“Iya Biru, Ibu juga nggak bisa jauh-jauh dari kamu. Nanti aja ya kalian pindahnya, untuk sementara kalian tinggal disini dulu.” Pinta Ibu Siti yang langsung disambut bahagia Ella dan pelototan tak percaya dari Binar.
Albiru terdiam tidak tahu harus menjawab apa. Seandainya hal ini bicarakan sejak awal mungkin akan mudah dibicarakan. Satu sisi Albiru tidak tega melihat Ibu dan adik bungusnya namun disisi lain tidak mungkin dia egosi hanya mementingkan perasaan keluarganya sedangkan ada Binar yang merupakan istrinya. Dan melihat Binar yang hanya diam tidak menolak ataupun mengiyakan membuat Albiru serba salah.
“Nanti kita bicarakan lagi ya, Bu. Ibu kan tahu Biru sudah menikah dan Biru harus berdiskusi dulu sama Binar.” Jawab Albiru pelan takut menyinggung perasaan Ibunya.
“Binar pasti mau kok. Iyakan Binar?” Binar yang ditodong Ibu Siti hanya mampu tersenyum canggung. Tidak tahu harus menjawab apa.
“Perasaan mas Biru pindah rumah juga masih di daerah Jakarta bukan di luar negeri. Ibu berlebihan banget sih, mas Biru juga pasti bakal sering hubungin Ibu kan.” Fadli yang sedari tadi menyimak akhirnya ikut bersuara. Dia sedikit kasihan dengan kakak iparnya itu.
“Yang dibilang sama Fadli benar, Bu. Rumah Biru sama Binar kan nggak jauh dari sini. Setidaknya masih bisa menginap disini kalau Biru sama Binar libur kerja.” Ucapan Albiru langsung disambut wajah masam Ella.
“Kok mas Biru ngomong gitu sih. Ella sama Ibu belum bisa tinggal jauh dari mas. Lagain apa susahnya sih tinggal disini dulu sampai Ella sama Ibu siap pisah dari mas Biru.” Protes Ella yang disambut senyum sinis Fadli.
“Mbak Binar yang anak tunggal aja nggak segininya. Malu dong sama orang tua mbak Binar yang nggak rewel kaya Ibu sama Ella.” Sahut Fadli disertai senyum mengejek.
Melihat itu Binar tersenyum kecil. Setidaknya ada Fadli yang masih berada dipihaknya. Sedangkan Albiru hanya diam belum bisa memberi jawaban.
“Sudah nanti saja bicaranya, ayo kita makan siang dulu. Kasihan Biru sama Binar mereka pasti masih capai.” Ayah Latif yang sejak tadi hanya menyimak akhirnya ikut bersuara.
Semua mengangguk setuju, mereka perlu mengisi perut dulu setelah itu mungkin bisa berdiskusi dengan kepala dingin. Sedangkan Ella yang masih ingin protes hanya mampu menelan kembali kalimatnya. Ayah Latif bukan seseorang yang bisa dia bantah seperti kedua masnya.
...****************...
Disisi lain terlihat Ayah Ibra yang menenangkan istrinya yang menangis. Selama ini Bunda Ina dan Binar tidak pernah berjauhan dan sekarang melihat rumah begitu sepi tanpa celoteh dari Binar membuat Bunda Ina bersedih. Dia merindukan putri kecilnya tidak bisa egois dengan menahan Binar disisinya.
“Sudah, Bun. Kasian Binar kalo Bunda nangis terus, pasti dia merasa sedih. Kan kemarin Bunda sudah janji sama Binar untuk nggak nangis lagi.” Dengan lembut Ayah Ibra membelai punggung Bunda Ina.
“Tapi Bunda kangen Yah sama Binar. Dari semalem Bunda kepikiran apa Binar tidur nyenyak jauh dari Bunda.” Ayah Ibra tersenyum melihat kekhawatiran istrinya, sejujurnya dia juga merindukan Binar namun sebagai orang tua rasanya tidak bijak jika menahan Binar untuk tinggal disisinya.
“Coba Bunda telpon. Tadi pagi kan Binar sudah ngabarin Bunda, katanya nanti setelah makan siang dia mau mampir kesini.”
“Bunda takut ganggu waktu Binar sama Biru, Yah.”
Ayah Ibra tertawa kecil sebelum menjawab perkataan istrinya. “Itu Bunda tau, ya sudah Bunda sabar aja paling sebentar lagi mereka datang.”
Tak berselang lama terdengar deru mobil yang Bunda Ina yakinin milik menantunya. Dengan senyum lebarnya Bunda Ina menghapus air matanya dan berjalan menuju pintu untuk menyambut anak dan menantunya.
“Assalamu’alaikum Bunda Binar yang cantik.” Dengan senyum manisnya Binar berlari kecil menghambur kepelukan sang Bunda.
“Waalaikumsalam anak Bunda yang cantik.” Sahut Bunda Ina disertai pelukan hangatnya menyambut Binar.
“Haduh, masa Bunda aja yang dipeluk sih Ayahnya sudah dilupain ya.” Canda Ayah Ibra yang disambut cengiran lucu khas Binar.
Albiru yang melihat pemandangan hangat didepannya tersenyum kecil. Dia masih melihat sosok Binar yang masih berumur belasan tahun. Begitu manja dengan orang tuanya.
“Assalamu’alaikum Ayah....Bunda, maaf kita agak telat datangnya.” Dengan sopan Albiru mencium punggung tangan kedua mertuanya.
“Waalaikumsalam..sudah nggak apa-apa. Cuma tadi ada sedikit drama, tuh Bunda nangis-nangis katanya kangen Binar.” Adu Ayah Ibra mengundang tawa Albiru.
“Ayah...” Protes Bunda Ina malu.
“Sudah-sudah, ayo masuk dulu.” Potong Ayah Ibra sebelum istrinya melayangkan protes panjang. Kemudian mereka berempat masuk kedalam rumah.
...****************...
“Jadi gimana rencana honeymoon kalian?” Tanya Ayah Ibra saat mereka sudah duduk di ruang tamu dan disuguhkan minuman serta cemilan untuk bersantai.
“Rencananya besok, Yah. Kita mau ke Bali aja, kira-kira seminggu sebelum kembali beraktifitas di kantor.” Jawab Albiru. Sedangkan Binar sudah merebahkan kepalanya dipangkuan Bunda Ina.
“Ayah sama Bunda berdoa untuk keselamatan kalian. Oh iya, giman sama rumah kalian? Sudah bisa ditempati?” Ayah Ibra kembali bertanya. Pertanyaan yang membuat Binar bangun dari rebahannya, dia jadi teringat diskusi di rumah mertuanya yang belum selesai.
“Alhamdulillah sudah bisa, Yah. Untuk pindahnya kami masih belum tahu kapan. Barang-barang kami sudah ada yang dipindahkan.” Jawab Albiru.
“Ibu sama Ella mau kita tinggal di rumah mereka dulu Yah.” Sahut Binar, sejak tadi dia ingin mengatakan ini.
“Nggak apa-apa, mungkin mereka belum siap jauh dari Biru. Lagi pula hanya untuk sementarakan.” Jawaban bijak Ayah Ibra membuat Binar cemberut. Dia masih tidak terima dengan usulan untuk tinggal bersama mertua serta iparnya.
“Bunda juga belum siap tinggal jauh dari Binar.” Protes Bunda Ina. Apa mereka pikir dia siap tinggal jauh dari putrinya, jika saja dia bisa egois sudah pasti dia akan menahan Binar untuk tinggal bersamanya.
“Binar juga nggak bisa pisah jauh dari Bunda.” Sambil memeluk sang Bunda, Binar menatap Albiru seolah mengatakan dia ingin tinggal bersama Bundanya.
Albiru hanya diam tidak tahu harus menjawab apa. Dirinya juga bingung mengambil keputusan, tadi di rumah orang tuanya dia juga belum bisa membuat keputusan. Beruntung dia bisa kabur dari rumah orang tuanya dengan alasan sudah berjanji untuk mampir ke rumah mertuanya. Dan sekarang dia juga dihadapkan pilihan yang sama.
“Bunda, apa nggak kasihan sama Biru. Baru juga menikah sudah disuruh memilih antara mertua atau orang tuanya. Kita ikhlaskan saja, nantikan Binar sama Biru bisa menginap disini sesekali.” Dengan Bijak Ayah Ibra memberi saran. Dia hanya tidak ingin menyusahkan Albiru yang baru masih belaja menjadi suami yang baik.
Disisi lain Binar tidak bisa banyak membantah. Dari kecil dia sudah diajarkan untuk mematuhi perkataan Ayahnya karena dia tahu apapun keputusan sang Ayah pasti sudah dipikirkan dengan baik. Binar hanya harus sedikit lebih bersabar, setidaknya sampai beberapa bulan kedepan. Nanti dia akan pelan-pelan meminta mertuanya untuk membiarkan mereka belajar hidup mandiri sebagai suami istri.
TBC
Terima kasih untuk yang sadah mampir. Mohon kritik dan sarannya agar bisa menjadi karya yang lebih baik lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Neneng Hernawati
harusnya biru bisa lebih tegas menentukan sikap,kalau orang tuanya Binar saja merelakan anaknya yg semata wayang tinggal dgn suaminya harusnya keluarga biru pun demikian
2022-06-04
0
R⃟•Dinaa
pilihan sulit..penganten baru harus bingung memilih antara mertua dan orang tua..kalau aku memilih mandiri.
2022-05-16
1
Hajime Nagumo
done give fav dan vote ya
2022-05-16
1