Baru sebulan Lisle datang ke Black Mountains, meninggalkan kota kecil Glassville tempat dia diasuh oleh bibinya, Annie. Setelah ayah ibunya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil, bibi Annie adalah satu-satunya keluarga Lisle yang tersisa. Sayang, bibi Annie bukan tempat bergantung hidup yang nyaman.
“Nona Peri, kau sudah bangun?” Suara itu membuat Lisle yang malas dan lelah sontak terduduk di tempat tidurnya. Seperti terjaga dari mimpi buruk, tubuhnya gemetar dan berkeringat dingin.
“Si... siapa?” Dia bertanya gugup meski bisa langsung menebak si penelepon. Suara lelaki yang terdengar berat namun merdu itu, Lisle teringat dengan panggilan ‘nona peri’ yang di sematkan padanya tadi malam.
Terdengar tawa pelan di seberang. Jantung Lisle berdebar kacau dibuatnya.
Bagaimana dia bisa tahu nomor teleponku?
“Sudah lupa dengan pacar sendiri? Apa harus kuingatkan....”
Klik! Lisle mematikan ponselnya dan melempar benda itu dengan serampangan. Bertepatan dengan itu Celine masuk ke kamarnya dan tercengang mendapati ponsel yang jatuh di bawah kakinya.
“Siapa yang membuatmu ketakutan seperti itu?” Celine mendekati Lisle yang wajahnya kelihatan pucat pasi.
“Nomor tak dikenal....” Lisle menjawab asal dengan mata menerawang. Perutnya mual saat mengingat tadi malam. Dia berharap semua yang terjadi semalam hanyalah mimpi yang segera berakhir saat terjaga. Tapi ternyata mimpi buruk itu terus berlanjut hingga dia bangun.
“Apa katanya?” Celine bertanya hati-hati. Mungkin itu telepon penipuan yang membuat kabar bohong tentang salah satu kerabat hingga Lisle tampak shock.
“Dia mengancam....” Lisle memang merasa terancam.
Celine tampak cemas. “Mengancam?”
“Aku... aku akan ganti nomor nanti.” Lisle bergumam gugup. Wajahnya tampak linglung saat beranjak ke kamar mandi.
***
Di sebuah rumah mewah, Kennard bersandar pada pagar balkon. Sebelah tangannya mengusap rambutnya yang masih menyisakan titik-titik air dengan sebuah handuk. Jubah mandinya diikat longgar pada pinggang memperlihatkan garis-garis kekuatan di bagian dadanya. Senyumnya mengembang mempertegas wajah tampannya. Seandainya seorang gadis melihatnya, tentulah akan melelehkan hatinya seketika.
Kennard masih memegang ponsel dengan sebelah tangan lainnya ketika panggilan itu diputus tiba-tiba. Tak ada wanita yang pernah melakukan hal seperti itu padanya. Mereka bahkan sangat menunggu-nunggu sebuah panggilan dari Kennard. Tapi si nona peri hanya mengatakan sepatah kata ‘siapa’ dan langsung mematikan sambungan saat Kennard menjawabnya. Benar-benar gadis yang lucu.
Dan gadis itu telah ditetapkan Kennard sebagai pacarnya. Suka atau tidak suka!
Dipandanginya layar ponsel yang masih memperlihatkan tulisan ‘nona peri’ dan sebuah deretan nomor. Sudut bibirnya masih terangkat mengingat pertemuan tadi malam. Gadis itu jelas ketakutan.
Tapi tadi dia menelponnya juga karena tak tahan ingin mendengar suara manis gadis itu. Yang didengarnya adalah suara seperti cericit tikus yang tersudut oleh pemangsanya. Kennard menggeleng tanpa sadar. Bagaimana mungkin gadis yang disukainya takut padanya?
Kennard melangkah masuk ke kamarnya yang luas dan melempar ponselnya ke atas ranjang besar.
Soal gadis itu mungkin akan disingkirkannya sejenak. Ada banyak pekerjaan yang mesti ditanganinya beberapa hari ini di Diamond Group.
Ponsel yang baru dilempar itu tiba-tiba berbunyi. Kennard sedikit mengerutkan alisnya namun mengabaikannya. Ini masih terlalu pagi untuk sebuah panggilan ke nomornya. Langit di luar bahkan masih belum terlalu terang.
***
Dengan terburu Lisle melangkahkan kaki di sepanjang selasar melewati deretan kelas yang besar. Universitas Ritz Diamond benar-benar sebuah keberuntungan yang diberikan Tuhan padanya. Sekaligus menjadi jalan ke luar bagi kebuntuan hidupnya.
Tiba-tiba teringat olehnya lagi hari terakhirnya di Glassville. Lisle memukul kepalanya sendiri dengan kesal. Ada banyak hal yang tak ingin diingatnya akhir-akhir ini karena begitu menakutkannya.
Setelah kelas terakhirnya usai, tadi Lisle sempat mengecek ponselnya yang dimatikan. Daisy mengiriminya sebuah pesan pendek yang menyuruhnya segera datang ke Cloud Cafe sebelum makan siang. Gadis pemilik kafe itu mungkin sangat kerepotan sendirian sekarang.
Tak ada panggilan atau pesan dari lelaki itu. Lisle sekejap merasa lega. Dia tak ingin mendapatkan telepon dari seseorang yang mengaku pacarnya dengan seenaknya.
Walaupun laki-laki itu benar-benar sungguh tampan!
Di sebuah belokan dia nyaris menabrak seseorang. Karena berupaya menghindar bahunya malah membentur sebuah pilar yang berjajar di sepanjang sisi selasar.
“Benar-benar gadis bodoh!” Sebuah suara mencela memasuki pendengarannya.
Lisle memegang bahunya yang nyeri sembari memperhatikan sekelompok orang di sebelahnya. Orang yang hampir ditabraknya adalah Ralph. Lelaki muda tampan yang pernah menolongnya saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus ini. Saat itu Lisle benar-benar kebingungan dengan situasi kampus sebesar ini. Ralph menemaninya menemukan bagian kampus yang ditujunya dan menyelesaikan berbagai hal yang diperlukan untuk pendaftaran.
Setelahnya mereka sempat bertemu tanpa sengaja beberapa kali. Tentu saja tanpa sekelompok gadis di belakangnya seperti hari ini. Tak perlu waktu lama untuk Lisle menyukainya. Tapi siapa yang tak menyukai lelaki berambut gelap dengan mata coklat itu? Gadis-gadis memujanya. Tak perlu waktu lama juga bagi Lisle untuk patah hati dengan segera.
Gadis yang berkata sinis tadi meliriknya dengan rasa tak suka. Dia telah membuntuti Ralph sepanjang waktu dan selalu nyaris meledak setiap mendapati pandangan tergila-gila setiap gadis yang dijumpainya. Dia menginginkan lelaki itu untuk dirinya sendiri meski tak ada respon pasti dari Ralph. Lelaki itu kerap tertawa ringan dan menganggap konyol kelakuannya yang menganggap Ralph sebagai miliknya. Seperti hari ini.
“Tampaknya si bodoh ini begitu menyukaimu sampai-sampai rela membenturkan dirinya ke tiang.” Gadis yang bernama Shopia itu mencibir.
Ada tawa-tawa kecil merendahkan di sekitar.
Lisle ingin membalas dengan, aku tidak tahu kalau itu Ralph. Aku bahkan tidak melihatnya. Kalau aku tahu, aku lebih suka menabrakkan diri padanya dan jatuh ke pelukannya. Pasti akan terasa nyaman.
Ide itu membuat wajah Lisle memerah seketika. Dia merasa malu sendiri dengan pemikirannya.
Tapi Shopia yang melihat itu mengira bahwa tebakannya benar dan Lisle menjadi malu karenanya. Dia hampir mengatakan sesuatu ketika Ralph menyela.
“Bukankah kau juga menyukaiku sampai rela membuntutiku ke mana saja?” Senyum jahil menghiasi sudut bibir menawan itu membuatnya semakin tampan.
Tapi Kennard lebih tampan. Ralph tidak memiliki setengah dari ketampanannya. Setan-setan mengusik keterpesonaan Lisle sekejap tadi. Matanya berkedip-kedip dalam kepolosan. Tampak semakin bodoh.
“Dasar gila!” Shopia menghentakkan kakinya dan berlalu dari tempat itu. Ralph menggodanya, dia tahu. Tapi itu juga membuatnya malu seketika dengan kebenarannya. Dia tak sungguh-sungguh marah. Hanya sedikit kecewa karena terpaksa harus melepaskan gadis yang terlihat bodoh itu. Berani-beraninya dia menyukai Ralph-nya.
Lisle melihat Ralph tersenyum padanya sembari mengangguk sedikit kemudian menyusul shopia dengan beberapa gadis di belakangnya mengikuti. Tampaknya mereka teman-teman gadis itu. Tak ada sepatah kata pun dari Ralph. Lisle sedikit kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Bzaa
semoga karakter ceweknya polos tpi tangguh gak bs asal di bully
2024-09-08
0
Nila
hadir ya Thor
2024-09-07
0
mamae zaedan
aq hadir di novelmu thor
2023-02-16
1