Identitasmu

Seorang lagi yang menyandera sopir di samping mobil, menyerang seorang gadis yang telah menyerang mereka dengan bubuk di tangannya dari sebuah plastik yang dibolongi. Gadis itu bergerak dengan sepeda yang dinaikinya, dengan menaikan roda depan, sehingga sepeda itu bisa meliuk-liuk mengikuti gerakan tubuhnya saat menyerang.

Penyerang terakhir pun di pukul mundur dengan serangan roda depan sepedanya, baik serangan bersenjata maupun tangan kosong, seolah-olah sepeda itu senjata yang sudah menyatu dengan tubuhnya. Terakhir, ia menyerang orang itu dengan roda depan sepedanya sekali lagi hingga jatuh tersungkur.

Kemudian ia mendatangi ketiga pria yang matanya sedang kepanasan. Ia kembali melancarkan serangan yang cukup membuat lawan tak berkutik saat mata mereka buta sementara.

Sopir itu terperangah. Pemuda itu juga melihat semuanya walau tak jelas. Sesuatu yang mengalir dari kepalanya membuat ia tak bisa melihat jelas apa yang terpampang di depan mata. Ia menyentuh kepalanya. Apa ini, seperti darah?

Ia tak bisa mengenalinya dengan jelas karena cairan itu benar-benar membuat pandangan matanya kabur. Ia berusaha duduk perlahan tapi sulit.

Gadis itu mendatangi dan membantunya duduk.

"Oh ... terima kasih." Pemuda itu dengan suara parau.

Gadis itu menyentuh kening pemuda itu yang mengalirkan darah. Pemuda itu berusaha fokus melihat wajah gadis di hadapannya itu tapi tak bisa. Wajahnya tak jelas.

"Pak, bawa saja ke rumah sakit, segera," ucap Mei pada sopir mobil mewah itu.

"Oh, iya."

"Tu-tu-tunggu ...."

Melihat warga yang mulai berdatangan, gadis itu segera berdiri. Pemuda itu mencoba meraihnya tapi ia hanya dapat meraih sebuah benda kecil yang berasal dari pinggang gadis itu. Ia tidak tahu apa tapi terus di genggamnya.

Enggan bertemu warga, gadis itu melarikan diri dengan sepeda.

Warga datang mendengar keributan. Melihat ada korban, tak ayal penjahat itu jadi bulan-bulanan warga. Mereka memberi jalan pemuda itu dan sopirnya untuk pergi ke rumah sakit mengobati luka yang mengeluarkan banyak darah dari kening pemuda itu.

Gadis itu berhenti saat ia menabrak sebuah bungkusan plastik di jalan. Karena terburu-buru, ia tidak memperhatikan jalan yang dilewati hingga ia tak sadar sepedanya telah menggilas sesuatu. Untung saja ia tidak terjatuh.

Ia turun dan melihat bungkusan itu. Kenapa ada orang yang mebuang sampah di tengah jalan sih? Eh, apa ini? Saat ia menyentuh, bungkusan itu masih hangat dan seperti ada air yang terkurung di dalam plastik. Ia membukanya.

Eh, bakso? Masih terbungkus rapi di dalam plastik. Plastiknya pun tidak rusak atau bocor, hanya bungkusan plastik luarnya saja yang kotor terlindas ban sepedanya. Ada 3 bungkus plastik bakso yang masih hangat dan baru di dalamnya. Punya siapa ini?

Bola mata Mei berputar melihat ke sekeliling. Ada sebuah warung bakso dekat situ, tapi tak mungkin ia menanyakannya pada mereka karena mereka pasti tidak tahu itu milik siapa.

Di dekat Mei ada sebuah warung juga yang sudah tutup. Ia kemudian beristirahat di sana. Pasti ada yang beli dan menjatuhkannya di sana. Seketika ia membayangkan seseorang pria yang membawa belanjaan banyak di motornya dan belanja di warung bakso itu untuk di bawa pulang, dan ia tidak sadar telah menjatuhkan bungkusan bakso itu di jalan.

Mei berniat menunggu hingga setengah jam untuk memastikan pemiliknya mencarinya atau tidak.

Seketika perutnya berbunyi minta diisi. Apalagi melihat bakso hangat yang baru saja di temukannya.

---------+++----------

Setelah di bawa ke rumah sakit, ternyata itu hanya luka kecil. Ia mendapat 2 jahitan dan diminta beristirahat karena kehilangan banyak darah.

Ia membuka genggaman tangannya. Sebuah bola dari benang wol berwarna biru yang terlihat murahan sekarang berada di telapak tangannya. Entah bagaimana bentuk asalnya ia tidak tahu karena seperti tercabut dari sesuatu. Ada sebentuk lem yang mengeras di sampingnya. Apa mungkin ini sebuah hiasan baju atau ... gantungan kunci?

"Mang ...." ucapnya pada sopir yang kini menungguinya.

"Iya."

"Coba cari tahu siapa yang punya ini?"

Sopir itu melihat apa yang ada di genggam pemuda itu. "Itu dari mana Pak?" tanyanya heran.

"Dari cewek tadi."

"Bapak ingin tahu cewek itu?"

"Mamang kenal dia?" Pemuda itu balik bertanya heran.

"Dia kalau gak salah anak dari pedagang lontong sayur itu Pak." Sopir itu menyentuh dagunya.

"Hah?"

"Iya kalau gak salah lihat. Rasanya sih dia." Sopir itu sambil berpikir.

"Yang bener?" Pemuda itu coba mengingat kembali tapi tak bisa karena saat itu ia berada jauh dari pedagang itu. Apalagi tubuh pedagang itu menutupi pandangannya ke arah gadis itu, dan ia waktu itu juga tidak punya pikiran untuk mengintip gadis itu karena saat itu ia sedang kesal. Keinginannya terbersit kini saat sopir itu mengatakannya. Padahal ia sempat berhadapan dengan gadis itu tapi saat itu ia malah tak mampu melihatnya. Ia semakin penasaran. "Eh, cantik gak Pak?"

Sopir itu melirik pemuda itu. "Lho bukannya tadi Bapak bertemu dengannya?"

"Eh, pandanganku kabur gara-gara darah yang ngalir ini." Tunjuk pemuda itu pada dahinya.

"Oh." Sopir itu memandangi pemuda itu. Ia tidak tahu harus bicara apa. "Aku tidak tahu selera Bapak sih, tapi tidak jelek."

"Manis?" Pemuda itu masih penasaran.

"Eh ...." Dalam bingung, sopir itu menatap pemuda itu.

Akhirnya pemuda itu sadar tingkah konyol apa yang baru saja ia tanyakan pada sopir itu. Ia adalah seorang Bos, kenapa ia menanyakan hal-hal bodoh seperti ini pada sopirnya?

Ia berusaha memperbaiki wajah dan berdehem. "Eh, lupain aja." Ia memandang ke arah lain.

"Tama."

"Kakak!"

Aiko, adiknya dan Leka, Kakak Iparnya datang menjenguk. Ada juga Baby Sitter Kakak Iparnya yang turut membawa ponakannya yang masih berusia 1,5 tahun bernama Runi dalam gendongan.

"Kamu kenapa Tama, kamu habis berkelahi?" tanya Leka cemas. Dilihatnya kemeja Tama yang kusut dan kotor. Dahinya juga diberi perban.

"Aku ketemu perampok di jalan Mbak."

"Astaghfirullah alazim. Kamu hati-hati ...."

"Kakak, Kakak berantem dengan perampoknya gak?" tanya Aiko, gadis bermata sipit keturunan Jepang itu.

"Ehm, aku sudah berusaha melawannya tapi ia lebih kuat." jawab Tama berbohong. Sopirnya menahan tawa melihat Bosnya yang masih anak sekolah itu berusaha berbohong dan itu terbaca dari wajahnya.

"Ah, bohong! Kakak pasti gak berani. Perampok kan pasti banyak. Ayo ngaku?" Aiko menunjuk wajah Tama. "Pasti ada yang nolongin kan?"

"Eh, mmh ...." Tama gelagapan.

"Oya? Siapa?" tanya Leka.

"Eh? Itu ...."

"Alhamdulilah ada yang bantu ya? Mungkin kamu harus mulai punya Bodyguard sekarang Tama, untuk melindungimu. Masmu juga mempekerjakan Bodyguard untuk dia dan Mbak."

Pikiran Tama langsung tertuju pada gadis itu. Apa aku pekerjakan saja ia jadi Bodyguard-ku ya?

Runi yang berdiri di atas tempat tidur menghampiri Tama. Pemuda itu menyambut dan mendekapnya. "Sini Dek."

"Om, Om!" Gadis kecil itu menunjuk kepala Tama yang di beri perban. "Apa?"

"Oh, sakit Dek," ucap Tama sambil tersenyum.

"Oh."

---------+++--------

Chris melepas jasnya dan meletakkannya di atas tempat tidur. Ia memijit dahi dan menghela napas panjang. Paling tidak pernikahan Aska dan Monique tadi pagi sudah mengurangi bebannya hari ini. Tinggal sisanya, masalah Rafi yang di penjara dan masalah di keluarga Arya.

Pengadilan sudah memutuskan Rafi adalah Gembong Narkoba dan sebentar lagi akan di hukum mati, sedang istrinya menghilang entah ke mana. Lydia, anak mereka yang sudah diserahkan sejak kecil pada Chris juga sering sakit-sakitan, mungkin karena stres mendengar cerita tentang Ayahnya.

Belum lagi masalah keluarga Arya. Pesawat yang ditumpangi Mariko dan Arya jatuh tak lama setelah tinggal landas dari Nagoya, Jepang. Jatuhnya di daerah hutan belantara di pinggir jurang yang dalam, sehingga menyulitkan evakuasi jasad para penumpang yang dikabarkan meninggal seluruhnya.

Kenzo, anak tertua Arya, menyusul ke sana untuk membawa pulang jasad kedua orang tuanya.

Tim evakuasi sudah dikerahkan tetapi kesulitan di lapangan membuat Kenzo harus bersabar. Tempat itu sering berkabut, dengan hutan yang lebat dan jurang yang dalam. Sejauh ini tim evakuasi telah mulai bisa mengangkat jasad penumpang yang meninggal setelah hari ketiga saat kabut di daerah itu mulai menipis. Itupun mereka hanya bisa mengevakuasi korban yang berjumlah 235 orang itu satu persatu karena kendala di lapangan yang berada pada medan yang sulit. Rencananya bangkai kapal yang setengah hancur itu juga akan diangkat.

Keadaan keluarga Arya di Jakarta, juga cukup memprihatinkan. Tiba-tiba kehilangan kepala keluarga secara mendadak membuat anak-anaknya kehilangan arah. Anak tertuanya Kenzo yang baru saja menikah, terpaksa meninggalkan anak istrinya karena menyusul ke Jepang untuk membawa jasad orang tuanya pulang ke Jakarta.

Tama, anak kedua Arya, yang masih sekolah di bangku SMA kelas satu juga terpaksa jadi kepala keluarga sementara di rumah. Bukan itu saja, perusahaan keluarga milik orang tua Arya yang di Jakarta yang dijalankan oleh suami Kakak Arya kini membutuhkan Tama karena pria itu terkena stroke hingga harus dirawat sampai ia sembuh dan bisa berjalan lagi. Otomatis perusahaan itu jadi tanggung jawab Tama karena Ipar Arya hanya punya satu anak perempuan yang sekolah di pesantren yang tidak memungkin ia untuk menjalankan perusahaan. Di tambah perusahaan milik Arya yang juga butuh seorang pemimpin.

Tama tentu saja kelabakan. Ia tidak bisa minta tolong orang lain, apalagi ia hanya punya Aiko saudara kandungnya yang tersisa yang hanya seorang anak perempuan yang masih bersekolah SD kelas 6.

Untungnya perusahaan milik Arya punya mangemen yang terarah sehingga ia tidak harus mengurusinya setiap hari.

Arya juga punya restoran yang kini di jalankan oleh menantunya, Leka yang sekali-sekali memeriksa dan bekerja di sana.

Tinggal perusahaan yang di kelola oleh Ipar Arya yang sebenarnya rumit karena perusahaan itu perusahaan besar. Selain Tama tidak mengerti cara menjalankan perusahaan, ia juga merasa ada yang tidak beres dengan perusahaan itu tapi ia tidak bisa mengetahui apa. Ada wajah-wajah aneh melihat kedatangannya di perusahaan pagi itu. Itu untuk pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di perusahaan itu. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana, karena ia tidak kenal seorang pun di sana, di tambah kedatangannya itu juga hasil desakan kakek dan Omnya karena perusahaan itu butuh pemimpin segera.

Dalam kekalutannya memikirkan perusahaan Omnya dan perampokan tadi, entah kenapa pikirannya kembali melayang pada gadis yang telah menolongnya tadi. Padahal Tama tidak bisa melihat jelas wajahnya, tapi ia merasa hanya gadis itulah yang bisa menolongnya, entah bagaimana caranya. Ia bertekad untuk mendapatkannya. Harus. Ia harus jadi bodyguardku.

_____________________________________________

Halo reader, bagi reader yang kesulitan memahami cerita di novel ini di sarankan untuk membaca dulu novel Sungai Rindu agar mudah memahami cerita ini. Jangan lupa untuk menekan like, komen, vote atau hadiah atau koin untuk vitamin author. Ini visual Tama. Pertama Wiraguna. Salam. Ingflora 💋

Adalagi rekomendasi novel sahabat author yaitu author dengan novelnya yang berjudul Gairah Cinta CEO Bastard. cekidot!

Terpopuler

Comments

EuRo

EuRo

Adakah kemungkinan Arya selamat dari kecelakann itu. Semoga saja. Kuatlah Tama ..

2022-04-25

3

Ratna Dadank

Ratna Dadank

owhh astaga....


ternyata aq salah....

ini sambungan dr sungai rindu..


aaaa..Kak Author tq bnyak2 ya..

melepas rindu sama uda chris😘😘😘😘😘

2022-03-24

2

Ratih Budiarti

Ratih Budiarti

wah...Tama niat cari bodyguard cewek yaa..👍

2022-03-20

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!