Bab 4

Alula hanya pasrah mengikuti langkah temannya waktu kecil itu. Hingga membawanya di sebuah salon kecantikan.

“Tempat apa ini?” tanya Alula begitu polosnya.

“Kau tak tahu ini tempat apa?” Arjun menunjuk sebuah bener yang menempel di dinding.

“Salon Arjuna.” Lula mengeja dengan fasih.

“Masuklah!” perintah Arjun.

“Dari judulnya yang tertulis seperti namamu, apa kamu pemilik salon  ini, hah ?” Arjun hanya mengangguk. Alula tak percaya, tempat yang ia datangi ini terlihat sarat pengunjung, menunjukkan betapa suksesnya ia sekarang. Setahu Lula, Arjun dulu hanya seorang kurir koran.

“Ayo, masuk!” ajak Arjun lagi.

“Untuk apa aku harus masuk ke dalam?” Alula terlihat mengernyitkan dahi. Bukan berarti menolak, tapi ia berfikir untuk apa gadis jelek seperti dia pergi ke salon, bahkan seisi salon pun bakal mentertawakan penampilannya. Alula sangat sadar diri semenjak Kevin tak menghargai dia sebagai istrinya.

“Kamu itu seorang wanita bersuami sekarang, ayolah!” desak Arjun.

“Tak ada yang bisa aku perbuat. Sekali pun aku masuk ke dalam, suamiku akan tetap menceraikanku. Dia lebih mencintai pacarnya.” Lula sangat pintar menahan air matanya, tapi kali ini air matanya berhasil menitik mengingat perkataan Kevin beberapa jam yang lalu.

“Di dunia ini tak ada yang tak mungkin, kamu bisa asal kamu punya kemauan keras. Aku akan memberikan sentuhan dibeberapa titik.” Arjun menunjuk beberapa sudut di wajahnya.

“Kamu sedang melawak?” Alula seolah mentertawakan keseriusan Arjun dalam berucap.

“Kalau belum dicoba mana tahu ....” tanpa menunggu respon Alula lagi, Arjun mendorong tubuh yang dua kali lebih berat darinya itu.

Kini Alula sudah duduk manis di depan cermin. Menarik nafas panjang tentu sedikit mengurangi rasa nerfesnya. Sekilas dia menatap cermin di depannya, matanya tertarik untuk melihat berbagai peralatan dan benda untuk kecantikan.

"Benda apa ini?" telunjuknya menunjuk lurus satu paket kecantikan.

"Sponge dan beauty blender," terang Arjun.

"Ku kira blender itu hanya ada di dapur, di salonmu juga ada," celetuk Lula yang membuat Arjun menahan amarah.

"Kamu ini istri seorang CEO, masa alat seperti itu saja tak tahu." Lula hanya mengangkat bahunya, memang ia tak tahu.

"Kamu aku kasih tahu, ini namanya face powder brush, blush brush, fan brush, Spoolie brush, eyeshadow blending brush

Arjun yang langsung turun tangan menangani masalah ini.

“Berat,” Arjun menatap lekat wajah lebar milik  gadis di depannya.

“75 kg.” Sahut Alula singkat, ia berpikir Arjun menanyakan berat badannya.

Arjun sepintas terkekeh, “Bukan itu maksud ku, ada banyak kasus di sini. Kau wanita model apa, lihat dengan jelas wajahmu, jerawat, komedo, berminyak jadi satu di sini.” kalimatnya terhenti sambil menunjuk hidung Lula.

Alula mengerucutkan bibirnya, “Kalau tahu aku masuk ke dalam sini hanya mendengar makianmu, lebih baik aku pergi saja!” Lula hendak beranjak.

“Hei, aku bercanda Alula, tenang kan dirimu!” Arjun menahan kedua bahu Lula agar tetap pada posisinya.

Hanya Arjun yang memanggil namanya secara benar. Alula merekam banyak di otaknya panggilan waktu ia sekolah dulu. Boboho lah, Betty Lafea lah, dan sekarang reputasi si gendut yang semua orang sematkan padanya.

"Kamu siap untuk menjadi cantik?"

"Entahlah, Arjun, aku tidak yakin." Lula mendesah.

"Kamu harus yakin, kamu ingat kata-kata yang kamu berikan padaku, itu menjadi motivasi dalam hidupku."

Alula mengernyitkan dahi memutar kenangan yang telah lalu.

"Jangan lupa bahagia?"

"Yap, betul sekali! Ok, mari kita mulai!" Arjun memberikan isyarat agar Alula rileks.

Perlahan Alula merasakan dinginnya es batu yang menjalar di wajahnya. Pijatan pun mulai ia rasakan juga. Olesan krim menjelajahi kulit. Ini kali ia rasakan selama menyandang gelar remaja.

Alula semasa sekolah dulu memiliki pribadi yang unggul di semua materi pelajaran. Karena ia miskin, tak punya biaya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Alula bekerja seharian mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dia dan ibunya yang sakit-sakitan. Ayahnya sudah lepas tangung jawab seketika itu. Alula menggantikan ayahnya sebagai tulang punggung. Belum sampai hidup bahagia dia harus rela ditinggal ibunya yang tercinta, suatu kanker telah menggerogoti tubuh ibunya.

Di luar tampak hujan mengguyur bumi. Banyak pengunjuk di sore itu. Ada yang datang sekedar potong rambut saja dan ada yang semir saja. Alula memejamkan mata setelah lelah berceloteh. Kini dia menikmati sentuhan halus dan kadang sedikit membuatnya geli. Bahkan sekarang Alula tertidur.

Arjun tersenyum melihat tingkah Alula, dia tetap bekerja sesuai keahliannya. Meski banyak karyawan yang menawarkan jasa unyuk menggantikan, Arjun tetap menolak.

Hampir tiga jam Arjun menekuni pekerjaannya. Meski lelah ia tak menghiraukan. Entah apa yang membuat dia seyakin ini untuk menjadikan Alula layak dihargai. Arjun kenal betul Alula seperti apa. Dia berteman tak memandang bulu. Meski Arjun hanya anak pemulung, Alula kecil tetap mau berteman. Dia ingat betul waktu itu tak punya uang untuk membeli buku. Alula lah yang menghadiahi dia sebuah buku. Meski sederhana kebaikan yang Alula berikan, namun bagi Arjun itu hal yang besar.

Sesekali Arjun mengelap keringat. Sudah terlihat jelas perubahan yang Alula tampilkan. Wajahnya setelah dipermak benar -benar bersih dari sebelumnya. Terlihat lebih glowing dan rambutnya pun kini terlihat lurus sepinggang. Ini tak hanya sekali, butuh beberapa waktu lagi untuk menuju kata sempurna.

Merasa suasana sudah tenang, Alula membuka matanya. Mengedarkan pandang mengamati keadaan sekitar. Ia tertidur cukup lama, tentu membuat malu.

“Kok sepi?” Alula mengucek kedua matanya.

“Semua orang sudah pergi satu jam yang lalu.” Terang Arjun yang berhasil membuat Lula melongo.

“Satu jam, bahkan kamu tak membangunkan aku!” Alula terhenyak dari duduknya dan dengan nada tinggi dia segera bangkit.

“Pasti kamu haus, minum ini!”  Arjun tak menanggapi keluhan Lula, dia menyodorkan secangkir teh hangat.

"Rambutku!" pekik Lula yang tak mendapati model kepangnya lagi.

"Si-siapa dia?" Lula terpukau dengan wajahnya sendiri tak percaya dengan pantulan di cermin.

"Itu dirimu, Alula Farhah .... "

"Ini tidak mungkin, wajahku, bagaimana bisa berubah menjadi cantik seperti ini?" Alula meraba wajahnya.

"Ya Tuhan, aku terlalu lama berada di luar, Kevin pasti juga sudah pulang, aku harus secepatnya tiba di rumah.” Tiba-tiba Alula panik teringat dengan suaminya. Meski suaminya sering mendiaminya, tapi tetap saja dia merasa bersalah jika keluar rumah tak pamit.

“Di luar masih hujan, tunggulah beberapa saat lagi. Teh celup ini bisa mengurangi kekhawatiran kamu pada suami yang tak menganggapmu itu.” Lagi, Arjun menyodorkan cangkir dan Alula pun menerimanya, tak ada yang salah dengan ucapan temannya itu, ia mulai menyeruput teh manis miliknya.

Kevin biasanya tiba dirumah pukul 19.00, setelah masuk apartemen dia akan langsung ke kamarnya dan nyaris tak ada percakapan diantara keduanya. Pernah Lula menawarkan secangkir kopi saat tahu suaminya membawa berkas pekerjaan pulang, bukannya diterima, kopi itu malah ditumpahkan. Tentu saja sangat sakit dirasakan.

Dirasa hujan sudah reda, Alula izin pulang.

“Ini sudah malam, tak baik jika seorang gadis pulang sendirian. Aku akan mengantarmu.” tawar Arjun.

“Lebih tak baik lagi jika seorang istri pulang di antar pria lain.” Alula tak mau kalah berargumen.

“Hei, aku ini bukan pria lain. Aku temanmu sejak kecil. Lagian, dia takkan marah jika kamu bersama orang lain kan?” perkataan Arjun ada benarnya juga. Kevin sekali pun tak pernah menyapanya, bahkan untuk memanggil namanya pun tak pernah. Selain kata ‘Gendut ‘.

“Baiklah, lagi pula aku tak membawa uang. Bagaimana aku bisa pulang nantinya?" gumamnya.

“Aku ambil kunci mobil dulu, “ Arjun kembali ke belakang untuk mengambil kunci di laci meja.

Arjun mengendarai mobilnya meninggalkan salon.

“Kamu tinggal dimana?” Arjun memulai pembicaraan yang sejak masuk mobil tadi hening.

“Apartemen Rahayu.” Sahut Lula singkat.

“Lantai berapa?"

" Lantai 5," sahut Lula seraya membenarkan posisi duduknya. Dia mengambil cermin yang tersimpan di dalam tas kecilnya. Arjun yang mengetahui itu segera berkomentar.

"Cantik, kamu memang pantas mendapatkan gelar itu."

Alula meraba wajahnya, "Bahkan aku tak mempercayai ini, kamu seolah seperti pesulap yang mampu merubah ku seperti cerita dalam dongeng."

Arjun tertawa, "Bahkan suami mu aku jamin akan menerkammu." pria lajang ini sangat suka sekali menggoda Lula.

"Jangan bicarakan sesuatu yang tak pernah aku bayangkan!"

"Sebenarnya kamu bisa pergi darinya jika hanya rasa sakit yang kamu terima di dalam pernikahan itu." usul Arjun.

"Itu akan terjadi, tapi tidak sekarang. Ibu mertuaku sangat baik padaku, aku tidak bisa menyakiti hatinya."

Tak terasa mobil Arjun berhenti di sebuah apartemen.

Lula segera turun dan mengucapkan terima kasih. Arjun hanya tersenyum dan melenggang mengikuti langkah Lula.

"Jun, ngapain juga kamu harus ikut?"

sarkas Lula.

Arjun sepertinya suka sekali tertawa, "Aku juga tinggal di sini." jawabannya benar -benar membuat Lula tercengang.

"Kamu juga tinggal di apartemen ini!" tanpa mempedulikan Lula yang masih mematung Arjun lebih dulu masuk, dia juga sama tinggal di lantai 5.

Setelah pria berusia 25 tahun itu tak terlihat batang hidungnya lagi, Alula masuk ke dalam apartemen, didapati suaminya sedang duduk di sofa. Tentu sedang menunggu kepulangan dirinya.

"Gendut, dari mana kamu!" bentak Kevin penuh amarah, tak biasanya dia bertanya perihal kepulangannya.

"Bukan urusanmu." sahut Lula ketus, rasa sakitnya masih membekas.

Kevin segera berdiri dan berjalan cepat ke arahnya. Dia menatap intens istri gendut nya itu.

Kevin tertawa lebar seketika itu.

"Kamu apakan wajahmu, kamu tetap jelek di mataku!" setelah puas mentertawakan wajah istrinya, Kevin berhenti tertawa. Alula yang merasa malu menundukkan kepalanya, hampir saja matanya menghangat.

"Dasar gendut, gara -gara kamu pergi nggak bilang, mama memarahiku habis -habisan. Lain kali laporan padaku!" Kevin menarik paksa tas Lula dan mengambil ponselnya.

"Mau apa kamu!" Alula tak terima seraya mendongak. Dia mencoba merebut tasnya, namun kalah tinggi.

"Diam kau Gendut!" setelah menemukan benda pipih itu, Kevin merogoh sakunya. Kevin selama menikah belum punya kontak nomor istri nya. Dia memasukkan nomornya agar suatu waktu bisa menghubunginya dengan mudah.

"Nih, besok mama mengajak kita datang ke rumah. Jangan sekali pun kamu mengadu tentangku!" Kevin melempar ponsel, dengan sigap Lula menangkapnya.

"Tapi aku besok sedang ada janji?" tolak Alula. Ia teringat pada Emi kalau besok sepulang kerja akan membeli sepatu.

"Lebih penting mana, mama atau janjimu itu!" Suaminya itu tanpa mendengar jawaban Lula segera pergi masuk ke kamarnya.

Alula segera mengecek ponselnya. Tertera nama Kevin di sana. Senyum kecil menghiasi bibirnya yang manis. Meski masih benci, entah mengapa dia begitu senang. Alula lantas masuk ke kamar yang lain. Kamar mereka terpisah dengan dapur.

Alula mengeluarkan semua benda yang ada di paper bag. Dia mencoba mengingat nama-namanya.

"Aduh, apa ya tadi, aku kok lupa, blender apaan ... yang ini penjepit bulu mata," Lula mencoba menghafal satu set alat kecantikan yang Arjun berikan secara percuma itu. Karena merasa kesulitan menyebut namanya, Alula menjejernya saja di depan meja rias.

Sementara Kevin sedikit gusar tak bisa tidur. Mencoba memejamkan mata.

"Apaan sih ini, kenapa wajah Lula sulit sekali hilang dalam bayangan. Aku mungkin sudah gila." Kevin membenamkan wajahnya pada bantal. Mencoba posisi senyaman mungkin namun tak bisa terpejam. Lantas dia keluar kamar untuk mengambil air minum.

"Kyaa ...!" teriak Kevin saat di dapur.

"Apaan sih kamu, mengagetkan aku saja." Alula segera melepas topeng masker di wajahnya.

"Seharusnya aku yang bilang begitu, jantungku hampir copot." Kevin mengusap dadanya. Setelah nafasnya teratur pandangan kedua insan itu bertemu. Kevin melirik sekilas tampilan istri nya.

"Ngapain malam-malam pakai itu?" Kevin menunjuk masker wajah yang ada di tangan Alula.

"Ini masker wajah, biar wajah tetep putih dan fress." terang Alula dengan polosnya.

"Jangan pakai itu lagi di dalam apartemenku, hanya orang gila saja yang akan tertarik dengan penampilanmu!" Kevin segera membuka kulkas untuk mencari botol air mineral.

Alula masih mematung mencerna makian suaminya. Setelah suaminya pergi, Alula hendak mengambil beberapa cemilan di dalam kulkas juga.

"Loh, mana semua cemilanku, perasaan saat aku pergi tadi masih ada," gumamnya seraya mengingat. Matanya tertuju pada beberapa bungkus snack di keranjang sampah.

"Ini pasti ulah si playboy itu." Alula dengan perasaan kesal menuju kamar suaminya.

Tanpa mengetuk Alula langsung menerabas masuk.

"Hei, Gendut, yang sopan kamu! Siapa yang mengizinkan kamu masuk ke kamarku, hah!" bentak Kevin yang segera bangkit dari ranjang.

Dia mendorong bahu kiri istri nya, hingga mundur beberapa langkah.

"Singkirkan tanganmu dariku, cowok playboy!" Alula menepis tangan Kevin. Dia mendadak berani membalas makian suaminya. Entah dapat dorongan dari mana dia.

"Oh, rupanya kamu sudah berani melawanku ya!" Kevin melayangkan tangannya namun masih tertahan di udara. Alula sontak memejamkan matanya. Bulu matanya yang lentik dan pipinya yang mulus terlihat jelas kalau malam ini Alula terlihat bersinar dari hari sebelumnya.

Alula segera membuka mata setelah ia tak merasakan apa pun yang seharusnya mendarat di pipinya.

"Keluar segera kamu dari kamarku!" bentak pria bertubuh atletis itu.

"Kamu kan yang menghabiskan semua snack yang ada di kulkas?" seloroh pertanyaan yang membuat Kevin tercengang.

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!