...'Lidahmu jangan kamu biarkan menyebut kekurangan orang lain, sebab kamu pun punya kekurangan dan orang lain pun punya lidah.'...
...🌹🌹🌹🌹🌹...
Malam semakin larut, acara kian menyepi, lelah dan kantuk mulai merambat, hingga tubuh rasa tak sanggup berpijak lagi.
Kedua mempelai pengantin sudah pergi lima belas menit lalu, disusul Nurul dan suaminya, Ari. Yang selalu dihubungi sang ibu, karena Nuri, putri kecil mereka yang mencari keberadaan mamanya.
Tidak lama Soraya pun juga pulang. Sebab sudah diwanti-wanti suaminya, Zidan. Agar banyak-banyak beristirahat dan jangan begadang karena sedang hamil muda.
Ustadzah Habibah bersama anak, menantu dan cucunya sudah pulang setelah berpamitan dengan Rahimah.
Dinda menuju parkiran mobilnya setelah melepas kepergian para sahabat. Mengulurkan tangan guna membuka pintu mobil. Namun, belum sampai pintunya terbuka, panggilan seseorang dari belakang mengagetkannya.
"Yank," suara bariton yang sekarang sangat Dinda kenal. Panggilan yang terlontar bahkan tanpa ada persetujuan darinya.
"Mas Adit," pekik Dinda langsung berbalik.
"Kamu mau pulang?" tanya Adit tanpa basa-basi.
"Iya Mas," jawab Dinda.
"Ini sudah larut, jadi kamu harus hati-hati. Maaf kalau Mas nggak bisa mengantar kamu, karena harus mengantar Maryam." Adit menunjuk pada sebuah mobil yang tidak jauh dari mobilnya.
"Nggak apa-apa Mas, lagian aku bawa mobil kok ... jadi jangan khawatir," kata Dinda menyakinkan.
"Tetap saja! Biar pun bawa mobil, kamu itu wanita. Atau begini saja ... kamu ikut Mas, biar aku yang mengantarkanmu!" tawar Adit.
"Nggak usah repot-repot Mas, aku bisa pulang sendiri kok. Lagian gimana sama mobilku? Mending mas Adit, buruan antar Maryam dan anak-anak (Intan dan Rahman) aja! Nanti mereka nyariin," tolaknya halus.
Dinda tidak ingin merepotkan Adit, apa lagi harus bolak balik mengantar dirinya dan Maryam, baru kemudian pulang. Dinda tahu kalau Adit pasti juga sudah sangat kelelahan.
"Kamu yakin?" Adit menatap Dinda lekat.
"Yakin, Mas." Dinda mengangguk pasti.
"Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati ... Mas pergi dulu. Assalamualaikum," pamit Adit.
"Wa'alaikumussalam," sahut Dinda menatap punggung Adit yang mulai menjauh dan masuk ke dalam mobil.
Menatap mobil yang bergerak dan mulai pergi, Dinda kembali dikejutkan seseorang. "Kak Adin," sembari menepuk pundaknya.
"Kaamil, kamu masih di sini?" kaget Dinda sambil menoleh.
"Sudah pulang tadi sama teman-teman, tapi balik lagi karena ingat sama Kakak."
"Ayo pulang, biar aku ikutin dari belakang," kata Kaamil membuat Dinda tersenyum dan merangkul adiknya bangga.
"Ugh ... manisnya Adik, Kakak ini. Sudah dewasa rupanya? Karena mengkhawatirkan Kakaknya, malah rela balik lagi ke sini!"
"Enak aja. Aku emang udah dewasa kali, Kakak aja yang nggak sadar," kesal Kaamil tidak terima.
"Bagi Kakak, kamu itu tetap Anak kecil," ucap Dinda sambil tertawa kecil.
"Wah Mas, ternyata mantan Istrimu punya banyak gandengan ya?" ujar seorang wanita yang sangat jelas didengar.
Keduanya langsung menoleh ke asal suara, walau tidak tahu kalimat itu ditujukan untuk siapa. Dinda terkesiap mendapati mantan suaminya bersama istri barunya di samping mobilnya.
Sedang Kaamil sangat geram, rahangnya pun langsung mengeras. Walau tidak tahu wanita itu siapa, tapi melihat dia yang menggandeng mesra mantan kakak iparnya ... Kaamil bisa menyimpulkan kalau wanita itu adalah orang yang telah menghancurkan pernikahan sang kakak.
"Itu adiknya," kata Angga melirik Dinda dan Kaamil bergantian tanpa rasa bersalah.
"Oh adiknya, kukira gandengan baru. Soalnya, kan, waktu itu kita liat dia dilamar kekasihnya."
Flashback on.
"Lihat Mas, kamu tidak perlu merasa bersalah dan kasihan sama wanita ini karena sudah menceraikannya. Sekarang sepertinya dia sudah punya pengganti yang baru."
Adit dan Dinda tersentak kecil karena kedua pasang manusia itu berdiri tepat dihadapan mereka.
Dinda melirik mereka dengan sinis. Semantara Adit sedikit bingung. Akan tetapi, mengerti arti dari kata menceraikan, dan Adit bisa menyimpulkan bahwa lelaki itu adalah mantan suami Dinda.
"Ya, anda benar! Saya tidak mungkin menyia-nyiakan janda secantik Dinda, jadi saya sedang melakukan pendekatan." Dinda melotot kepadanya karena sudah bicara ngawur yang dibalas Adit dengan senyum jenaka.
"Hei Tuan, sebelum Anda melangkah lebih jauh lagi dengan hubungan yang akan Anda pilih, saya sekedar memberi tahukan ... bahwa wanita ini MANDULLLL jadi sebaiknya pikirkan lagi," kata wanita itu penuh penekanan dikata mandul.
Dinda terpaku. Matanya memanas, cairan bening tiba-tiba menumpuk dan berdesakan hendak keluar. Susah payah dia menelan sisa makanannya. Hatinya begitu hancur atas hinaan dari selingkuhan suaminya, atau bisa disebut sekarang adalah istri barunya.
Semua pengunjung mulai memperhatikan mereka dan berbisik-bisik karena mendengarnya.
"Itu tidak masah bagi saya, karena saya mencintainya dengan tulus dan akan menerima segala kekurangannya. Tidak peduli ada, atau tidak adanya anak ... asalkan saya bisa membuatnya bahagia, maka saya pasti akan ikut bahagia," seketika mata Dinda yang berkaca-kaca karena sakit hati berubah haru dengan kata-kata Adit.
"Sudahlah Jen, biarkan saja mereka. Kau ingin makan kan? Aku tidak mau anakku jadi kelaparan kalau kau telat makan." Dinda membuang muka melihat perhatian mantan suami pada wanita simpanannya.
"Ya itu benar, sebaiknya kalian segera menyingkir dari hadapan saya," sela Dinda tampa melihat mereka.
"Kau tenang saja, kami juga tidak akan berlama-lama," sahut Angga sinis.
"Baiklah Mas, ayo kita duduk di situ," mereka pergi dengan meninggalkan seribu luka di hati Dinda.
"Terimakasih karena sudah membela saya, Mas Adit." Dinda mengusap sudut matanya yang berair.
"Tidak masalah. Sepertinya mantan suamimu itu masih saja memperhatikan kita," tidak sengaja Adit melihat Angga yang curi-curi pandang ketempat mereka duduk.
"Biarkan saja, Mas," ucap Dinda bergetar sambil menelan makanannya yang terasa begitu keras.
Adit melihatnya prihatin. Melepas cincin di jari manisnya lantas Adit berjongkok dihadapan Dinda yang tidak luput dari penglihatan mantan suami Dinda.
Mendapati itu jelas Dinda terkesiap. "Mas ... ngapain?" tanya Dinda heran.
"Saya tidak peduli, jika orang lain mengatakan dirimu buruk atau apa pun itu. Yang saya tau adalah dirimu begitu berharga untuk saya sia-siakan, dan saya tidak tau apa masih ada kesempatan setelah hari ini. Jadi ... maukah kamu, membagi lukamu dengan saya? Maukah kamu, membangun masa depan yang bahagia dan menua bersama dengan saya?" kata Adit lantang menyodorkan cincinnya seolah sudah di rencanakan.
Dinda membelalakkan matanya, tidak percaya pada lelaki yang masih berjongkok dengan satu kakinya dijadikan tumpuan.
"Maukah kau menikah denganku?" tanpa terasa panggilannya pun berubah.
Apa-apaan orang ini.
Melirik ke sekitar di mana orang-orang melihat mereka begitu juga kedua pasang manusia tadi.
"Maukah kau menikah denganku?" ulang Adit.
"Terima ...."
"Terima ...."
Sorak sorai pelanggan memenuhi isi restoran tersebut, bahkan pelanggan yang baru datang ikut-ikutan bersuara walau tidak tahu menau ada apa.
"Mas, apa-apaan sih? Ayo berdiri!" Adit bergeming walau Dinda menariknya untuk berdiri.
"Jawab dulu," bujuknya.
"Jangan aneh-aneh deh, Mas ... ayo berdiri!"
Dinda tahu maksud Adit yang seperti ini, pasti karena ingin membantunya membalas mantan suaminya. Namun, tidak mungkin dia berkata iya.
"Nggak mau, jawab dulu?" kukuh Adit.
Dinda berdecak kesal, begitu malu karena menjadi pusat perhatian. Demi menyudahi drama Adit, mau tidak mau Dinda mengangguk pura-pura.
Seketika tepuk tangan para tamu menggema bersahutan bersamaan Adit yang memasangkan cincin di jari manis Dinda, yang ternyata sedikit longgar.
Dengan senyum mengembang Adit bangkit dan duduk kembali. "Nanti aku belikan yang cocok dengan jarimu," ucapnya pelan.
"Tidak perlu repot-repot, ini hanya pura-pura," balas Dinda pelan.
Adit nampak kecewa. Sebenarnya jika boleh berharap, kejadian yang tidak direncanakan ini bisa menjadi kenyataan.
Flashback off.
BERSAMBUNG ....
Saran ya gays! Biar tahu alurnya dari awal ... silahkan baca karya sebelumnya yang berjudul 'Rahman bin Rahimah', kalau sudah baca pasti udah tahu gimana kisah mereka. 🙏
Terimakasih 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
👋🏻 emak chimon 🐣
sakit tak berdarah..
2022-07-11
2
Gembelnya NT
Cakeeeep
2022-07-11
2
Aris Pujiono
jangan dipendam dit, nanti sakit lho
2022-04-17
3