Cloud Cafe hanyalah sebuah tempat kecil di sudut jalan yang tidak terlalu ramai. Sebenarnya aneh jika Lisle merasa Daisy meneleponnya karena kewalahan melayani pembeli. Nyatanya ketika tiba di sana dia malah melihat Daisy yang terus menggosok peralatan makan sambil melamun. Tak ada satu pun pengunjung.
Lisle meletakkan tasnya di ruang istirahat, memakai celemek berlogo Cloud dengan gumpalan awan yang mengambang. Daisy mirip dengan awan itu, tampak melayang dengan pikirannya. Semua benda di sekitarnya tak bisa lebih mengkilap lagi karena terlalu lama digosok.
“Kau sepertinya benar-benar membutuhkan seorang teman.” Lisle mengambil kain lap dari tangan Daisy. Gadis itu masih saja tidak merespon. Lisle mengerutkan keningnya.
“Aku jadi berpikir kalau kau menggajiku hanya untuk menemanimu....”
“Jangan bicara sembarangan!” Daisy tiba-tiba menyahut. Tampak tersinggung dengan ucapan Lisle barusan. Dia punya mimpi membuka sebuah kafe sejak kuliah. Ketika memiliki kesempatan itu, dia hanya mendapati sebuah kafe yang lengang dari waktu ke waktu.
Lisle tertawa melihat Daisy yang tampak bersemangat memarahinya.
“Kalau begitu kenapa kita tidak membuat sesuatu yang menjadikan orang-orang ingin mengunjungi kafe ini?” ujar Lisle mengajukan usul. Dia juga merasa tak enak jika hanya datang untuk bersih-bersih dan duduk manis di sisa jam kerjanya.
Daisy tampak berpikir sejenak. Dia mengedarkan pandangannya berkeliling ruangan kafe yang tidak terlalu besar. Dinding dan perabot kafe didominasi warna putih dengan dekorasi awan-awan menggantung di beberapa bagian. Di dalam etalase kaca yang jernih tampak barisan kue yang mengundang selera. Mereka juga menyediakan aneka teh dan kopi serta menu sarapan ringan. Segalanya tampak sempurna. Mungkin hanya kurang promosi.
“Bagaimana kalau kita mencetak brosur dan membagikannya. Kau bisa menjadi modelnya....” Daisy merasa sebuah bola lampu menyala di atas kepalanya.
“Apa?!” Lisle kaget dengan ide itu. Tak pernah terpikir olehnya foto wajahnya dicetak berlembar-lembar dan dibagikan di jalan dan tempat umum. Dia merasa malu.
“Kenapa? Kau cantik, kok. Mungkin kau bisa memakai kostum seorang peri bersayap dengan lingkaran cahaya di atas kepala....”
Lisle tersedak air ludahnya sendiri. Peri? Mukanya memerah teringat sesuatu.
“Lagipula aku tak perlu membayarmu untuk iklan ini karena kau ‘kan karyawanku.” Daisy menambahkan sambil tersenyum licik.
Lisle merasa ide itu benar-benar konyol. Kenapa bisa kebetulan seperti ini?
Nyatanya setelah itu Daisy menutup kafenya dan terburu-buru menyeret Lisle ke sebuah toko baju. Dia memaksanya mengenakan gaun terusan cantik berwarna putih yang tampak sederhana namun harganya membuat Lisle melotot. Itu menyamai gajinya sebulan. Tiba-tiba Lisle menyesal karena sempat kasihan dengan Daisy, mengira gadis itu pasti kekurangan uang karena harus menanggung beban operasional kafe yang tak seimbang dengan pemasukannya. Nyatanya Daisy hari ini sangat boros.
Mereka mendatangi sebuah studio foto. Lisle benar-benar didandani layaknya peri dengan sayap mengembang di punggung dan lingkaran cahaya di kepala. Beberapa kali Daisy protes karena Lisle tampak merengut di awal pemotretan. Pengarah gaya dari studio juga tampak gemas karena arahannya tak dihiraukan.
“Lisle, kau masih ingin bekerja atau tidak?!” Daisy tiba-tiba berseru nyaring hampir histeris.
Lisle sontak menegakkan punggungnya yang lemas. Dia tak mengira akan diberi pilihan mengerikan itu. Daisy tahu dia memerlukan pekerjaan ini. Karenanya Lisle merasa Daisy sudah memanfaatkan kelemahannya.
Besoknya mereka berdua sudah berdiri di persimpangan jalan yang ramai membagikan setumpuk brosur. Di lembaran itu tampak seorang peri tersenyum manis dengan sepasang mata berkilau seperti berlian. Rambut panjangnya tergerai melewati punggung. Tadi saat Daisy menunjukkannya pada Lisle, gadis itu tampak sangat puas dengan hasil akhirnya.
“Kurasa aku tak rugi sudah menjadikanmu model kafeku.” Daisy tidak menyembunyikan perasaan senangnya.
“Bagaimana bisa rugi? Kau ‘kan tidak membayarku....” Lisle cemberut.
“Tapi gaun itu kubeli untukmu. Mana mungkin aku mengambilnya lagi setelah kau pakai.” Daisy mengingatkan. Membuat Lisle sakit kepala karenanya.
“Aku tidak minta dibelikan gaun!”
“Tapi kau yang membuatku memiliki ide ini. Kau menyemangatiku untuk melakukan sesuatu pada kafeku!”
Pernahkah seseorang disalahkan karena sudah memberi motivasi? Lisle tiba-tiba menyesal karena telah bersikap sok bijak. Jika saja dia bisa menahan diri dan membiarkan Daisy dengan kain lap di tangannya, tentulah saat ini mereka hanya akan duduk manis di ruangan sejuk kafe sambil menikmati secangkir kopi panas dan beberapa camilan. Bukannya berpanas-panas di keramaian sambil membagikan brosur dengan keringat yang tak henti menetes.
Perdebatan itu tidak berlangsung lama karena mereka merasa malu saat beberapa orang yang lewat menoleh dan tampak tertarik mendengarkan. Lisle mengulurkan lembar demi lembar brosur dan sesekali memalingkan wajah saat beberapa orang merasa bahwa sang model di dalam brosur adalah dirinya. Mukanya tak henti-henti memerah.
***
Di lantai tertinggi gedung perkantoran Diamond Group, Steve meletakkan selembar kertas mengkilap di atas meja presiden direktur. Brosur Cloud Cafe. Kennard meraih brosur itu dan tak bisa menahan senyumnya.
Dia hampir percaya kalau gadis itu adalah peri sungguhan.
“Gadis bernama Sally dan temannya sudah dikeluarkan dari kampus. Sedangkan pacarnya, Noah sang model dan rekannya itu kebetulan berada di bawah keagenan kita. Kontraknya sudah dihentikan. Dan saat ini takkan ada sebuah agen pun yang akan memakai wajahnya.” Steve melapor sambil mencuri pandang ke arah tuannya. Kennard jarang terlihat sesenang ini.
Tapi begitu mendengar laporan dari asisten pribadinya Kennard mengangkat pandangannya. Senyum itu menyusut. Wajahnya tampak muram sesaat.
“Bagaimana dengan si tua Adolph?” tanyanya dingin.
“Kita sedang meninjau ulang dua perjanjian kerjasama dengan perusahaannya. Ada dua kemungkinan nantinya, sama sekali membatalkan atau membuat kesepakatan baru dengan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya.”
“Terus tekan mereka. Buat mereka tidak memiliki pilihan lain.” Kennard memberi perintah.
***
Lisle dan Daisy terduduk kelelahan di trotoar. Matahari nyaris hilang di ufuk barat. Menyisakan cahaya keemasan di batas langit. Keduanya memegang sebotol air dingin dan menegaknya dengan rakus. Ini jauh lebih melelahkan dari hari biasanya.
Masih ada tiga jam lagi dari waktu kerja biasanya. Meski berencana menghabiskan segenggam brosur yang tersisa, Daisy akhirnya menyerah juga. Lisle tadi masih sempat mengulurkan beberapa lembar pada pejalan kaki yang mulai surut. Mukanya terasa sudah tebal menahan malu. Dia tak lagi peduli meski beberapa pria yang menerima brosur jelas-jelas menatap bergantian antara brosur dan wajahnya. Beberapa sempat memuji dengan terus terang. Ada juga yang dengan tidak sopan melontarkan kata-kata menjijikkan. Dia mencoba menanggapi semuanya dengan sedikit senyuman hingga wajahnya kini terasa kaku.
“Ayo kita pulang!” ajak Daisy sambil bangkit dari duduknya. Tangannya menepuk-nepuk celana bagian belakangnya yang sedikit ternoda debu trotoar.
Lisle mengangguk dan membenahi sisa brosur di tangannya. Menyatukannya dengan milik Daisy dan memasukkannya di sebuah kantong kertas. Pada akhirnya dia menjadi bersemangat juga.
Keduanya berjalan kaki menuju kafe.
“Kubuatkan makan malam,” ujar Daisy. “Nanti makan dulu baru pulang.”
Lisle tidak menyahut, tapi dia memeluk lengan Daisy dengan erat seperti anak kecil yang manja.
“Kau memang bosku yang paling baik,” pujinya tulus.
Daisy berusaha melepaskan tangan Lisle dengan perasaan jijik. “Singkirkan tanganmu!”
Tapi Lisle makin mengeratkan pelukannya dan malah menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu.
“Lisle, aku merinding!”
Tepat saat itu mereka tiba di sebuah celah sempit dua bangunan tinggi. Ada jalan pintas kecil menuju kafe. Beberapa sosok muncul di kegelapan.
“Tampaknya Nona kecil perlu kehangatan. Mari sini kami akan dengan senang hati memberikan...” Sebuah suara buruk laki-laki memecah kesunyian lorong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Nila
preman kampung
2024-09-07
0
Vita Zhao
preman paling
2022-04-15
1
Aumy Re
halo, ka...
aku mampir baca 😊😊✌
salam di batas cakrawala
2022-04-03
1