Sudahkah menjadi Imam yang baik?
Sudah satu bulan Binar tinggal di rumah mertuanya. Hampir semua pekerjaan rumah dia lakukan mulai dari menyiapkan sarapan hingga makan malam. Lelah? Tentu saja, pasalnya dia juga harus bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Tidak ada waktu bersantai.
Ternyata seperti inilah ibu rumah tangga, pikirnya.
Namun yang lebih mengesalkan hampir setiap hari Ella mencari masalah dengannya. Terlebih setiap malam gadis itu selalu mengajak Intan untuk makan malam bersama. Tidak cukup sampai disana, mereka berdua membuat ulah dengan mengomentari masakan Binar dan membandingkan dengan masakan Intan. Binar kesal namun berusaha menahannya, dia hanya ingin mempertahankan nama baik di depan mertuanya.
Seperti sekarang, baru saja Binar mendudukan dirinya disamping Albiru, adik kesayangan suaminya itu sudah berkomentar tidak mengenakkan.
“Sayurnya keasinan,” komentar Ella.
Kemarin hambar sekarang keasinan, batin Binar kesal.
“Nggak asin kok,” sahut Albiru. Suami Binar itu tampak menikmati makan malamnya, tidak memedulikan ekspresi kesal sang adik.
Binar sedikit bernapas lega karena ada Albiru yang selalu membelanya.
“Kemarin Intan masak sop enak banget loh Bu, coba Ibu rasain pasti cocok dilidah Ibu.” Ujar Ella dengan senyum bangga memuji masakan sahabatnya.
Ibu Siti tersenyum sebelum menimpali, “Intan kan memang pintar masak.”
“Istri Biru juga pintar masak kok, kalo menurut kalian nggak enak ya berarti nggak cocok dilidah kalian,” Sahut Albiru.
“Tetap aja masakan Intan jauh lebih enak,” Ella jelas tidak mau mengalah. Kalau bisa dia akan terus mencecar Binar.
Binar menghela napas sebelum membuka suara, “kalau gitu Intan bisa masak untuk makan malam besok kan?”
Ella mendengus kesal. Tidak menyangka Binar akan melawan didepan orang tuanya, biasanya Binar memilih mengalah tidak mau memperpanjang masalah.
“Intan bisa kan masak besok, sekalian Binar mungkin mau mecicipi masakanmu. Ibu sama Ayah sudah kangen masakanmu. Iyakan Yah?” Ibu Siti menatap suaminya yang hanya menganggukan kepala.
Dalam hati Binar bersyukur akhirnya dia memiliki sedikit kebebasan. Jujur saja mengurus rumah ditambah pekerjaan kantor yang menumpuk sudah cukup menguras energinya. Binar bahkan kasihan pada Albiru karena dia tidak memiliki banyak waktu untuk berduaan dengan suaminya itu.
...****************...
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, Albiru duduk ditepi ranjang menunggu Binar yang sedang memakai skincare malamnya. Tidak hentinya Albiru bersyukur memiliki istri seperti Binar.
Binar yang merasa ditatap menoleh kearah suaminya, “kenapa sih ngeliatin segitunya?”
“Kamu cantik,” jawab Albiru tulus.
Tanpa bisa dicegah pipi Binar bersemu merah. Wanita itu tetap malu-malu meski sudah sering mendengar pujian dari suaminya.
Sedangkan Albiru yang melihat wajah malu-malu Binar hanya tersenyum tanpa bisa berkata-kata, istrinya itu sungguh menggemaskan.
Albiru berdiri dari duduknya, kemudian berjalan menghampiri istrinya yang masih setia duduk didepan kaca. Dengan mesra Albiru memeluk Binar dari belakang, menyandarkan dugunya dipundak sang istri.
“Cantik banget sih istri aku,” kembali Albiru memuji.
“Apaan sih kamu, nggak mempan gombalannya.”Binar mengelak, berusaha melepaskan pelukan Albiru.
“Tapi pipinya merah nih,” dengan gemas Albiru mencubit pipi Binar membuat pipi putih istrinya itu semakin memerah.
“Sakit, Biru! Udah deh kamu sana jangan gangguin aku.”
Bukannya menurut Albiru justru semakin menggoda Binar. Sekarang bukan hanya memeluk Binar kini Albiru menghujani istrinya itu dengan kecupan.
"Gemas banget sih ini istri Albiru," ucap Albiru setelah puas menganggu Binar.
"Dibilang jangan ganggu, mending kamu tidur deh. Aku capek banget," keluh Binar.
"Oke, sambil nunggu kamu selesai ritual skincare aku mau dengar ceritamu hari ini." Albiru beranjak mengambil kursi dan duduk disebelah Binar, dia siap mendengar cerita istrinya.
Ini memang rutinitas mereka bahkan saat pacaran dulu hampir setiap hari mereka telponan hanya untuk saling bertukar cerita.
Binar menghela napas sebelum memulai ceritanya, "aku capek banget, tugas kantor numpuk dan harus selesai minggu ini. Kamu tau kan ada anak baru jadi ya tugasku bertambah, ngajarin mereka buat laporan belum lagi beberapa tugas yang mereka nggak ngerti terpaksa aku yang ngerjain."
Albiru mengelus rambut Binar, tidak menyela istrinya bercerita. Dia tahu Binar sangat perlu membagi keluh kesahnya apalagi sekarang semakin banyak tanggung jawab yang dia pikul.
"Dan sampe rumah aku harus beres-beres masak makan malem. Aku senang bisa ngurus rumah setidaknya belajar mandiri sebelum kita tinggal berdua aja, tapi aku capek sama tingkah laku Ella. Kalo dia nggak suka masakanku setidaknya tolong hargai." Binar menatap Albiru dengan mata berkaca-kaca, menyiratkan dia sudah lelah.
"Sebagai kakaknya Ella, aku minta maaf sayang. Nanti aku omongin sama Ella, jangan jadi beban pikiran ya. Aku nggak mau kamu stress dan malah jatuh sakit," ucap Albiru.
"Dan bilangin juga tolong berhenti bandingin aku sama sahabatnya itu," tukas Binar.
"Iya sayang, sudah ayo kita tidur. Kamu butuh banyak istirahat." Albiru beranjak dari duduknya, menarik Binar keranjang mereka.
"Malam sayang," ucap Binar sebelum memejamkan matanya.
Albiru mengecup kening Binar dan menarik sang istri kepelukannya.
"Malam sayang, tidur yang nyenyak."
...****************...
Setelah mendengar keluhan Binar semalam, Albiru langsung berbicara dengan Ella. Bahkan dia rela menjemput Ella dari kampus, namun sayang dia lupa ada Intan yang selalu mengekori Ella.
"Hai mas, tumben banget mau jemput Ella." Ella menyapa dengan riang setelah masuk kedalam mobil disusul Intan yang duduk dibelakang.
Albiru sedikit bernapas lega setidaknya gadis itu tahu diri dengan tidak duduk disampingnya.
"Ada yang mau mas bicarin sama kamu." Jawab Albiru sebelum menyalakan mobilnya.
"Ayo kita makan siang bareng, kebetulan Ella sama Intan laper banget."
"Kita bicara dimobil, mas sibuk. Habis antar kamu pulang mas harus kembali ke kantor," Albiru menolak dengan tegas.
"Oke, apa yang mas mau bicarain. Kalo Ella tebak pasti berhubungan sama mbak Binar," tebak Ella tepat sasaran.
Albiru melirik sekilas Ella sebelum menjalankan mobilnya. Dia sedikit bingung harus memulai dari mana.
"Mas cuma mau minta tolong," Albiru menjeda sebentar sebelum melanjutkan ucapannya, "tolong hargai Binar, dia istri mas. Suka nggak suka kamu harus tetap hargai dia."
"Sudah Ella tebak, pasti mas dihasut sama dia kan." Ella melirik Intan lewat kaca spion memastikan sahabatnya itu mendengar percakapan ini.
Albiru menggelengkan kepalanya, "bukan dihasut tapi memang itu kewajiban kamu, menghargai istri mas."
"Tapi aku nggak suka sama dia mas."
"Ella!" Bentak Albiru tanpa sadar.
"Mas Biru jangan kasar sama Ella, kasian dia mas." Intan menyela langsung menggenggam tangan Ella saat dilihatnya mata gadis itu berkaca-kaca.
"Orang luar nggak usah ikut campur," ujar Albiru datar.
Intan terkejut mendengar ucapan Albiru. Tentu saja dia sakit hati, tapi apa yang diucapkan Albiru benar bahwa dia hanya orang luar.
"Kenapa mas jahat banget sih?" tanya Ella tak percaya.
"Kamu atau mas yang jahat? Kalo kamu lupa, perbuatan kamu ke Binar selama ini jauh lebih jahat." Albiru melirik sinis kearah Ella dan Intan yang seketika terdiam tidak berani bersuara.
"Sekali lagi mas tekankan, hargai Binar sebagai istri mas dan jangan sekalipun bandingkan dia dengan sahabatmu itu karna dilihat dari manapun Binar jauh lebih baik." Sambung Albiru tegas tidak mau dibantah.
...****************...
“Gila ya si batu kali itu, dasar nggak tau malu!” maki Fay setelah mendengar curhatan Binar soal Intan yang selalu berkunjung ke rumah mertuanya.
Saat ini mereka berada di cafe dekat kantor untuk makan siang.
Binar tertawa kecil mendengar julukan yang Fay berikan pada Intan, “namanya Intan bukan batu kali.”
“Dih kebagusan tuh namanya, nggak cocok sama tingkah lakunya. Gue yakin sih batu kali itu pasti muka dua."
"Gue sih merasa begitu juga," Binar tersenyum tipis.
"Tapi gue heran sih, kenapa Ella keliatan banget mihak si batu kali."
"Mereka kan sahabatnya Fay, ibarat lo sama gue. Pasti kan lo mihak gue dan begitupun sebaliknya."
Fay berdecak sebal tidak terima perumpamaan Binar, "Nggak bisa dibandingin sama kita dong Bi."
Binar tertawa namun tawanya segera lenyap saat melihat pesan masuk dari Ella.
Ella nggak tau mbak Binar ngadu apa sama mas Biru, tapi Ella nggak terima gara-gara aduan mbak itu, Ella jadi dibentak mas Biru!!
Dan Binar hanya menghela napas untuk kesekian kalinya selama menjadi istri Albiru.
Cobaan apalagi ini!? Batin Binar pasrah.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Neneng Hernawati
harus banyak sabar kamu Binar ngadepin adik ipar gk ada akhlak kaya si Ella
2022-06-04
0
Yukity
Semangat 🆙😍
2022-05-16
1