Suara hewan malam mulai terdengar merdu tuk menemani keheningan malam. Angin malam menelusup melalui ventilasi hingga mengganggu sepasang suami istri yang sedang berbicara dari hati ke hati di atas ranjang.
"kenapa malam ini dingin sekali, ya, Yah?" tanya bu Kokom seraya membuka pintu almari untuk mengambil jaket.
"kan lagi musim hujan, Ma!" jawab pak Cipto tanpa menatap sang istri. Pria berumur lima puluh tahun itu sibuk membuka ponselnya untuk mencari pengajian di entub.
"Ma, itu si Shasa ngobrol sama siapa? kenapa di jam-jam seperti ini dia masih cekikikan seperti kunti?" tanya pak Cipto setelah mendengar suara Shasa, karena kamar Shasa dan kamar kedua orang tuanya bersebelahan.
"Mama juga tidak tahu, Yah! kita lihat saja, yuk!" ujar bu Kokom seraya menarik tangan suaminya.
Akhirnya sepasang suami istri itu keluar dari kamar. Keduanya mengendap-endap menuju kamar Shasa. Keadaan ruang tengah itu gelap gulita karen lampu telah dipadamkan di jam-jam tengah malam seperti saat ini.
"Pintunya gak dikunci, Yah!" bisik bu Kokom ketika berhasil menarik handle pintu kamar Shasa tanpa bersuara.
Pandangan mata keduanya menangkap Shasa yang sedang duduk di depan meja seraya mengetik di atas laptopnya. Namun, sesekali ia menatap film yang terputar di ponsel yang ada di sisi laptop.
"aiih! Eneng juga pengen dilamar atuh! oh my god ... kenapa harus romantis seperti itu sih!"
Bu Kokom dan Pak Cipto saling pandang ketika mendengar suara putrinya. Raut kekhawatiran terlihat jelas di wajah sepasang suami istri tersebut—Khawatir putrinya terkena gangguan jiwa karena sering berbicara dan senyum sendiri. Mereka berdua terus memantau kegiatan Shasa hingga rasa kebas mulai menyerang kaki keduanya.
"Ma, lebih baik kita kembali ke kamar saja!" bisik Pak Cipto dengan pandangan yang tak lepas dari putrinya.
"iya, Yah! kakinya Mama udah kebas!" keluh bu Kokom seraya memundurkan tubuhnya hingga mendorong pak Cipto ke belakang.
Setelah sampai di kamar, sepasang suami istri tersebut merebahkan diri di atas ranjang. Keduanya hanya diam dalam pikiran masing-masing. Helaian napas berat mulai terdengar di sana.
"Yah, bagaimana kalau Shasa kita nikahkan saja?" tanya Bu Kokom setelah menemukan sebuah ide.
"Mama yakin?" pak Cipto malah bertanya balik, "pria mana yang akan menikahi Shasa, Ma? sejauh ini dia jarang keluar rumah ataupun punya teman pria," keluh pak Cipto.
"Bagaimana kalau Shasa kita nikahkan saja dengan Burhan? dia kan dari dulu naksir Shasa, Yah!" usul bu Kokom yang membuat pak Cipto memicingkan matanya.
"Jangan lah, Ma! Shasa kan udah nolak Burhan berkali-kali. Lagian Shasa tidak sepadan dengan Burhan, Ma. Ingat kita itu hanya warga sedangkan orangtua Burhan seorang Lurah!" Pak Cipto keberatan jika Burhan yang menjadi calon suami Shasa nanti.
Obrolan tentang jodoh Shasa terus berlanjut hingga menjelang pagi. Suara dengkuran pak Cipto mulai menggema dalam kamar yang tak seberapa luas itu. Pembahasan jodoh Shasa hilang begitu saja bersama mimpi indah yang datang menghampiri.
...🌹🌹🌹🌹...
Pyaar ... praang ... praang ... praaang ....
Keadaan dapur seperti kapal pecah kala Shasa mulai beraksi. Adzan subuh telah berkumandang sejak beberapa puluh menit yang lalu tapi anggota keluarganya belum ada yang bangun. Setelah menunggu di meja makan sampai warna gelap pudar dari langit, akhirnya Shasa memutuskan untuk membereskan dapur yang kotor.
"duh!!! kenapa pakai pecah segala sih!" gerutu Shasa saat gelas dan ember stainless yang berlumuran sabun jatuh dari tempat cucian piring.
Shasa bingung harus dari mana dulu membereskan kekacauan di dapur, ia takut jika Yulia atau Mama nya bangun dan melihat pecahan gelas yang berserakan di lantai.
Setiap hari pekerjaan yang ada di rumah telah dibagi bu Kokom. Shasa tidak diperbolehkan untuk menyentuh cucian piring kotor karena setiap mencuci piring selalu saja ada yang pecah. Bu Kokom pasti marah besar jika perabotnya dipecahkan oleh Shasa seperti saat ini.
"Duh mati aku!" ujar Shasa ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Entah itu pintu kamar Yulia atau orang tuanya.
Beberapa detik kemudian, Yulia muncul di pintu dapur. Ia menguap lebar sambil bersandar di bingkai pintu. Yulia belum menyadari jika Shasa sedang berjongkok sambil memungut pecahan gelas.
"Shasa!! berapa gelas yang kamu pecahkan?" teriak Yulia hingga membuat Shasa menutup kedua telinganya.
Shasa segera berdiri, lalu ia menatap Yulia dengan wajah tanpa salah dan dosa. Ia tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat, "hehe ... tiga gelas, Kak!" ujar Shasa sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"apa katamu? tiga gelas?" Yulia membelalakkan matanya.
"ada apa ini? kenapa suaramu terdengar nyaring, Yul? kamu ini udah mengganggu mimpi indah Mama!" cerocos bu Kokom seraya duduk di kursi yang ada di dapur.
"Tiga gelas Mama hancur tuh!" Yulia menunjuk lantai, di mana pecahan gelas itu berada.
"Apa!!" bu Kokom membelalakkan mata.
Shasa menggigit bibirnya ketika melihat kemarahan di wajah bu Kokom. Perlahan ia menggeser tubuh agar bisa berlari saat dunia perdapuran mulai diguncang dengan suara menggelegar bu Kokom.
"Ma! jangan marah dulu! tadi Shasa hanya ingin membantu Mama karena gak ada yang bangun padahal langitnya udah cerah!" kilah Shasa saat melihat bu Kokom sudah membuka mulutnya, "Ma, sebaiknya jangan marah karena mama bisa terlambat buka warung loh!" ujar Shasa yang berhasil membuat bu Kokom mengalihkan pandangan ke arah jendela.
Bu Kokom menepuk keningnya ketika sepenuhnya sadar dari rasa kantuk. Beliau segera merogoh saku dasternya untuk mencari lembar rupiah yang tersimpan di sana.
"kali ini Mama gak akan marah! tapi lain kali kamu jangan pernah mencuci piring ataupun melakukan pekerjaan yang bukan tugasmu! Mama tidak mau perabotan Mama hancur lebur gara-gara kecerobahanmu! sudah Mama bilang sebelumnya, tugasmu hanya mencuci baju, membersihkan rumah dan belanja!" cerocos bu Kokom yang berhasil membuat Yulis dan Shasa melongo.
Keduanya saling pandang setelah mendengar ucapan berderet bu Kokom. Sekuat tenaga Shasa harus menahan tawa karena hal itu, "katanya gak mau marah! lah itu tadi apa?" batin Shasa.
"Sekarang pergilah membeli wortel! ini uangnya! kalau beli di Mang Diman kamu harus bisa menawar semurah mungkin!" ujar bu Kokom menyerahkan satu lembar rupiah berwarna hijau.
Shasa menggaruk tengkuknya setelah mendengar perintah dari bu Kokom. Ia mengayun langkah keluar dari dapur dan membiarkan keadaan dapur berantakan. Namun, baru saja sampai di ruang keluarga, Shasa harus menghentikan langkah karena suara bu Kokom terdengar lagi.
"Kalau di Mang Diman gak ada wortel, kamu harus beli di warung sayur yang lain. Pokoknya pagi ini harus ada wortel! terserah kamu mau keliling kampung atau keliling kecamatan! yang pasti pulang harus bawa wortel!" teriak bu Kokom dari dapur.
🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍♥️ duh Bu Kokom meresahkan ya!🌹
...🌷🌷🌷🌷🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
🍂Daun 🍁 Kering🍂
lima puluh tahun Kak, bukan lima tahun 😁
2022-04-25
1
Yeni Eka
Buat apa wortel nya Buk?
Sasha km kek aku pas ngelamun ambil cuci piring, pecah deh
2022-03-29
2
Hum@yRa Nasution
karya baru nih...👍👍👍
2022-03-24
4