan Alex.
“Aku bersedia, Ladyku.”
Dia menekuk lutut dan mencium punggung tanganku. Sekali lagi dia bisa membuat jantungku spontan berdetak lebih kencang, kemungkinan besar pipiku dan telingaku ikut memerah padam. Baru pertama kali aku diberi kecupan bibir oleh laki-laki. Apa ini bisa dibilang ciuman pertama yang seperti teman-teman sekelasku yang sedang bergosip bangga karena telah melakukan ciuman pertama dengan para pacarnya. Kupikir lagi, pastinya bukan!
Kembali ke kenyataannya, aku tidak bisa mengontrol mimik wajahku sehingga Alex sedikit tertawa.
“Sella itu sangat polos ya..” ucapnya sambil bangun dan tetap memegang genggamannya.
Ughh!! Dasar anak baru lahir kemarin sore, akulah yang harus memanggilmu polos! Apa ini rasanya dipermainkan oleh anak kecil, malu dan kesal tersendat di tenggorokanku. Aku tidak bisa membalasnya, kesal malu bercampur menjadi satu menyebabkan aku menunduk, mungkin kepalaku mengeluarkan asap karena wajah begitu memanas.
“A, apa yang kamu katakan sih, Alex. Aku t-tidak mengerti apa maksudnya!”
Aku mengatakannya sambil memalingkan wajah kesamping karena di depanku ada Alex yang menatap lekat.
“Puft-“
Kudengar lagi suara yang ingin tertawa oleh Alex, melihatnya sedang menutup mulutnya dan badannya bergetar.
Kutebak dia sedang menahan tawanya yang ingin meledak.
Rasanya seperti tertusuk panah dengan kata-kata ‘kalah dengan anak kecil’. Sakit namun tak berdarah, sialan!
Kesal rasanya dan aku berjalan duluan sambil menarik Alex, dia pun menghentikan kegiatan tahan tawanya, sekarang seperti dia yang malah memimpinku. Ya ini benar, karena aku yang memintanya tadi, tapi... masih terasa berat di hatiku karena dipermainkan oleh anak kecil. Rasa kesal dan malu ini akan kusimpan dalam-dalam agar tidak terungkit lagi. Tarik nafas dalam-dalam lalu... buang.... ya sekarang aku sudah lega.
Suara langkah kaki di lorong lebar yang sepi, sinar matahari yang menerangi lorong ini, tirai yang sudah diikat rapi, karpet berwarna merah bergaris cokelat yang sudah dibersihkan, jalan yang kulalui bersama Alex, terlihat dinding yang lebar, lalu terdapat pintu lagi, dan tembok lurus kedepan lagi. Sudah kuduga, rumah ini besar sekali, aku tidak bisa membayangkaan bila aku sendirian yang menjelajah, bisa-bisa aku tersesat di rumah sendiri. Itu kan tidak lucu.
Aku mencium aroma enak yang tercium, kuhirup berulang-ulang kali, dan aku yakin ini wangi cokelat. Ah...! makanan kesukaanku. Sepertinya tingkah ini terlihat jelas oleh Alex dan dia menuntunku ke arah aroma ini, semakin dekat, semakin dekat aku dengan aroma ini. Mataku berbinar-binar dan debaran menyenangkan saat hampir sampai tujuan. Dan...
Tada!!! Kami telah sampai didapur. Para koki dan pelayan kaget setelah melihat kedatanganku dengan Alex, mereka langsung menghentikan pekerjaan dan memberi salam hormat kepadaku.
“.....Ah, kalian tidak perlu menghentikan perkerjaan. Lanjut saja, karena aku hanya ingin melihat-lihat.”
“Baik, Nona.”
Mereka langsung melanjutkan pekerjaan masing-masing. Terlihatnya canggung kalau aku meminta sesuatu ke mereka.
Harapan bisa mencicipi cokelat sepertinya kandas begitu saja, disela kekecewaanku Alex menepuk halus bahuku dan memberikan keranjang.
Kuterima keranjang itu dengan kebingungan dan dia langsung menarikku keluar dari dapur. Aroma dari keranjang ini keluar dan menggoda hidungku untuk menciumnya lebih dekat, ah.. ini cokelat!
“Aku melihat ini dimeja dapur tadi, dan langsung kuambil deh..”
Senyum mengembang dan memperlihatkan giginya, masih kecil sudah pandai mencuri ya... aku akan mengawasi pertumbuhanmu supaya tidak terbiasa mencuri.
“Kamu ini jangan dibiasakan mencuri seperti itu, itu tidak baik, kamu kan kelak akan menjadi penguasa juga, kamu harusnya melatih kebiasaanmu sejak kecil, jangan sampai menjadi pemimpin yang suka mencuri uang rakyat, apa kamu tahu kalau ada penguasa yang suka mengambil keuntungan dari para rakyatnya dia akan tidak bisa hidup tenang, bisa diumpamakan : dia akan menjadi orang yang serakah selamanya dan merasa ada yang kurang selalu. Jadi aku harap kamu bisa menghilangkan kebiasaan itu, Alex. Menjadi penguasa bukan hanya meminta pajak dari rakyat, tapi kita bekerja dan digaji oleh para rakyat. Kita yang harus mengelola wilayah untuk hidup kenyamanan mereka, bisa dibilang kita ini bangsawan adalah pekerja yang digaji oleh para rakyat.”
Pidato lebar panjangku ini membuat mata Alex terbuka lebar, dia kaget. Tentu saja, ini bukanlah yang bisa dibicarakan oleh anak berumur 4 tahun. Setelah puas dengan ke terkejutnya, dia menaikan satu sudut bibirnya.
“Baiklah, Sella.”
Baguslah dia mengerti, kamu harus menjadi pemimpin yang bijak, Alex. Karena bagiku, kasta bukanlah segalanya!
“Kalau begitu ayo kita memakannya di taman.” ajakku, dan sekarang aku yang menarik Alex.
Kami duduk di kursi taman yang sudah ada di dekat tembok. Ini tempat yang sejuk. Sebenarnya ada tempat yang lebih cocok karena ada meja dan kursi. Itu tempat khusus menikmati teh dan cemilan, tapi karena terik matahari sedang mengarah ke tempat itu, aku lebih memilih tempat yang lebih teduh.
Lain kali aku akan berbicara dengan Papa untuk memindahkan tempat minum teh ke tempat yang lebih teduh.
Aku membuka keranjang dan mendapati tumpukan cokelat yang dibungkus seperti permen.
“Uwaaa..!”
Aku tidak peduli dengan tatapan Alex kepadaku, sekarang aku hanya fokus ke berkilaunya cokelat yang bulatnya sempurna. Kubuka bungkusnya dan langsung kulahap, seperti dugaan cokelat ini mencair di dalam mulutku membuar rasa manisnya yang pas ini menari-nari. Semenjak aku di dunia mimpi ini, baru kali ini aku sebahagia ini. Eh tidak, entah sudah berapa kali aku merasa bahagia di dunia ini, tapi itu bercampur dengan rasa gelisah dan kebingungan, tapi dengan memakan cokelat ini aku melupakan segala kegelisahan dan hanya terpaku dengan rasa manis ini.
“Sepertinya sangat enak ya..”
Aku lupa dengan keberadaan Alex yang berada di sampingku karena terlalu fokus dengan sensasi merasakan cokelat.
“Kamu mau? Ini ambil saja, ada banyak.”
Kusodorkan keranjang permen ke dirinya, dia mengambil satu dan mencobanya. Terlihat wajah kagetnya saat melahap cokelat, ya aku tahu sensasi itu. “Enak, kan?”
“Iya.”
“Itu sudah pasti, karena ini makanan kesukaanku!” ujarku dan melanjutkan memakan satu buah lagi, aku tersenyum bahagia.
“Iya, sangat cantik dan berkilau.”
“Humm...?”
Aku masih mengunyah permen cokelat menanyakan maksudnya dengan gumanan. Apa maksudnya itu bentuk cokelat ini? Benar sih, bulat cantik dan berkilauan. Setelah membuka satu bungkus lagi aku langsung melahapnya lagi.
“Tidak ... saat ini kamu tidak perlu tahu dulu.” Alex hanya menjawab singkat dengan sedikit ragu ...?
Aku tidak mengerti apa maksudnya itu, tidak terlalu memusingkannya, aku melanjutkan menikmati cokelat ini bersama Alex.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Rye In
hai kak aku mampir
2020-07-01
3
senja
ihir disukai bocil
2020-05-25
2
Tya Gunawan
mantaap
2020-05-23
1