"apa-apaan ini!" gerutu Shasa dalam hati setelah membaca surat perjanjian yang tertulis disana.
Setelah memperkenalkan diri di hadapan pak Budi dan Daniel, selembar kertas yang tadi di bawa Daniel, kini beralih di tangan Shasa. Matanya membulat sempurna ketika mengetahui isi surat tersebut.
"Bagaimana Sha? apa kamu menerima tawaran saya?" tanya pak Budi setelah melihat Shasa hanya diam dengan tatapan mata yang kosong.
Hening, ya ruangan tersebut terasa hening karena Shasa hanya diam. Kedua pria berbeda usia itu menunggu jawaban yang diucapkan oleh Shasa. Pak Budi sendiri terlihat gusar karena menunggu kepastian dari gadis yang bisa membuatnya tertarik hanya karena melihat foto yang tercantum dalam daftar riwayat hidup Shasa.
"Nona Shasa!" Suara bariton Daniel akhirnya terdengar di ruangan itu untuk menyadarkan Shasa dari lamunannya.
"i-iya, Pak!" Shasa terkesiap, ia mulai sadar dari lamunan setelah mendengar suara Daniel.
Pandangan Shasa beralih ke pria yang ada di hadapannya. Ia mencengkram ujung span hitam yang dipakainya saat ini karena kesal melihat kelakukan ABG tua yang ada di hadapannya itu.
"Maaf, Pak! saya tidak bisa menerima tawaran dari Bapak!" ucap Shasa tanpa ragu.
"Why?" Pak Budi menaikkan satu alisnya, "apakah masih kurang uang saya tawarkan untukmu? katakan saja berapa yang kamu inginkan!" ujar pak Budi seraya menatap Shasa dengan senyum smirk.
"kurang ajar ini orang!" umpat Shasa dalam hati.
Shasa berdiri dari tempat duduknya, ia menatap pak Budi dengan wajah yang muram karena merasa direndahkan oleh pria berumur setengah abad itu.
"Bapak pikir saya wanita murahan hemm!! asal bapak tau, saya tidak tertarik sedikitpun dengan uang yang bapak tawarkan biarpun itu satu koper!" ujar Shasa dengan suara yang lantang.
Pak Budi berdecak setelah mendengar penolakan dari Shasa. Beliau menatap Shasa dengan intens dan tersenyum kecut, seakan tengah menertawakan jawabannya.
"Saya permisi!" ujar Shasa sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan pak Budi.
Hati Shasa bergemuruh karena di rendahkan oleh Pak Budi. Rasanya, ingin sekali ia memaki pria botak itu tapi ia takut semua itu akan menambah masalah hidupnya. Shasa menarik handle pintu ruangan tersebut. Namun, langkahnya harus terhenti karena mendengar suara Pak Budi.
"Berani sekali kamu menolak Saya, Shasa! jika kamu tetap pergi tanpa menerima tawaran dari saya, maka saya pastikan kamu akan menjadi pengangguran! namamu akan saya blacklist agar tidak ada perusahaan yang menerima mu bekerja!" Pak Budi mengancam Shasa dengan cara yang licik.
Takut? Tentu saja tidak. Shasa tidak takut sedikitpun dengan ancaman pria botak itu. Ia semakin marah dan ingin mengumpat dengan kata-kata kotor di hadapan pria bernama Budi tersebut.
"Lebih baik saya menjadi pengangguran daripada harus menjadi simpanan Bapak!" ujar Shasa dengan suara yang lantang,
"Bapak itu sudah berumur! harusnya sadar diri dong!" cibir Shasa tanpa rasa takut sedikitpun.
"Tobat Pak ... tobat! hati-hati, Pak! jangan terlalu sering selingkuh di belakang istri! kena penyakit prostat baru tau rasa Anda!" sekali lagi Shasa mengumpat hingga membuat Daniel tersenyum tipis karena baru kali ini ada gadis pemberani seperti Shasa.
Brak! Shasa menutup pintu ruangan itu dengan keras setelah puas memaki Pak Budi. Ia tidak menyesal sedikitpun jika setelah ini benar-benar pengangguran. Berkali-kali ia mengumpat saat menganyun langkah keluar dari gedung ini, ia tidak perduli meski banyak mata yang memandang ke arahnya.
"Neng geulis kok cepat sekali interviewnya?" tanya Burhan ketika Shasa masuk ke dalam mobilnya.
"Apa Neng geulis diterima? setelah ini kita langsung pulang atau jalan-jalan dulu keliling Bandung? atau Neng geulis mau shopping ke emol?" Burhan memberondong Shasa dengan beberapa pertanyaan.
Kekesalan Shasa semakin memuncak kala mendengar suara Burhan. Shasa menatap Burhan dengan mata yang membulat, bola mata itu seperti mau keluar saja.
"Kita pulang! jangan bicara apapun lagi atau aku akan turun di sini!" ujar Shasa dengan rahang yang mengeras.
Sekuat tenaga Burhan menahan tawanya setelah mendengar ancaman dari Shasa. Bagaimana bisa Shasa mengancam akan turun di tempat ini sedangkan ia datang ke tempat ini di antar oleh Burhan.
"Neng geulis makin lucu pisan euy!" gumam Burhan dalam hatinya.
"ingat ya, Bubur! kita pulang! aku tidak mau kemana-mana!" ujar Shasa ketika Burhan mulai melajukan mobilnya.
Burhan hanya mengulum senyum ketika mendengar ucapan Shasa. Ia tak pernah sakit hati meski berkali-kali mendapat cacian dari Shasa. Terkadang cinta memang bisa membuat orang bersikap bo-doh hingga membiarkan rasa sakit hati hilang begitu saja.
Shasa merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya.Ia mencoba mengusir rasa kesal itu dengan melihat film koreyah di entub. Namun, beberapa menit kemudian ia mendengus kesal karena kuota internetnya habis.
"iih kenapa semua nyebelin sih! ini lagi! kenapa kuota pakai habis segala!" gerutu Shasa saat memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
"Neng geulis mau Aa beliin kuota gak?" tanya Burhan seraya menatap Shasa sekilas.
"Kalau Neng geulis mau, sekarang Aa belikan nih, sepuluh GB untuk Neng geulis!" Burhan benar-benar memanfaatkan momen kali ini untuk mendapatkan nomor ponsel Shasa.
Shasa tampak berpikir, ia memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari sebuah jawaban. Haruskah ia menerima tawaran dari Burhan? jawabnya adalah iya. Entah apa yang merasuki Shasa saat ini hingga gadis cantik itu akhirnya menerima tawaran Burhan. Beberapa menit kemudian notifikasi kuota sepuluh GB terlihat di ponsel Shasa.
Gadis berponi itu segera membuka aplikasi yang biasa ia pakai untuk melihat film-film romantis. Ia lupa berterima kasih kepada sosok yang sedang tersenyum penuh kemenangan di sampingnya.
"Yes! akhirnya aku dapat nomor ponsel Neng geulis!" Burhan bersorak-sorai dalam hati.
Setelah membelah jalanan selama empat puluh lima menit akhirnya mobil sedan itu mulai dekat dengan tempat tinggal Shasa. Mobil itu langsung dihentikan oleh Burhan tatkala Shasa mulai mengintruksi.
"Stop! Stop! Stop!" teriak Shasa.
"ada apa Neng geulis?" tanya Burhan setelah mobilnya berhenti di bahu jalan.
"Aku mau turun di sini saja!" ujar Shasa seraya melepas sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya.
Burhan termangu ketika Shasa sudah berada di luar. Tatapannya mengikuti Shasa yang sedang berjalan mengelilingi mobil. Burhan segera membuka kaca mobilnya saat Shasa mengetuk kaca mobil.
"Buruan pulang sana! jangan sampai ada melihat kita!" ujar Shasa tanpa rasa bersalah sedikitpun, "Makasih atas tumpangan dan kuotanya, aku pergi dulu!" ucap Shasa sebelum berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Burhan.
Bibir tipis Shasa melengkung indah setelah teringat uang saku pemberian bu Kokom. Selembar rupiah berwarna biru akan masuk ke dalam dompetnya, kemenangan hanya miliknya saat ini. Rasa kesal karena direndahkan CEO Lacto Crop teralihkan dengan kuota internet sepuluh GB dari Burhan.
"Heh beban orang tua!" teriak seorang gadis yang menghentikan motornya di sisi Shasa, "udah gak waras ya kok senyum-senyum sendiri di pinggir jalan!" cibir gadis cantik dengan dandanan menor dan bulu anti badai serta blash on merah.
Shasa berdecak saat melihat sosok yang selalu menghantuinya sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Luna, itulah nama gadis seumuran dengan Shasa yang menjabat sebagai seorang sekretaris desa(SEKDES) di tempat tinggal Shasa. Sejak masih SD, Luna selalu mengganggu Shasa. Ia selalu iri kepada Shasa padahal Luna sendiri dari kalangan keluarga menengah ke atas, sangat berbeda dengan Shasa yang berasal dari keluarga menengah ke bawah.
"Eh Culun! kamu gak ada kerjaan ya selain menjadi fans setia ku?" sarkas Shasa seraya berkacak pinggang menghadap Luna.
🌹Terima kasih sudah membaca karya ini, semoga suka 😍♥️ 🌹
...🌷🌷🌷🌷🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
FITRI YANI
massa cum 10...ngirit amat🤣🤣
2022-06-03
1
Muhammad Helmi
Awal cerita yg cukup menarik, dngn kalimat yg enak dicerna. cakep Thor.
.. lanjuut
2022-04-15
3
Yukity
semangaat🆙😍
2022-03-26
4