Mutiara kaget saat mendengar suara ketukan itu. Ia berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Permisi Non, Bibi mau bilang kalau Nona lapar, Bibi sudah masakin makanan. Nanti turun ke bawah, ya," ujar Bi Idah dengan senyum ramah. Saat ia hendak pergi, Mutiara mengucapkan terima kasih, dan Bi Idah hanya membalas dengan anggukan kepala.
Setelah itu, Mutiara kembali ke kamarnya dan mulai merapikan barang bawaannya untuk disimpan di lemari.
"Ini pakaian aku yang sedikit, atau lemarinya yang terlalu besar, sampai masih menyisakan banyak ruang," pikir Mutiara sambil bingung, harus diisi apa lagi ruang lemari itu. Setelah selesai, ia beralih menata beberapa foto dan barang lainnya di laci serta meja rias. Tatapannya tertuju pada satu foto yang membangkitkan kenangan indah bersama Ayah dan Mamanya—saat mereka mencium kedua pipinya di hari ulang tahunnya. Ia memeluk erat foto tersebut, meluapkan tangisan rindu pada sosok Ayah dan keluarga yang dulu masih utuh, sebelum ia tahu kabar perceraian kedua orang tuanya. Jujur saja, ia merasa berat menerima kenyataan pahit ini.
Namun keadaan memaksanya untuk tetap bersabar menjalani hidup yang berat, di kala usianya yang masih muda dan seharusnya mendapat kasih sayang berlimpah dari kedua orang tuanya. Lamunannya buyar saat terdengar suara cacing yang mulai "berdisko" di perutnya.
Krucuk krucuk
"Aduh, lapar banget. Udah ah, beresin barangnya nanti aja, kalau udah makan," monolognya dalam hati. Ia pun turun tangga dan berjalan menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia melihat Bi Idah mempersilakannya duduk di meja makan. Ia mengangguk tanda mengerti, lalu duduk berhadapan dengan kakaknya yang sedang makan sambil membaca buku.
"Kakak," sapa Mutiara.
Dimas hanya melirik sekilas adiknya dengan tatapan datar.
"Kak, buku apa yang Kakak baca?" tanya Mutiara dengan mulut penuh makanan.
"Kalau sedang mengunyah makanan, sebaiknya jangan berbicara," terang Dimas, mencoba menasihati. Tapi Mutiara malah salah paham dan menganggap kakaknya tidak ingin diganggu.
"Maaf, Kak," balas Mutiara sambil menunduk, tak berani menatap kakaknya dan melanjutkan makannya.
Dimas hanya bisa tersenyum melihat tingkah polos adiknya itu.
Setelah beberapa hari, Mutiara mulai terbiasa dengan lingkungan keluarga barunya. Ia sering membantu pekerjaan Bi Idah dengan inisiatif sendiri karena tak enak hati jika dianggap tak tahu berterima kasih tinggal di rumah ini tanpa melakukan apapun. Suatu ketika, saat ia sedang menyirami tanaman di taman rumah, tak jauh dari sana kakaknya duduk bersantai sambil membaca buku.
"Gitu dong. Lo harus tahu diri kalau numpang di rumah orang. Setidaknya ada timbal baliknya, bantuin Bi Idah ngurus rumah ini, termasuk nyiram tanaman," sindir Dimas pedas. Namun Mutiara tidak terlalu menghiraukannya karena ia tahu ucapannya ada benarnya. Tapi lama kelamaan, ia merasa seperti sedang diperhatikan oleh kakaknya dari belakang. Ia pun menoleh.
Namun, ia hanya melihat Dimas yang tampak fokus membaca buku.
"Apa cuma perasaan aku aja, ya," batinnya. Ia melanjutkan menyiram tanaman, dan lagi-lagi Dimas hanya tersenyum penuh arti.
Setelah selesai, Mutiara kembali ke kamar untuk beristirahat. Di dalam kamar, ia mulai memikirkan bagaimana kehidupannya ke depan dan berharap yang terbaik.
Flashback off
Ia tersadar dari lamunannya dan menatap sekitar dengan pandangan kosong, ditambah derai air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Ia hanya bisa meluapkan kepedihan dengan tangisan sambil memeluk boneka kesayangan pemberian Ayahnya dengan sangat erat.
"Semoga saja ini hanya mimpi, dan saat aku bangun semuanya tidak menjadi kenyataan," batinnya sambil mencoba menutup mata.
Sinar matahari akhirnya menembus tirai jendela, membangunkan seseorang dari alam mimpi.
Di sebuah kamar yang sangat luas, Dimas mulai membuka mata dan bangun dari tidurnya. Ia menatap sekitar dengan kesadaran yang belum pulih. Ia merasa kamarnya berbeda dan menyadari sesuatu.
"Ha? Kenapa aku tidur tanpa berpakaian?" gumamnya sambil melirik ke arah cermin lemari. Alangkah terkejutnya saat ia membuka selimut dan mendapati bercak noda darah di sprei dan lantai kamar. Ia mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.
Tiba-tiba, kepalanya mendadak pusing, memperlihatkan kilasan kejadian malam itu. Ia syok bukan main mengingat perbuatan tidak pantas yang ia lakukan kepada adiknya.
"Astaga... apa yang telah aku lakukan..." gumam Dimas. Ia berlari ke kamar mandi, mencoba menenangkan diri.
Di bawah guyuran shower, Dimas merenungi kesalahan besar yang ia lakukan tadi malam. Mengingatnya saja membuat hatinya sesak.
"Seharusnya tadi malam aku tidak pergi ke bar dan mabuk-mabukan," lirihnya penuh penyesalan. "Aku harus bagaimana kalau sudah begini? Dia pasti sangat hancur karena kejadian ini."
Setelah cukup lama di kamar mandi, ia keluar dan cepat-cepat berganti pakaian. Ia berniat menemui Mutiara untuk meminta maaf dan mencari solusi bersama. Ia memberanikan diri mengetuk pintu kamar adiknya.
Tok tok tok
"Mutiara... bisa kita bicara sebentar?" bujuk Dimas, namun tidak ada respons dari dalam.
Sementara itu, Mutiara sudah terbangun saat mendengar suara ketukan, tetapi ia tidak memedulikan bujukan dari kakaknya.
"Mutiara, ayo bukain pintunya, please..." mohon Dimas.
Namun lagi-lagi Mutiara tidak menghiraukannya. Dimas mulai menangis dan merasa khawatir karena Mutiara tak kunjung membuka pintu.
Di sisi lain, Mutiara hanya bisa menutup kedua telinganya, tak ingin mendengar suara kakaknya. Air matanya mengalir deras.
"Kakak ingin minta maaf... Mutiara... hiks... hiks... Tolong maafkan aku. Kakak memang orang yang bejat... tapi sungguh, Kakak sangat menyesal atas kejadian malam itu. Kakak dipengaruhi alkohol..." ujar Dimas sambil menangis tulus dari lubuk hatinya.
Di sudut lain, sepasang mata mengintip dan memperhatikan Dimas yang menangis di depan pintu kamar Mutiara—tanpa dimas sadari...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Fadhila Hasna luthfiyah
mamahnya?
2023-01-07
0
Fadhila Hasna luthfiyah
kalo bisa keliatan mungkin udah pada dangdutan
2023-01-07
0
Hajime Nagumo
salam kenal, selamat ya memang arisan vote. Ini akun palsuku ya aku Geisya Tin salam dari "DIA BUKAN YANG TERBAIK"
2022-07-18
0