Tawaran

Akhirnya sampai giliran Tama.

"Makan sini Kak?"

"Kamu masih inget aku kan?"

"Maaf, kalo gak beli pindah dulu Kak. Masih ada yang ingin makan," ucap Mei sopan.

"Iya nih. Kenalannya nanti aja Dek!" Celetuk seseorang dari belakang. Ada beberapa orang yang tertawa mendengarnya.

Tama terlihat kesal. Siapa juga yang mau kenalan sama cewek kurus dekil ini. Huh! "Ya udah aku pesen satu."

"Makan sini Kak?"

"Iya."

Saat gadis itu memotong lontongnya, Tama kembali bicara. "Kamu kenal aku kan?"

"Maaf, aku gak kenal Kak."

Tama mengerut dahi. "Kamu gak inget aku?"

"Inget Kak, tapi gak kenal Kakak."

"Oh, maksudnya itu." Tama berdehem.

"Pake telor gak Kak?"

"Oh, pake."

"Sambelnya habis Kak."

"Ngak papa."

"Ini." Gadis itu menyodorkan piring di tangannya.

"Oh, iya." Tama mengambilnya. Ia terlihat bingung.

Mei melihat kebingungan Tama. Ia menoleh ke belakang. "Itu Kak, masih ada yang kosong." Ia menunjuk ke sebuah bangku yang kosong.

"Iya, duduk napa. Bikin lama aja dah." Seorang ibu-ibu gemuk berhijab panjang berdiri di belakang Tama mengomel.

Akhirnya mau tak mau Tama menduduki kursi plastik yang kosong itu dan mengomel dalam hati. Berisik banget nih emak-emak. Aku mau ngobrol sama dia gimana caranya lagi?

Dengan makan pelan-pelan, Tama menunggu kesempatan untuk bicara. Cukup lama, itu pun menunggu dagangannya habis. Gadis itu kemudian mencuci piring.

Tama mulai mendekat dengan menggeser kursinya. Ia berdehem. Masih ada beberapa orang memberikan piringnya pada Mei.

"Mbak, sudah habis ya?" Seorang remaja putri mendatangi gerobak Mei.

"Oh, iya Dek. Maaf!" teriak Mei yang berjongkok di depan embernya. Ia kembali mencuci piring satu-satu dengan sabun.

Suasana di tempat itu lengang. Semua pembeli telah pergi. Hanya mereka berdua yang ada di tempat itu.

Tama kembali berdehem. Mei menoleh. "Sudah Kak makannya?"

"Be-belum." Tama kembali meneruskan makannya yang tinggal sedikit lagi. "Mmh, aku ingin bicara," katanya sambil mengunyah.

Mei kembali menoleh. "Habiskan dulu makannya Kak, baru bicara."

"Nih! Aku sudah selesai." Tama menyerahkan piringnya.

"Minumnya di gerobak ya Kak, ambil sendiri."

Tama menurut. Ia mengambil gelas dan menuangkannya dari teko, teh hangat. Ia kemudian meminumnya.

"Sini Kak gelasnya aku cuci."

Tama memberikan gelasnya. Gadis itu menyabuni dan menenggelamkannya dalam ember.

"Eh, itu kotor dong, gak bisa dipakai cuci lagi," protes Tama.

"Mmh?" Gadis itu meliriknya.

"Harus ada air mengalir baru bersih cucian piringnya."

"Aduh Kak, itu benar tapi dapat di mana keran yang mengalirkan air gratis pada tukang jualan keliling seperti aku ini?"

Tama terdiam. Gadis itu mengambil piring dan sendok yang sudah dicucinya dan mulai ia susun di gerobak.

"A-aku mau bicara padamu, boleh?"

"Ngak."

"Kok kamu pelit banget sih!"

"Kan Kakak tanya, aku jawab." Gadis itu mulai mengambil gelas-gelas yang tercuci.

Tama melihat sekeliling. Ia mulai membantu menyatukan kursi-kursi plastik yang ada. "Aku ingin menawarimu pekerjaan."

Mei menengok pada Tama dan mengerut kening. "Apa?"

"Jadi bodyguard." Pemuda itu menyandarkan tangannya pada kursi plastik tapi kursi plastik itu bergeser. "Eh, eh!"

Mei menahan tawa dan memalingkan muka. "Tidak," jawabnya kemudian.

"Ta-tapi ini bayarannya lumayan lho!"

Mei kembali menoleh dengan wajah menyelidik, memindai tubuh Tama dari ujung kaki hingga ujung kepala. Penampilan orang kaya, tapi apa dia sebagus penampilannya? Dahi Mei berkerut.

"A-apa? Aku bukan orang yang mesum ya?" Tama menyilang tubuhnya di depan dada.

"Pekerjaan ilegal mungkin?" Mei menyipitkan mata.

"Eh, enak aja!" Tama mengangkat jari telunjuknya menunjuk dirinya. "Gini-gini aku anak orang baik-baik ya?"

Mei seperti tak peduli. Ia membuang air di ember ke sebuah selokan, lalu memasukkannya ke dalam laci di bawah gerobak. "Makasih." Gadis itu mengambil kursi-kursi yang sudah disatukan dan menyangkutkannya di pegangan gerobak. Ia mendorong gerobak itu meninggalkan tempat itu.

"Hei! Tunggu!" Tama segera berlari ke arah mobilnya dan meminta sopir mengejar gerobak itu. Mobil kemudian bergerak perlahan ketika sudah di samping gerobak, mengikuti langkah Mei. Jendela kaca di buka. "Oi, aku tidak akan merugikanmu. Ayolah, mau saja. Ya?" bujuknya.

Mei, bergeming. Ia hanya terus mendorong gerobaknya dalam diam.

"Hei!" teriak Tama hingga mengeluarkan tangannya. "Kenapa sih? Kamu takut padaku? Aku benar-benar menawarkan pekerjaan itu. Aku tidak bohong padamu. Hei!!"

Mei tetap menjalan gerobaknya dengan tenang seperti menganggap pria itu angin lalu.

"Hei! Kenapa kamu susah sekali sih, ditawari pekerjaan. Sok jual mahal! Kenapa, butuh lebih, hah? Ya sudah, aku bayar! Kau mau berapa? Dirimu pun sanggup kubeli," ucap Tama kesal.

Mei panas mendengar kalimat itu. Ia menghentikan gerobaknya dan mendatangi Tama. Pria itu kaget dan langsung memasukkan tubuhnya ke dalam mobil. Ia bahkan mundur hingga ke ujung melihat Mei masuk ke dalam mobil mengejarnya. "Eh, eh, eh." Ia bersandar pada jendela mobil di sisi yang satunya. Ia berpegang pada apa saja yang bisa di pegangnya.

Mobil berhenti, dan sopir hanya sanggup menahan tawa melihat dari cermin kecil di depannya, pria konyol itu meringkuk ketakutan di ujung kursi belakang.

"Kamu jangan sembarangan merendahkan orang lain ya? Membeli orang dengan uang, enak saja. Memangnya aku cewek apaan?" Mei mengacungkan jarinya marah pada Tama.

"Eh, eh, bukan begitu maksudnya. Aku cuma mau menawarimu lebih kalau itu yang kamu mau, bukan bermaksud jahat." Suara pria itu melemah mencoba berkelit karena salah bicara.

"Lagian, cari bodyguard cewek siapa yang percaya? Paling akal-akalan bulusmu saja biar orang percaya. Setelah itu, entah pekerjaan apa yang kamu tawarkan. Cuma kamu dan tuhan yang tahu!"

"Eh, makanya dengerin dulu aku bicara. A-aku tidak berniat buruk. Aku tidak suka tampang seram bodyguard. Itu saja. Lagi pula kamu masih muda, enak di bawa ke mana-mana. Hanya sayang kamu itu cewek. Coba kalau cowok ... Kamu ada saudara cowok yang bisa direkomendasikan gak ke aku biar aku pake jasanya aja, tapi tampangnya jangan serem-serem ya dan bisa diajak ke mana-mana."

Mei terdiam. Eh, ini beneran ya? Alasannya seperti tidak masuk akal tapi kayaknya dia sungguh-sungguh deh! "Ngak. Ngak ada." Lalu ia keluar dari mobil.

"Ya, kalau gitu kamu saja deh jadi bodyguard-ku, gimana?" Tama mengejar gadis itu yang kemudian menutup pintu mobil. Ia kembali mengeluarkan kepalanya.

"Bodyguard-mu?" Mei menoleh. "Bodyguard pribadi maksudnya? Lebih tidak mau lagi, aku!"

"Kenapa?"

"Bukan mahram-nya." Mei kembali mendorong gerobaknya.

"Ya kok gitu?" ucap pria itu dengan suara lemah. "Ayolah ...," bujuknya dengan menggantung tangannya keluar jendela.

Mobil kembali bergerak mengikuti langkah Mei.

"Aku kan tidak akan membawamu ke kamar mandi juga walaupun kamu bodyguard pribadiku." Tama meletakkan dagunya pada kaca jendela mobil yang terbuka, terlihat setengah bergumam.

Mei menoleh kembali pada Tama. Orang ini benar-benar aneh ya? Apa dia tidak sadar permintaannya konyol sekali?

Bertemu sebuah gang yang lumayan lebar, Mei membelokkan gerobaknya masuk ke sana. Untung ukurannya cukup untuk masuk mobil mewah itu. Mobil itu terus mengikuti gadis itu hingga gerobak itu berhenti di depan sebuah rumah mungil yang cat dinding rumah itu mulai mengelupas. Di depan rumahnya itu tidak ada kursi melainkan bale-bale.

Mei bingung juga melihat pemuda itu masih mengikutinya. Ia segera masuk ke dalam rumah tak peduli.

"Assalamualaikum." Mei terkejut ada jemuran baru di samping rumahnya. Berarti Ibu dan Ayahnya telah pulang. Ia dengan senangnya mencari ke kamar orang tuanya dan ternyata hanya ada Ibunya yang sedang mengemas pakaian. "Lho, Ibu? Ayah mana Bu?"

"Ayah masih di sana. Ia mesti di rawat, Mei. Ibu tak punya uang. Ibu akan ke rumah Kakak Ibu dulu untuk pinjam uang."

"Oh, tidak usah Bu, saya ada uang, pakai saja. Ibu butuh berapa?" Sekonyong-konyong Tama muncul di belakang Mei.

Gadis itu terkejut. "Eh, aku tidak mengajakmu masuk ya!" Mei mendorong pemuda itu keluar dari kamar Ibunya. Apa yang dilakukan Tama termasuk lancang. Tidak hanya masuk tanpa permisi, ia juga masuk kamar orang tua Mei.

"Eh, Mei. Dia siapa?" Ibu Mei bertanya heran.

Tama maju dan menyodorkan tangannya pada Ibu Mei. "Kenalkan saya Tama temannya ... Mei." Ia telah mendengar nama gadis itu tadi.

Ibu Mei menjabat tangannya.

"Ibu mau pakai uang saya, gak papa Bu. Ibu butuh berapa?" Tama mengeluarkan dompetnya. "Lima ratus ribu cukup atau sejuta saja?" Tama tersenyum ramah sambil menyodorkan beberapa lembar uang kertas pada Ibu Mei.

Mei sendiri resah, ia harus bagaimana sementara orang tuanya butuh uang untuk pengobatan Ayahnya. Namun di sisi lain, ia sama sekali tidak kenal dengan pemuda bernama Tama ini. Haruskah ia mempercayainya saja sebab sejauh ini pemuda ini terlihat baik dan jujur walaupun sedikit menyebalkan.

"Adek ini kenapa baik sekali tapi kami tidak bisa pinjam uang Adek begitu saja." Ibu Mei melirik anaknya.

"Oh, ini tidak pinjam Bu, ini gaji anak Ibu diambil lebih dulu karena dia akan kerja sama saya Bu, sebagai bodyguard."

"Apa? Bodyguard?" Ibu Mei menatap anaknya. "Kan dia anak perempuan walaupun dia bisa ilmu bela diri yang diajarkan Ayahnya tapi rasanya pekerjaan bodyguard apa tidak terlalu berbahaya?" tanyanya bingung.

Mei menutup matanya semakin bingung.

"Bukan begitu, tapi mobil saya lecet karena gerobak lontong sayur Ibu menyenggol mobil saya kemarin Bu. Kalau Ibu tidak percaya, Ibu bisa tanya sama suami Ibu." Akhirnya dengan terpaksa Tama menceritakan soal mobilnya yang di serempet oleh gerobak itu agar Ibu Mei bisa melepas anaknya untuknya dan itu membuat Mei kesal.

"Adek ini temannya atau bukan?" Ibu Mei mulai curiga.

"Begini saja ya? Mobil saya di serempet. Saya kan rugi tapi saya nawarin pekerjaan. Seharusnya ibu berterima kasih dong, karena saya nawarin pekerjaan yang saya bayarkan juga gajinya. Iya gak? Ayolah ... bertanggung jawablah!"

Ingin rasanya Mei menggetok kepala pemuda itu karena bicara seenaknya tapi Ibu Mei mencegahnya.

"Boleh, Ibu tahu kamu tinggal di mana?"

"Oh, di perumahan sebelah Bu. Bahkan Ayah saya pemilik perumahan itu. Kalau Ibu cari saya atau Mei nanti Ibu tinggal tanya pada orang di sana, mereka tahu rumah saya di mana."

"Cari Mei?"

"Kan dia akan tinggal dengan saya Bu."

Terpopuler

Comments

Ratna Dadank

Ratna Dadank

tama hampir sma seperti aska sediiit😁😁😁

tapi gak terlalu sih😘😘😘

2022-03-24

4

Linda Yohana

Linda Yohana

lanjut thoor ha ha ha ha tama sangat lucu

2022-03-21

4

Novi Ana

Novi Ana

aduh tama lucu banget .......semoga mei nya mau ya ...semangat tama💪💪

2022-03-21

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!