“Gadis-gadis brengsek. Aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan mereka. Setiap kali ada saja anak baru yang terlihat akrab dengan mereka beberapa lama. Setelahnya anak baru tersebut diabaikan. Rupanya mereka memiliki pekerjaan busuk. Lisle, harusnya sebelumnya kau cerita padaku. Black Mountain tak seramah yang kau kira. Jangan bandingkan dengan kota kecil Glassville. Selalu ada saja orang-orang yang ingin mengambil keuntungan terutama pada gadis-gadis cantik. Kau beruntung bisa selamat malam ini. Kalau tidak, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padamu!”
Celine terlihat sangat marah. Dia menyayangi Lisle seperti adik sendiri karenanya merasa kesal dengan kepolosan gadis ini. Bagaimana bisa Lisle mempercayai Sally dan teman-temannya dan menyimpan pertemanan mereka dari Celine.
“Aku minta maaf. Aku pikir kau akan melarangku pergi jika aku memberitahukannya padamu....”
“Tentu saja aku akan melarangmu. Kau ini.....” Belum selesai Lisle bicara dia sudah memotong dengan marah. “Kau tidak bisa mempercayai semua orang. Apalagi kau berada di tempat asing. Kau harus meminta pendapatku.”
Lisle mengangkat wajahnya yang masih basah. Merasa maklum jika Celine memarahinya. Bagaimana bisa dia merahasiakan kepergiannya ke kelab malam ini seperti seorang anak nakal yang takut dimarahi ibunya. Tapi....
Teringat olehnya lagi lelaki bernama Kennard. Rasanya sampai mati pun dia tak akan menceritakan tentang pertemuan mereka meski pada ibunya sendiri. Hal itu adalah sesuatu yang sangat memalukan. Dia tak ingin mengingatnya. Dia ingin ketika terbangun esok hari, dia sudah melupakan lelaki itu.
Tanpa sadar dia menggigit bibirnya sendiri. Tadi dia melewatkan bagian itu. Dia hanya menceritakan pada Celine bagian lainnya tapi tak menjelaskan secara rinci bagaimana dia bisa lolos.
Lagipula aku tak berharap akan bertemu lelaki itu lagi ‘kan? Ini akan menjadi rahasianya seumur hidup.
***
Di kelab, sepeninggal Lisle beberapa jam sebelumnya.
Kennard menerima sebuah panggilan dari ponselnya. Mendengarkan sejenak tanpa berkata sepatah pun lalu menutupnya tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Hanya matanya menjadi lebih hangat.
David yang sedang memainkan sebuah permainan kartu dengan beberapa gadis melirik sedikit. Meski raut wajah Kennard terlihat datar, tapi sebagai teman sepermainan sejak kecil, dia bisa membaca suasana hati lelaki yang sedang duduk terasing itu.
Setelah meletakkan sebuah kartu di meja yang disambut keluhan beberapa lawan mainnya, David menyesap minumannya. Matanya lagi-lagi melirik Kennard sekilas.
“Tampaknya langit malam ini sangat cerah,” ujarnya sambil menggoyangkan gelas di tangan.
Nathan yang duduk di seberang meja mengangkat wajah dari kartu di tangannya. Dia melihat David memberi isyarat dengan gerakan dagu menunjuk pada Kennard. Nathan mengikuti pandangan David.
Kennard duduk sendirian di sofa besar. Tak ada gadis yang berani mendekatinya tanpa ijin. Lelaki dengan postur tinggi tegap itu duduk dengan menumpangkan kaki. Sebelah tangan menopang sisi wajahnya yang sempurna dengan siku tertumpu pada lengan sofa. Jari telunjuknya sesekali mengusap bibir sendiri. Dia teringat ciuman itu.
Bibir lembut gadis itu masih menyisakan manis. Kennard bisa menebak bahwa itu adalah yang pertama melihat dari reaksi gadis itu yang tampak shock dengan perlakuannya. Peri kecil itu, bagaimana bisa para lelaki di sekitarnya bisa melewatkannya? Jika saja mereka bertemu sejak lama, gadis itu mungkin sudah lama pula menjadi miliknya.
Tadi Kennard membiarkannya pergi karena tak ingin membuat gadis itu menjadi lebih takut lagi. Biasanya ketika dia sudah tertarik pada seorang gadis, dia tak akan berhenti sebelum mendapatkannya. Tapi peri kecil ini, dengan hanya sebuah ciuman saja dia sudah nyaris pingsan, bagaimana Ken bisa dengan tergesa menyentuhnya.
Dia akan mendapatkan gadis itu lain kali. Dia tidak kuatir akan kehilangan.
“Yeah, semuanya tampak sangat baik hari ini. Kau setuju Ben?” Nathan menyikut Benyamin di sampingnya yang sibuk berbisik dengan seorang gadis seksi di sebelahnya.
Benyamin yang merasa namanya disebut tiba-tiba menoleh. Sejenak dia bingung dengan arah pembicaraan tapi otaknya yang bekerja dengan cepat segera mengerti. Kedua sahabatnya tengah diam-diam memperhatikan Kennard. Sebagaimana yang lain, dia juga tahu bahwa tidak ada yang lebih baik lagi dari suasana hati Kennard malam ini.
“Ah, aku bosan!” Nathan tiba-tiba melemparkan kartunya di meja hingga berserakan. Dengan cepat meraih segelas penuh anggur dan menenggaknya nyaris tanpa sisa.
Terdengar suara-suara kecewa dari beberapa gadis. Nathan lawan main yang menyenangkan. Bila dia sudah meletakkan kartunya dan memutuskan berhenti, tak ada lagi alasan bagi yang lain untuk meneruskan permainan.
Mereka sudah lama tak berkumpul seperti ini. Terakhir adalah sebulan yang lalu. Itu adalah sebelum Kennard pergi ke luar negeri untuk suatu urusan bisnis. Sekalinya bertemu hari ini, Kennard tak menunjukkan ketertarikan apa pun pada pertemuan ini. Meski memang sudah menjadi kebiasaan Kennard untuk membentang jarak dan terlihat dingin, tapi malam ini tiba-tiba Nathan merasa kesal.
“Apa benar-benar tak ada yang ingin kau ceritakan?” Nathan menarik tubuhnya ke sandaran. Gadis di sampingnya menyandarkan kepala di bahu lelaki tampan itu seperti seekor anak kucing yang penurut. Pertanyaan itu ditujukannya pada Kennard.
Kennard mengangkat matanya dan menatap sekelilingnya dengan acuh.
“Tak ada yang perlu diceritakan. Bukankah segalanya tampak sangat baik malam ini?” sindir Kennard.
Apa mereka pikir aku tak mendengar pembicaraan tentang ‘langit malam ini' tadi? Apanya yang sangat cerah? Bukankah di luar sana sedang hujan....
Ketika mereka datang tadi langit sudah mulai menumpahkan airmatanya. Dan tadi dari suara latar di telepon, dia bisa mendengar hujan yang menderas.
***
Meski merasa lelah, meski cuaca di luar sana sangat buruk dan suhu udara makin turun, Lisle kesulitan memejamkan mata. Dia merasakan kantuk yang luar biasa hingga kepalanya terasa panas tapi pikirannya yang terus berputar membuatnya tetap terjaga. Jika pun dipaksa memejamkan mata, selalu saja adegan yang sama melintas berulang. Lalu perutnya kembali mual.
Mau jadi pacarku?
Kau tak akan rugi jadi pacarku....
Aku Kennard Ken....
Lisle menutup telinganya dengan bantal karena suara-suara itu tak juga hilang. Seperti suara hantu yang mengganggu.
Menjelang dini hari dia baru bisa terlelap. Bibirnya menyuarakan igauan. “Jangan. Tolong, jangan ganggu aku....”
Alisnya berkerut seakan tidak senang dengan sesuatu. Dibalikkannya badan dengan gelisah.
Dalam mimpinya lelaki itu berjalan mendekat. Ada sepasang sayap iblis yang terbentang di punggungnya. Matanya adalah nyala api hitam. Dia menyeringai ke arah Lisle. Suatu saat lelaki itu menerkamnya dan melingkupinya dengan kedua sayapnya.
Sekarang kau adalah milikku...
Bahkan di dalam mimpi, laki-laki itu tak membiarkannya tidur dengan tenang.
Keesokan harinya Lisle terjaga oleh suara panggilan ponsel. Sebuah nomor tak dikenal.
Kepalanya terasa berat. Lisle merasa agak demam. Dengan mata masih terpejam dia mendengar sebuah suara berat nan menawan. Matanya terbelalak dalam kengerian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Bzaa
lanjutkan.. semangat otor 💪😘
2024-09-08
0
Nana Alvionita
lnjut..
2022-05-05
1
Maminya Nathania Bortum
ceritanya bagus thor
2022-04-20
1