"kenapa, tidak pernah melihat cowok ganteng sebelumnya" tanyanya menatap Zivannya yang terlihat terpana menatapnya.
Zivannya menarik nafasnya panjang, menggeleng pelan. "bukan begitu pak komandan, saya tidak menduga jika anda masih muda, saya kira anda diatas umur 30" kata Zivannya mengambil kemeja kotak-kotak milik pemuda itu tanpa memandangnya lagi.
"kunci pintunya, jangan dibuka jika bukan saya yang mengetuk pintu" balik badan komandan sebelum meninggalkan ruangannya. Zivannya mengangguk dan segera mengunci ruangan untuk mengganti kemejanya yang penuh bercak darah.
setengah jam kemudian ruangan diketuk seseorang.
"nona, ini saya" salam komandan. Zivannya segera membuka pintu yang terkunci. komandan itu menatap Zivannya sebentar yang memakai kemejanya.
"kebesaran ya" masuknya mengambil kunci. Zivannya hanya diam mematung.
"ayo, ini sudah masuk waktunya menghadap Kiblat" pandangnya. Zivannya hanya menganggukkan kepalanya pelan mengikuti arah komandan itu melangkah.
disamping gedung terdapat mushola kecil, beberapa polisi sudah mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajiban. Zivannya melakukan hal yang sama dan mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajibannya.
usai melaksanakan kewajiban, Zivannya menunggu dipojok mushola sambil berdzikir. komandan menanti tidak jauh dari keberadaan Zivannya. Zivannya menyadari keberadaan pemuda itu, membereskan perlengkapannya dan menghampirinya. pemuda itu mengulurkan tangan kanannya kearah Zivannya. Zivannya hanya menatapnya heran. pemuda itu menunggu Zivannya untuk mencium tangannya. Zivannya meraih tangan pemuda itu ragu-ragu dan mencium punggung tangannya pelan. pemuda itu mengucapkan doa dan mencium kening Zivannya lembut. Zivannya hanya berdiri mematung akibat perlakuan pemuda komandan itu.
"ayo, kita makan dulu, cacing diperutku sudah meronta untuk minta dikasih makan" pandangnya tajam menatap Zivannya yang hanya diam saja. kembali sadar, Zivannya bergegas mengikuti komandan itu masuk kedalam mobil.
"oh ya namaku Bagaskara. kamu bisa memanggilku dengan kak Aga. itu nama panggilan kecilku. hanya sedikit yang tahu nama panggilan itu" kata Bagaskara, sambil melajukan mobilnya menembus senja.
"Zivannya Fritscha, biasa dipanggil Zivannya" jawab Zivannya pelan.
"kamu masih kuliah, fakultas apa, umur berapa, berasal dari mana" tanya Bagaskara menatap Zivannya yang menatap keluar jendela mobil.
"tehnik sipil, semester 4, 19 tahun berasal dari kota X" jawab Zivannya. Bagaskara menganggukkan kepala paham.
"masih muda juga ya.. ternyata selisih umur kita tidak banyak. aku akan 25 tahun ini. setelah selesai pendidikan langsung bekerja" kata Bagaskara. Zivannya menyandarkan kepalanya ke sandaran kepala.
"aku sedikit pusing kak" pijit kepala Zivannya. Bagaskara segera membelok menuju warung makan kecil tidak jauh dari situ.
"kita makan dulu, setelah itu kamu minum obatnya." raih obat diatas dashboard Aga dan membuka pintu mobil. Zivannya membuka pintu dan melangkah keluar mengikuti langkah Aga.
Aga memesan makanan untuk mereka berdua, Zivannya segera memakan makanannya sesaat setelah datang.
"kamu kelaperan" senyum Aga melihat Zivannya yang terlihat lahap menyantap makanannya, Zivannya mengangguk pelan. Aga menyodorkan segelas jeruk panas kedepan Zivannya.
"aku lebih suka jeruk panas dari pada teh panas" jawab Aga melihat ekspresi Zivannya yang menatapnya heran.
"kebetulan yang sama, jeruk lebih kusuka" jawab Zivannya. Aga mengangguk mengunyah makanannya.
"minum obatmu agar tidak demam" kata Aga menyodorkan obat dari klinik tadi. Zivannya meraihnya dan membuka satu kemudian diminumnya dengan air mineral.
"makasih kak. ini sudah semakin malam. sebaiknya aku pulang sekarang" lihat Zivannya. Aga mengangguk, membayar makanan yang mereka pesan tadi dan segera meninggalkan warung makan tadi.
"berapa nomer ponselmu jika ada sesuatu aku bisa dengan mudah menghubungimu" tanya Aga. Zivannya menepuk dahinya pelan seperti mengingat sesuatu yang terlupa.
"astaga, aku lupa jika tadi pergi mencari Rara, pasti dia kebingungan mencari ku dari tadi" teringat Zivannya. Aga menyodorkan ponselnya agar Zivannya segera menghubungi temannya. Zivannya segera menekan nomor ponsel Rara.
"hallo Ra, ini aku" salam Zivannya setelah nada dering terhubung yang diloud speakers Zivannya.
"Zivannya" teriak Rara panik. Zivannya menjauhkan ponsel Aga.
"kamu ada dimana sekarang, aku mencarimu sampai kemana-mana, sampai Dimas aku minta bantuin untuk mencarimu. ponsel mu juga tidak bisa aku hubungi, tasmu tertinggal dimobil. aku sampai kayak orang gila tau nggak Zi" tangis Rara.
"udah Ra, dengerin dulu Zivannya ngomong jangan dipotong" ujar Dimas dari seberang berusaha menenangkan Rara yang panik.
Zivannya tersenyum mendengar suara Dimas yang berada disamping Rara. Aga melirik Zivannya sesaat saat mendengar suara lelaki lain, perasaannya seperti dibakar oleh api cemburu. tidak suka melihat sikap Zivannya.
"hallo zi, bagaimana keadaanmu. Rara panik tidak menemukanmu tadi" kata Dimas.
"baik Dim, makasih kamu sudah menemani Rara tadi. aku terjebak dikerumunan orang tadi. Rara berjarak jauh dariku saat itu, aku tertabrak oleh beberapa polisi yang melakukan pengejaran. ini aku bersama komandan mereka habis dari klinik dan kekantor polisi sebentar. jangan kuatir, aku baik-baik saja. besuk pagi aku berangkat kekampus ada kuliah pagi kan." jawab Zivannya.
"ponselmu kemana, ini nomer siapa" tanya Rara serak sehabis menangis. Zivannya menggigit bibirnya sesaat.
"kayaknya terjatuh saat aku terjatuh tadi" gumam Zivannya pelan, Aga mendengarkan dengan seksama.
"apa, terus bagaimana aku menghubungimu jika ponselmu hilang. motormu juga ada dikampuskan" panik Rara.
"tenang aja Ra, jika aku gajian nanti bisa beli lagi. toh tiap hari kita juga ketemu kan" kata Zivannya memotong pembicaraan Rara karena tidak enak pada Aga yang berada disampingnya.
"aku jemput aja bersama Rara, kamu dimana sekarang" kata Dimas tidak tenang.
"tidak usah dim, ini aku dalam perjalanan pulang ke kost diantar komandan polisi. jadi lebih aman kan" tawa Zivannya kecil. Aga menatap Zivannya yang tertawa, terlihat cantik.
"besuk pagi aku jemput ya, jam 7an" kata Dimas
"iya, biar Dimas besuk yang jemput, aku pasti bangun telat" kata Rara mengiyakan perkataan Dimas.
"nggak usah, besuk bisa naik angkutan umum. terimakasih kalian sudah mengkhawatirkan ku, kalian sahabat terbaikku" senyum Zivannya.
"idih, siapa yang mau jadi teman baik Dimas. ogah aku mah" cibir Rara kembali ketus kepada Dimas.
"kalo gitu jadi kekasihmu aja ya Ra, mumpung ada Zivannya yang menjadi saksi. kamu setuju kan Zi" tanya Dimas.
"absolutly 100 persen" tawa Zivannya mendengar pertengkaran mereka berdua.
"ogah, cari cewek lain aja" jawab Rara.
"ayolah Ra, kamu kan tau kalo aku menyukaimu dari pertama kali bertemu. jangan selalu menjauh begitu" kata Dimas pelan.
"Zivannya aja bisa menolak banyak cowok yang suka sama dia, kenapa aku nggak bisa menolakmu" kata Rara.
Zivannya menatap ponsel Aga yang berisi pertengkaran mereka. Aga tertawa pelan melihat tingkah Zivannya yang merasa tidak enak.
"maaf kak, mereka kalo ketemu mesti bertengkar. tapi kalo nggak ketemu suka nyari satu sama lain" kata Zivannya menutup percakapannya dengan Rara sepihak. Aga menganggukkan kepalanya mengerti.
"makasih kak, sudah mengantar sampai kost. terimakasih sudah membawa keklinik dan mentraktir makan tadi" kata Zivannya sebelum turun dari mobil, Aga mengangguk tersenyum.
"aku pulang dulu, jangan lupa untuk menghadap kiblat sebelum tidur dan disepertiga malam" pesan Aga sebelum mobil meninggalkan halaman kost Zivannya. Zivannya hanya mengangguk pelan.
masuk kamar Zivannya segera membersihkan diri kekamar mandi yang terletak disudut kamarnya, melaksanakan kewajibannya sebelum merebahkan diri karena kepalanya yang pusing dan sedikit demam.
jam menunjukkan pukul 4.30 pagi, saatnya untuk menghadap kiblat.
Zivannya memakai jeans longgar, kemeja merah bata yang dilipat dibawah lengan, sepatu sneakers hitam kesukaannya, mengikat ekor kuda rambutnya yang agak panjang, meminum air mineral dari galon disudut kamarnya.
setelah dirasa siap untuk kuliah, Zivannya melangkahkan kaki keluar kamar, menguncinya karena waktu sudah menunjukkan pukul 7 lebih. kuliah paginya dimulai pukul 8.
Zivannya mengerutkan keningnya melihat sosok Aga berdiri disamping mobilnya seperti sedang menunggunya. Aga tersenyum lebar melihat Zivannya yang keluar dari rumah kost-an nya.
"ngapain kak pagi-pagi udah disini. nggak apel pagi" tanya Zivannya mendekati Aga, yang membukakan pintu untuknya memberi isyarat untuknya masuk. Zivannya menarik nafasnya berat kemudian masuk kedalam mobil.
"kenapa memangnya, nggak boleh jemput kamu berangkat kekampus" tanya Aga menjalankan mobilnya.
"nggak ada kewajiban Kakak untuk mengantarku kemanapun" geleng Zivannya menatap Aga tajam. Aga tertawa pelan menyodorkan sekotak roti untuk Zivannya.
"aku tau kamu belum sarapan, jangan membantah karena aku nggak mau kamu tidak bisa konsentrasi saat dikelas nanti akibat kelaparan" kata Aga tegas.
Zivannya segera memakannya tanpa bersuara, menatap lurus kedepan. Aga menyodorkan cup coklat hangat. Zivannya meraihnya dan meminumnya setengah, meletakkan kembali disamping tempat meletakkan cup coklat hangatnya.
"aku tidak habis kak, ini terlalu banyak buatku" sodor Zivannya menggelengkan kepalanya. Aga meraih roti ukuran besar yang disodorkan Zivannya kepadanya dan segera memakannya. Zivannya hanya memandang sikap Aga yang menurutnya aneh.
"kenapa, mubazirkan makanan dibuang, apa kamu punya penyakit menular" tanya Aga melihat ekspresi Zivannya.
"ada, langsung tidur jika ketemu bantal" jawab Zivannya sekenanya. Aga tergelak mendengar ucapan Zivannya yang menurutnya lucu.
"oh ya Zi, dibelakang ada sesuatu buatmu. ambil dulu" kata Aga teringat sesuatu. Zivannya menoleh kebelakang dan meraih sebuah paperbag, membukanya perlahan.
"itu untuk mengganti ponselmu yang kemarin hilang, sudah ada nomer baru. nomerku sudah ada diurutan pertama dipanggilan cepat." kata Aga menjelaskan panjang lebar. Zivannya membuka box ponsel baru, menatapnya lama.
"kenapa kak, aku tidak suka seperti ini" pandang Zivannya menutup kembali box ponsel baru.
"kenapa kamu tidak suka dengan modelnya, apa mau ganti dengan yang lain" pandang Aga menatap Zivannya sesaat.
"tidak, ini terlalu mahal buatku kak, aku nggak bisa menerimanya. ponselku hanya biasa aja." geleng Zivannya.
Aga menyeruput coklat hangat Zivannya tadi. "it's oke, aku udah lama memiliki ponsel ini dirumah, nggak ada yang make dari pada hanya tergeletak mending kamu yang pake. kebetulan ponselmu hilang karena jatuh, ya sudah. kebetulan sekali" pandang Aga.
Zivannya menggeleng.
"jika kamu sudah punya ponsel baru, kamu bisa jual aja, untuk nambah beli yang baru. beneran Zi, dirumah hanya tersimpan diatas meja. nggak ada yang pake. aku hanya butuh ini aja" kata Aga memperlihatkan ponsel yang kemarin dipake Zivannya.
"kenapa kakak begitu baik padaku, kita kenal aja baru kemarin kak, itupun bukan sepenuhnya tanggung jawab kakak. aku juga salah karena berada ditempat kejadian" pandang Zivannya lembut. Aga menatap manik mata Zivannya yang membiusnya.
"karena aku mencintaimu pada pandangan pertama menatapmu" ucap Aga didalam batinnya.
hai hai hai... para readers, love you all sekebon pisang, biar bisa dibuat pisang goreng yang banyak hehehehehe..
selamat menikmati cerita kedua kalang di sini. jadi mohon maaf jika ada banyak kesalahan dalam merangkai kata dan kalimat.
ciehhh... udah kayak mau tampil dikondangan aja nih hahahaha...
dukung yaaa... karya keduaku.
love...love...love all sekebon pisang biar bisa bikin pisang goreng banyak..
thanks a lot pisang sekebon...😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Waah gercep juga si Aga 😂😂😜
2023-07-09
0
Qaisaa Nazarudin
Whaat apa maksudnya dia suruh Vannya mencium tangannya dan dia mencium kening Vannya?? Udah kayak suami istri aja..Kok bisa gitu 🤫🤫😇😇
2023-07-09
0
Manggu Manggu
bagus cerita 💪👍
2022-11-04
0